Sumber gambar: tintahijau.com

Oleh: Ahmad Farid Hasan*

Penikmat Sunyi
Aku menyapamu wahai malam dengan tubuh yang rapuh
aku menikmati sinarmu wahai bulan meski dengan tatapan yang nanar
aku kembali menatapmu wahai bintang meski tak setinggi dan segemerlap kau

Aku ucapkan selamat malam
karena aku hanya pemuja yang dekil dan terkucil di antara ribuan dan jutaan kemilau yang ada

Hitamku yang Memutih
Tak ada lagi yang diresahkan dan digelisahkan
setiap langkah berganti arah
menuntun ke peraduan menyelimuti jiwa

alangkah gemilangnya menempuh perjalanan cahaya yang kemilaunya hinggapi diri dan hati
kutempuh jalan sunyi membacakan syair bisu di lubuk hati
menancapkan kerisauan akan hati yang kian menepi di dermaga senja

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

dengan usia bertambah dan  busung dada yang renta 
hitamku yang memutih

Tak Lupa Jalan Pulang
Senja terlahir kembali mengenang seribu bayang dan seutas mimpi
mentari merona cakrawala bersendawa

ada kisah hati yang mengikat erat di  ujung dermaga sepi tanpa ombak
desir angin mengalir lembut membawa butiran nada dari setiap desah nafas yang terpasung amarah

kesadaran kian datang silih berganti bagai warna hitam dan putih dan bertanyalah pada diri
kemanakah kita akan kembali?

*Penulis memiliki nama pena Sufi Kelana, Ketua Kajian Lembaga Strategis KeIslaman dan Kebangsaan PC IKAPETE Gresik.