Gedung A, Rektorat Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang. (foto: ayu)

Oleh: Albii*

Siapa yang tak tahu Tebuireng, daerah yang menjadi icon dari kota santri. Di sana ada banyak sekali pondok-pondok berjejeran, sekolah yang berbasis pesantren dan ada juga kampus sebagai tempat untuk menimba ilmu lebih tinggi lagi. Unhasy adalah salah satu perguruan tinggi yang ada di daerah Tebuireng. Unhasy atau lebih lengkap dikenal Universitas Hasyim Asy’ari, merupakan perguruan tinggi yang didirikan oleh pengasuh ke-6 Pesantren Tebuireng Jombang, KH. Muhammad Yusuf Hasyim. Sebelum menjadi universitas, kampus yang berada di komplek Pesantren Tebuireng ini bernama Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA), yang secara resmi menyelenggarakan pendidikan bagi para calon sarjana sejak 22 Juni 1967. 

Cukup lama kampus ini didirikan, sudah mencapai setengah abad dengan bangunan yang tetap kokoh dari zaman dahulu. Meskipun Unhasy kini berkembang dengan membangun gedung baru di halaman belakang (disebut kampus B dan kampus C) dengan fasilitas yang bisa dibilang memadai tapi tak demikian dengan bangunan di kampus depan (Kampus A). Gedung yang dibangun dari awal berdirinya kampus hingga saat ini tidak banyak mengalami renovasi dengan alasan takut menghilangkan barokah pendiri pertama.

Berbicara barokah, apa sebenarnya makna barokah itu sendiri? mengapa di Unhasy sangat ditekankan akan hal itu? Atau apakah ini sebuah alibi supaya kampus tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk mengganti fasilitas yang seharusnya tepat untuk diganti? Menurut Imam Al-Ghazali, berkah (barokah) adalah bertambahnya kebaikan (Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79). Bisa juga Diartikan berkah yang banyak dan melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia.

Lalu, dilihat pengertian tadi, tidak ada korelasi pemaknaan bahwa agar bisa ngalap barokah adalah dengan cara mempertahankan fasilitas kampus yang memang sudah saatnya diganti. Jika kita tarik mundur bangunan kampus depan adalah peninggalan langsung oleh pendiri kampus, yang harus kita rawat dengan baik, dengan artian dirawat adalah jika sudah ada yang harus diperbaiki maka diperbaiki, dan jika sudah ada yang harus diganti maka diganti. Bukankah harusnya demikian? Atau adakah maksud yang lebih mewakili dari ini semua?

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
Unhasy tampak dari gerbang depan. (foto: albii)

Mungkinkah, untuk menonjolkan kesan mempertahankan warisan fasilitas di bangunan lama yang bisa dikatakan kondisinya cukup tak baik tetap dipertahankan? Berjalannya waktu tahun demi tahun para mahasiswa banyak yang bertanya tanya, mengapa tidak ada perubahan dari ornamen yang ada di bangunan lama? Apalagi dengan UKT yang cukup seirama dengan mahasiswa di kampus bangunan baru. Beberapa mahasiswa mengakui banyaknya fasilitas yang menganggu proses belajar mengajar, seperti rusaknya kabel LCD/Proyektor, rusaknya kipas, akses internet yang minim, seringnya padam dan tidak ada antisipasi lain sehingga beberapa kelas harus ditiadakan, dan banyak sekali komentar-komentar mahasiwa atas ketidakpuasannya terhadap fasilitas kampus, terutama kampus A.

Kondisi halaman kampus yang berdebu tebal yang sering membuat pengendara motor tergelincir pun menjadi sorotan mahasiswa. Alih-alih berharap melihat penghijauan, berharap jalan di paving adalah “masih” sebatas harapan sejak beberapa tahun lalu. Keadaan kampus yang gersang pun menjadi pembahasan berikutnya, apa sebenarnya alasan yang digunakan untuk tidak membangun kampus lebih baik lagi tanpa khawatir akan menghilangkan nilai-nilai keagamaan dan menghapuskan barokah pendahulu?

Setiap tahun Unhasy menggelar wisuda dan itu mengundang penyanyi kondang untuk konser, baik konser mini ataupun konser besar. Unhasy bisa mencairkan dana untuk hal yang manfaatnya tidak bisa dirasakan oleh seluruh elemen kampus. Inilah yang menjadi bagian analisa mahasiwa, mengapa dana sebesar itu tidak dialihkan saja pada pembangunan jalan? Pembangunan parkir? Pembaruan fasilitas di kelas? Sampai saat artikel ini ditulis, pertanyaan-pertanyaan ini masih ada di benak mahasiswa. Namun, hal ini dibantah oleh bagian keuangan Unhasy yang mengatakan saat konser pihak kampus sama sekali tidak membiayai acara tersebut, panitia konser mencari sponsor yang mau mensponsori acaranya agar mendapat uang. “Saya panitianya kemarin, saya yang ngundang Deni Caknan langsung, dan memang 1% pun kampus tidak mendanai, saya sama panitia yang nyari sponsor sendiri mulai dari Djarum sampai sponsor kecil-kecil yang saya jual standnya di sini. Saya ke pak Rektor hanya minta izin tempat.” Ungkap salah satu pihak BAUK Unhasy saat diwawancarai.

Selain itu, muncullah fakta lagi bahwa ternyata uang yang selama ini dipertanyakan oleh mahasiswa seharusnya sudah sampai pada fakultas masing-masing, seperti fakultas FAI salah satunya. “Jadi gini mbak, sebenarnya uang universitas itu sudah didistribusikan secara sama rata ke fakultas yang ada di Unhasy. Jadi untuk permasalahan yang ada di dalam kelas bagi saya itu adalah permasalahan yang kecil dan itu seharusnya sudah bisa diperbaiki oleh fakultas, karna fakultas pertahunnya mendapatkan jatah uang perbaikan dengan garis bawah masing-masing fakultas mengajukan kerusakan yang akan diperbaiki.” Ungkap salah satu Bagian Administrasi dan Keuangan (BAUK) Universitas, saat dikonfirmasi di ruangan kerjanya.

Halaman depan Unhasy, gedung A.

Setelah mengetahui kebenaran akan hal itu, tanda tanya besar pun mulai muncul, menurut data yang diperoleh penulis bahwa setiap tahun ada rapat pimpinan dari masing-masing fakultas dengan rektorat yang membahas beberapa keluhan di prodi, misalnya seperti LCD rusak, kipas rusak, listrik mati, lampu mati, wifi trouble, kursi, papan tulis, bahkan kamar mandi yang kumuh pun menjadi bahasan dalam rapat tersebut. Bagian keuangan Unhasy juga menuturkan bahwa universitas akan mendanai apa saja yang diajukan dalam rapat itu asalkan universitas memiliki dana yang cukup, dan didalam forum tersebut seluruh pimpinan menyetujui.

Jika sudah begitu, mengapa sampai sekarang belum terjadi perubahan? Menurut data yang diperoleh, bahwasanya pihak FAI tidak pernah mengajukan pendanaan perihal bangku yang itu sudah menjadi kritik besar mahasiswa. Kenapa demikian? Apakah dari pihak fakultas sudah puas dengan keadaan fasilitas seperti ini? Apa sebenarnya peran Kaprodi dan pimpinan fakultas yang seharusnya menjadi jalan penghubung menyuarakan aspirasi Mahasiswa, toh banyak juga dosen yang mengeluhkan fasilitas yang ada di dalam kelas, mulai dari LCD yang macet saat digunakan presentasi, papan tulis yang sudah usang dan juga listrik yang sering mati.

Kami mulai heran dan bertanya tanya pada diri sendiri, kenapa tidak ada kordinasi yang dilakukan oleh dosen? Apakah dosen juga tidak saling berkomunikasi membahas tentang keluhan itu? Di sini mahasiswa hanya perlu suaranya terdengar langsung dan paling tidak minimal 1 permintaan mahasiswa itu terealisasikan.

Halaman gedung Kampus B Unhasy. (foto: TO)

Selayaknya mahasiswa pada umumnya, mahasiswa Unhasy juga berharap ada kemajuan baik dibidang tenaga kerja dan bangunan agar mahasiswa saat belajar menimba ilmu juga bisa merasakan kenyamanan. Jika ke depannya tetap seperti itu apakah Unhasy akan terpecah menjadi 2, yakni Unhasy depan dan Unhasy belakang? Tentu dengan fasilitas yang sangat jauh berbeda. Kami sebagai mahasiswa hanya bisa menyampaikan aspirasi yang mungkin tidak terdengar saat bersuara, namun semoga terbaca saat ditulis.

Semoga suara-suara ini bisa mewakili apa yang ingin disampaikan oleh mahasiswa (tidak hanya penulis), sehingga kalimat-kalimat harapan ini akan mendapatkan respons baik, bukan sabaliknya dianggap sebuah suara kecil atau lelucn anak kecil yang akan diam saat diberi permen oleh ibunya, padahal bukan itu yang sedang ia butuhkan. Semoga tulisan ini sampai dengan baik, dan akan mendapatkan respons baik. Bukankah mahasiswa adalah agent perubahan, dan keberaniannya untuk menyuarakan sebuah perubahan pantas mendapatkan kesempatan?

*Mahasiswa Unhasy.