Oleh: Muhammad Habib al Ansori*
Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang ikut andil dalam suksesi mencetak generasi bangsa yang berkualitas. Layaknya lembaga pendidikan yang lain, tentu masing-masing lembaga memiliki metode yang digunakan dalam menjalankan aktivitas pendidikannya. Dalam dunia pesantren sendiri terdapat dua metode yang populer digunakan; bandongan dan sorogan.
Bandongan secara garis besar adalah metode di mana seorang guru atau kiai membacakan kitab dan memberi makna pada kitab tersebut, sedangkan santri diharapkan memindah makna dari apa yang disampaikan kiai ke dalam kitabnya masing-masing. Sedangkan sorogan adalah metode dimana santri dituntut lebih aktif karena pembacaan kitab langsung dilakukan oleh santri sendiri sedangkan guru bertugas mendengarkan dan mengoreksi bacaan dan pemahaman santri tersebut. Dibandingkan dengan metode bandongan, metode sorogan lebih sedikit peminatnya.
Semakin berkembangnya zaman, terlebih pada era society 5.0, dimana pada era tersebut diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital untuk mencapai kemajuan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Pada era ini, sistem pendidikan terus melakukan inovasinya, bahkan mulai terintegrasikan dengan Artificial intelegence atau sering disebut AI.
Hadirnya AI dalam dunia pendidikan, memberi kemudahan bagi kalangan pelajar, dalam hal ini para santri, untuk membantu menyelesaikan tugas sekolah maupun pesantren juga dengan sangat mudah memberikan sajian informasi terkait hal yang diinginkan. Hanya dengan memasukan perintah, AI mampu memberikan ulasan yang cukup memadai. Salah satu aplikasi AI yang bisa digunakan adalah Chat-GPT, Poe, dan masih banyak yang lain.
Menyikapi fenomena hadirnya AI pada era society 5.0 ini, Pesantren Tebuireng juga turut andil di dalamnya. Seperti yang dialami oleh santri Pesantren Tebuireng pada jenjang pendidikan Ma’had Aly, dimana mereka mendapat tugas untuk membuat sebuah karya ilmiah di tengah pengabdian yang telah diamanahkan oleh Pesantren Tebuireng.
Meskipun demikian, Pesantren Tebuireng dalam mewujudkan visinya sebagai Pesantren Terkemuka Penghasil Insan Pemimpin Berakhlak Karimah, tetap istiqamah menganut sistem pendidikan dengan metode Sorogan dan Bandongan. Dua metode ini tetap eksis dijalankan di Pesantren Tebuireng, terbukti dengan masih berlangsungnya beberapa pengajian yang menerapkan metode sorogan dan bandongan.
Berikut pengajian di Pesantren Tebuireng dengan menggunakan metode Sorogan dan Bandongan:
No |
Nama Pengajian |
Pengampu |
Waktu |
Tempat |
Metode |
1. |
Kitab Tafsir Al Jalalain |
Dr KH. Musta’in Syafi’i |
Pukul 20.00 – 21.00 WIB (malam Kamis) |
Masjid Pesantren Tebuireng |
Bandongan |
2. |
Kitab Nashaihul Ibad |
KH. Fahmi Amrullah |
Pukul 20.00 – 20.45 WIB (Malam Sabtu & Malam Senin) |
Masjid Pesantren Tebuireng |
Bandongan |
3. |
Kitab Riyadus Shalihin |
KH. Sukarto Faqih |
Pukul 20.00 – 21.00 WIB (malam Ahad) |
Masjid Pesantren Tebuireng |
Bandongan |
4. |
Kitab Adabul Alim Wa Muta’alim |
KH. Abdul Hakim Mahfudz |
Pukul 18.30 – 19.30 WIB (malam Selasa) |
Masjid Pesantren Tebuireng |
Bandongan |
5. |
Kitab Nurul Dhalam |
KH. Taufiqurrahman |
Pukul 20.00 – 21.00 WIB (malam Rabu) |
Masjid Pesantren Tebuireng |
Bandongan |
6. |
Kitab Ihya’ Ulumuddin |
KH. Kamuli Hudlori |
Pukul 06.00 – 07.00 WIB (Rabu & Kamis pagi) |
Masjid Pesantren Tebuireng |
Bandongan |
7. |
Kitab Al Iqna’ |
KH. Kamuli Hudlori |
Pukul 06.00 – 07.00 WIB (Sabtu & Ahad pagi) |
Masjid Pesantren Tebuireng |
Sorogan |
8. |
Kitab Kifayatul Ahyar |
Ust. Najib Muhammad |
Pukul 05.00 – 05.30 WIB (Selasa & Jum’at pagi) |
Ruang sekretariat Lama |
Sorogan |
9. |
Kitab Fathul Wahab |
KH. Sukarto Faqih |
Pukul 11.00 – 13.00 WIB (Ahad siang) |
Ruang sekretariat lama |
Sorogan |
Dengan adanya beberapa pengajian yang dijalankan menggunakan metode sorogan dan bandongan, menggaruskan terhadap semua pihak untuk bersama menjaga dan melestarikan dua metode tersebut. Selain pengampu atau dalam istilah Pesantren disebut dengan Qari’ yang diharapkan mampu memberikan materi pengajaran yang inovatif, kreatif, dan menyegarkan, pihak penyelenggara juga harus bisa memantik perhatian para santri untuk tergugah hatinya, mengikuti beberapa pengajian yang telah dijalankan oleh Pesantren Tebuireng.
Pesantren, akan tetap disebut sebagai Pesantren jika masih terdapat beberapa unsur sebagaimana berikut; guru, murid, tempat ibadah, dan pengajian. Maka jika pengajian di Pesantren kian hari semakin berkurang peminatnya, maka dikhawatirkan keberlangsungan Pesantren sebagai Lembaga pendidikan di Indonesia khususnya Pesantren Tebuireng akan mengalami degradasi dan juga krisis peminatan. Pesantren disebut sebagai tempat yang akurat untuk menggali pengetahun, dalam hal ini ilmu agama yang telah diakui oleh beberapa kalangan, akan kehilangan kepercayaannya jika pengajian dengan metode sorogan dan bandongan tidak lagi dijalankan.
Metode sorogan dan sorogan harus tetap dijalankan ditengah model Pesantren yang beraneka ragam; salaf, modern, Pesantren Mahasiswa, dan lain sebagainya. Metode sorogan dan bandongan bukan hanya milik Pesantren yang masih menganut model salaf saja, melainkan milik semua model Pesantren yang ada di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa semegah apapun bangunan Pesantrennya, secanggih apapun alat penunjang pembelajarannya, sebanyak apapun jumlah santri di dalamnya, dua metode; sorogan dan bandongan, keberlangsungannya harus tetap dipertahankan.
Kini dua metode ini juga, tidak hanya bisa dinikmati oleh kalangan internal pesantren saja. Di Pesanren Tebuireng dua metode ini mampu dinikmati juga oleh kalangan eksternal. Pengajian yang menggunkan metode bandongan kini dapat dinikmati oleh kalangan eksternal dengan disediakannya live streaming oleh Pesantren, channel yang bisa diakses adalah Tebuireng Live.
Perihal pengajian menggunakan metode sorogan, masih sebatas bisa dinikmati oleh kalangan internal Pesantren. Hal demikian disinyalir karena dibandingkan dengan metode bandongan, metode sorogan lebih diperlukan ketelitian dan keuletan. Yang mengikuti kajian dengan metode ini pun biasanya merupakan santri yang telah memiliki kapasitas keilmuan yang cukup atau paling tidak memahami kaidah-kaidah dasar ilmu alat, dalam hal ini Ilmu Nahwu dan Sharaf. Di Pesantren Tebuireng sendiri, pengajian dengan metode sorogan kebanyakan diikui oleh santri jenjang pendidikan Ma’had Aly atau santri yang telah mencapai jenjang pendidikan Ulya pada Majlis Takhassus yang diselenggarakan Pesantren.
Kedua metode tersebut, harus tetap dijalankan beriringan dengan semakin canggihnya teknologi dalam dunia pendidikan, khususnya di Pesantren Tebuireng. Pesantren diharapkan terus berinovasi terkait dua metode ini dengan menyesuiakan kondisi santri sesuai zamannya, agar senantiasi terjaga kelestariannya.
*Mahasantri Tebuireng.