Pembacaan hasil dan rumusan Sastra Pesantren, di gedung Yusuf Hasyim Lt.1 Tebuireng Jombang. (foto: gus/zid/amir)

Tebuireng.online– Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) PWNU Jawa Timur bekerja sama dengan Pesantren Tebuireng rampung merumuskan Sastra Pesantren. Rangkaian acara sudah dimulai sejak Jumat (2/12/2022) dan berakhir pada Minggu (4/12/2022). 

Acara yang diselenggarakan di Pesantren Tebuireng tersebut menghadirkan 12 narasumber dan 30 peserta aktif dari berbagai kalangan. Mulai dari kiai pondok pesantren, akademisi perguruan tinggi, sastrawan, komunitas seni dan lainnya. 

Berikut rumusan simposium sastra pesantren:

RESUME DAN RUMUSAN

HASIL SIMPOSIUM SASTRA PESANTREN

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tebuireng Jombang, 2—4 Desember 2022

Alhamdulillah Simposium Sastra Pesantren dengan tema “Merumuskan Ulang Sastra Pesantren” tanggal 2—4 Desember 2022 di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang sudah terlaksana dengan baik. 

Tujuan dan maksud perhelatan tersebut adalah: 

  1. Merumuskan ulang gagasan sastra pesantren yang pernah ada dalam tradisi lama dan lestari hingga kini.
  2. Mengungkap perubahan-perubahan dalam sastra pesantren sesuai dengan semangat zaman 
  3. Menyemarakkan diskursus sastra di kalangan masyarakat.
  4. Mendorong terciptanya iklim kreatif yang dinamis dan inovatif.

Acara dihadiri oleh 12 narasumber aktif dan 30 peserta aktif, mulai dari kalangan pondok pesantren, perguruan tinggi, sastrawan, komunitas, dan lainnya. Telah selesai dibicarakan  empat topik sebagai berikut. (1) Difinisi, Batasan, dan Kandungan Sastra Pesantren (2) Filsafat, Daya Gerak dan Kesadaran DIri Sastra Pesantren (3) Tradisi, Antropologi dan Genealogi Sastra Pesantren (4) Peran Ulama, Sejarah, dan Strategi Kebudayaan Sastra Pesantren.

Setelah mendengar, menyimak, dan mempertimbangkan makalah-makalah yang dibentangkan dan pendapat audien yang berkembang dalam forum simposium, dapat dirumuskan rambu-rambu gagasan dan pemikiran, serta gerakan sastra pesantren sebagai berikut. 

(1) Sastra Pesantren lahir dari kebutuhan budaya sehingga keberadaannya selalu terikat kemanusiaan dan peradaban ugahari, yang dapat diperlakukan sebagai kode-kode multidimensional minimal empat kode, yaitu kode bahasa, kode sastra, kode budaya, dan kode spiritual. 

(2) Secara definitif dan konstitutif, sastra pesantren selalu memiliki dinamika sendiri dalam satuan ruang dan waktu, sehingga formulasi sastra pesantren tidak membeku dalam satuan zaman dan satuan ruang. Terdapat yang tetap dan berubah dalam perkembangan sastra pesantren. Sastra pesantren lama terkait dengan hal-ihwal yang terdapat di sekitar dunia pesantren. Sastra pesantren baru tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan kemasa-silaman, kekinian dan ke masa-depanan dengan adanya aksentuasi-aksentuasi baru. Oleh karena itu, secara holistik, sastra pesantren bersumber dari tradisi sastra lisan, sastra tulis manuskrip, sastra tulis cetak, dan sastra digital.

(3) Sastra pesantren lahir dari imperatif sejarah kemanusiaan dan peradaban. Oleh karena itu, sastra pesantren hadir secara organik tumbuh dan berkembang dalam lapangan diskursif dan aksional seiring dengan perkembangan pengetahuan, relasi kekuasaan dan dinamika zaman. 

(4) Secara historis, sastra pesantren melintasi batasan-batasan literer dan kultural sehingga sastra pesantren bercorak intergenerasional, interkultural, dan interseksional. Sebab itu eksistensi, posisi, dan status serta perkembangannya tidak dapat dikotak-kotakan dalam satuan bentuk dan fungsi. Di sinilah corak dan ragam sastra pesantren sering hadir secara bersama-sama dan berkesinambungan dalam keserentakan waktu, walaupun berbeda ruang geografis dan geokultural.

(5) Ciri penanda distingtif sastra pesantren terletak pada lintas bahasa, ideologi, spirit, elan vital, ruh atau jiwa kepesantrenan yang menekankan tafaquh, syiar, juga ekspresi. Kesadaran diri itulah yang membuat sastra pesantren bergerak dan berkembang sehingga sastra pesantren bercorak integratif sekaligus instrumental antara yang indah, berfaedah dan kamal.

(6) Sastra pesantren mengandung dimensi dakwah, keislaman, sufistik dan bentuk spiritualisme lain yang dikerangkai oleh sosio-kultural dan religiokultural Indonesia dengan visi menuju manusia sempurna dan rahmatan lil’alamin

(7) Secara genealogis, sastra pesantren berakar dari tradisi manapun yang mengusung rahmatan lil ‘alamin dan kemanusiaan, misalnya Jawa, Melayu, Parsi, dan Arab. Oleh karena itu, sastra pesantren sudah eksis sejak awal kehadiran Islam di Indonesia. Jejaring itulah yang membentuk sastra pesantren dengan mengelaborasi beberapa bentuk dan penciptaan yang pernah berkembang lebih dulu. 

(8) Secara simplistik, sastra pesantren adalah sastra tentang hal-ihwal pesantren dan kepesantrenan, oleh sastrawan/penulis santri, untuk semesta.  

(9) Dalam aspek strategi kebudayaan, sastra pesantren punya peluang untuk mengembangkan jejaring kultural dalam lintas-batas sastra nasional. Oleh karena itu, dalam koteks kekinian, membangun jejaring sekaligus penguatan generasi yang mampu mengembangkan sastra pesantren dalam lintas-batas sastra nasional adalah sebuah kebutuhan.

Tebuireng Jombang, 4 Desember 2022

Peserta menyimak pembacaan hasil dan rumusan sastra pesantren.

Perepro: fahrizal/to