Sumber: harakatuna.com

Oleh :Seto Galih P*

Tiga asas tasawuf, untuk seseorang yang akan menempuh laku tasawuf yaitu : takhalli, tahalli, dan tajalli. Ketiga asas tersebut akan di jabarkan di bawah ini.

Takhalli (التخلي) yakni menghindarkan diri dari sifat-sifat tercela, baik secara vertikal maupun secara horizontal, misalnya iri (hasud) terhadap nikmat yang diterima orang lain, memamerkan diri (riya’) untuk kepentingan subyektif, kecenderungan pemenuhan materi secara berlebih-lebihan (hirsh), dan sebagainya. Disini terdapat ciri moralitas Islam

Tahalli (التحلي) merupakan pengungkapan secara progesif nilai moral yang terdapat dalam Islam, seperti zuhud, qona’ah, ridho, waro’, sabar, syukur, tawakkal, dan sebagainya. Inilah disebut station (maqom), sebagai wahana penggodokan kualitas moral manusia, yang berarti proses penyempurnaan diri yang tergantung pada faktor manusianya sendiri yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab moral. Bermula dari tanggung jawab moral inilah akhirnya moral manusia berkembang dan tumbuh menjadi luhur dalam dinamika kehidupan manusia tanpa diliputi goncangan psikologis.

Tajalli (التجلي) sebagai realisasi nilai-nilai religi moral dalam diri manusia yang berarti melembaganya nilai-nilai ilahiyah yang selanjutnya akan direfleksikan dalam setiap gerak dan aktifitas lainnya. Pada tingkat ini seseorang telah mencapai tingkat kesempurnaan “insan kamil”. Dia dapat meralisasikan segala kemungkinan yang dapat dicakai oleh makhluk manusia yang membawa potensi keilahian. Seperti firman Allah Taa’ala dalam surah As-Sajdah ayat 9

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

Dalam taran ini, “insan kamil” merupakan kualitas moral yang hidup dan dinamis, tidak menjelma dalam wujud seseorang tatapi hanyalah proses penyempurnaan diri, dan tempat manusia mencoba dan berusaha membuat dirinya semakin sempurna. Manusia demikian inilah yang mampu menyerap sifat-sifat Ilaji dan memancarkan kembali dalam kehidupan antara sesama manusia.

Penyerapan dan pemancaran kembali sifat-sifat Ilahi ini pada hakikatnya adalah usaha pemantapan dan pemberian maka pada keberadaan manusia bahwa ia benar-benar ada, berada dan mengada, yang hanya mungkin terjadi dalam komunikasi dan interakiantara manusia dan keadaan di luar dirinya, yakni Allah Ta’ala. Menurut Ali Syari’ati, insan kamil adalah manusia tiga dimensional, manusia dengan tiga talenta utama : kesadaran, kemampuan iradah, dan daya cipta.

*Penulis adalahsiswa MA. Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng Jombang