Oleh: Minahul Asna*
Sebagai seorang santri, tidak akan terlepas dari kata mengantre. Mulai dari pagi, kata “mengantre” pun sudah dimulai. “Aku antre habis kamu ya,” kata seorang santri yang ingin mandi. Fenomena antre memang tidak pernah lepas dari kehidupan mereka.
Ternyata Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari pun pernah menyinggung dalam permasalahan antre ini dalam kitab beliau yaitu Adabul Alim wa al-Muta’allim dalam pembahasan adab seorang santri dalam pembelajaran. Beliau menjelaskan “Hendaknya seseorang itu menghormati antriannya, maka janganlah mendahuluinya tanpa ridho darinya”.
Budaya antre ini juga terus digaungkan oleh KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah), beliau saat dulu memimpin Pesantren Tebuireng senantiasa berpesan kepada santri untuk mengantre dan tidak menyerobot yang lebih dulu dari padanya.
Kiai Hasyim dalam kitabnya pun menukil satu hadits, bahwasanya seseorang dari kaum Anshar datang ke hadapan Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam, dan datang setelahnya seorang dari Bani Tsaqif lalu ia bertanya kepada Rasulullah. Rasul pun bersabda, “Wahai Saudara dari Bani Tsaqif, sesungguhnya seseorang dari Anshar ini lebih dulu dari padamu untuk menyampaikan permasalahan, maka duduklah hingga seseorang dari kaum Anshar itu memulai apa yang mau ia sampaikan sebelum hajatmu”.
Dari situ pun Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam juga memerintah kita untuk mengantre. Mengantre bukan hanya untuk mematuhi peraturan namun ketika kita mengantre maka kita tidak mengambil hak orang lain. Siap mengantre berarti siap untuk menghormati orang lain. Ada satu kata bijak dari pepatah Arab,
من ترفع وضعه الله ومن توضع رفعه الله
“Barang siapa yang sombong maka akan direndahkan oleh Allah dan barangsiapa yang sopan (menghormati) maka akan dimuliakan oleh Allah.”
Pepatah yang singkat, namun jelas. Bahwa ketika kita menghormati antrean kita maka akan dimuliakan oleh Allah. Allahumma ij’alna minhum.
*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari