KH. Salahuddin Wahid (foto: istimewa)

Oleh: Ahmad Faozan*

Gus Sholah setelah berhasil menghidupkan kembali Majalah Tebuireng, tak begitu lama memberikan titah kepada santrinya untuk memberikan penghargaan dalam bentuk buku kepada tokoh dan masyayikh Pesantren Tebuireng yang telah wafat. Sebuah penghormatan yang sangat mulia secara khusus kepada para pendahulunya. Dan ini jadi salah satu kisah pendirian Pustaka Tebuireng bermula.

Riwayat perjuangan dan keteladanan para masyayikh kita menarik dibukukan. Memang menuliskan riwayat para tokoh yang sudah wafat lama tidak mudah melacaknya namun bukan berarti tidak mungkin. Selama ada keluarga, sahabat, santri, dan karyanya kita bisa bisa melacaknya sebagai sumber informasi yang lalu diolah menjadi buku.

Dari keinginan kuat Gus Sholah untuk lebih menghargai para pendahulunya dalam bentuk buku sedikit banyak telah membuahkan hasil. Misalnya, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari di mata santri, Biografi KH. Abd. Wahid Hasyim, Biografi KH. Karim Hasyim, Biografi KH. Cholik Hasyim, Biografi KH. Adlan Ali, Biografi KH. Idris Kamali. Buku tentang KH. Syansuri Badawi, KH. Shobari, dan lainnya.

Tidak semua riwayat hidup masyayikh Tebuireng yang lumayan banyak itu dapat satu persatu diterbitkan secara keseluruhan. Beragam faktor, mulai dari kesulitan penggalian data dan lainnya di lapangan. Kendati demikian, sedikit banyak sudah diterbitkan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Berdasarkan hal ini para santri kini dapat mengetahui tokoh masyayikh Tebuireng. Semua kerja keras yang dibangun melalui penerbitan buku. Alhamdulilah, berkat kerja keras teman-teman dan alumni yang menyumbangkan ide, pikiran, waktu, dana dan lainnya sehingga buku-buku masyayikh Tebuireng sebagian besar telah diterbitkan Pustaka Tebuireng. Penerbit buku yang didirikan Gus Sholah.

Setelah projek buku Masyayikh Tebuireng sebagian besar tergarap, Gus Sholah pun mengajak timnya untuk menggarap buku tentang tokoh-tokoh NU. Baik yang tak terlupakan dan yang terlupakan. Buku KH. Saefuddin Zuhri, Dokter Fahmi Saefuddin, Asjmah Sjahruni, Tolchah Mansoer, Mahbub Djunaedi, Zamroni. Tokoh di atas sudah diterbitkan baik dan yang sudah direncanakan telah selesai menunggu antrian akan diterbitkan.

Melalui para tokoh NU dari masa ke masa ini, Gus Sholah mengajak kepada tim kecilnya untuk belajar mengenai keNuan. Agar semakin tahu apa yang dikerjakan dan peristiwa masa lalu ada apa saja. Serta tidak gumunan. Lainnya, tentu masih banyak pelajaran dan nilai keteladanan, jelas banyak manfaatnya buat yang mengerjakan.

Buku adalah kado terbaik. Ketimbang memberi para tamu bingkisan atau uang yang tak seberapa buku adalah solusinya. Itulah yang Gus Sholah sering sampaikan kepada anggota Pustaka Tebuireng lintas generasi.

Sedekah dengan buku merupakan salah satu hal yang sering kita lihat dari beliau. Dengan membaca buku banyak manfaat yang kita raih. Banyak informasi yang tersimpan di dalam buku.

“Kita harus mendorong para santri dan para pengurus agar terus menggali potensi menulis dari dalam diri mereka,” ungkap Gus Sholah. Menurutnya masyarakat yang tidak punya kebiasaan membaca akan kurang mendapat makanan bagi pikiran dan rohani mereka.

Gus Sholah selain gemar sedekah dengan buku juga sangat gemar membaca buku. Ayahnya, KH. Abd. Wahid Hasyim dan mertuanya KH. Saefuddin Zuhri pun demikian. Begitupula Abangnya, Gus Dur dengan buku sangat mencintainya. Mereka gemar membaca dan terampil menulis.

Mereka juga sama-sama gemar membaca Al Qur’an. Minimal, inilah yang kita bisa kita contoh di bulan mulia ini, ya membaca Al Qur’an. Gus Sholah selalu menyediakan buku untuk para tamu istimewanya. Beruntung yang pernah sowan kepada beliau lalu dikasih oleh-oleh buku.

Buku pemberian Gus Sholah untuk tamunya tidak mesti cetakan dari penerbit beliau kadang ditulis penulis luar dan diterbitkan oleh penerbit luar pesantrennya, beliau membeli dalam jumlah banyak dan sengaja untuk kemudian dibagikan.

Yang jelas, jika beliau meminta buku baru dan lama kita selalu siapkan sesuai permintaan beliau. Dalam perpustakaan pribadi Gus Sholah terdapat beragam buku wacana. Koleksinya memang sangat banyak.

Di dalam rak yang tertumpuk rapi itu ada banyak buku tentang biografi tokoh, Hukum, Fikih, Tasawuf, Kebangsaan, dan lainnya. Entah berapa rak buku yang dimiliki dan berapa sekali belanja buku saat keluar kota.

“Silahkan, cari buku sendiri ya, buku yang dimaksud di belakang’ pas masih di ndalem kasepuhan.” “Atau tolong taruh buku itu di ruang kerja saya.” Sebuah pesan beliau yang jelas, lirih, dan masih saya ingat.

Selamat hari buku. Jangan lupa baca buku. Syukur juga mau bersedekah dengan buku. Penerbit akan senang kalau bukunya dibeli dalam jumlah banyak.

*Ketua Unit Penerbitan Tebuireng Jombang.