Oleh : Aulia Rahmah*
Ramadhan disebut juga bulannya al-Qur’an. Dimana pada bulan ini Allah menurukan ayat al-Qur’an pertama kali kepada nabi Muhammad SAW sebagai mu’jizat dan juga sebagai tanda bahwa beliau telah diangkat menjadi rosul untuk alam semesta ini. Bulan ramadhan juga menjadi ajang investasi amal sholeh kelak di hari akhir nanti bagi para muslimin-muslimah dengan memperbanyak ibadah, salah satunya yaitu semakin dekat dengan al-Qur’an. Banyak kita jumpai orang-orang yang sedang tadarus al-Qur’an bersama di mushola maupun di masjid setiap harinya, pagi dan malam. Karena mereka tidak ingin melewatkan kesempatan sedikit pun di waktu-waktu bulan Ramadhan ini kecuali ia manfaatkan dengan membaca mushaf al-Qur’an.
Tidak jarang, bahkan hampir semua umat Islam mengusung target khatam al-Qur’an secara pribadi pada bulan suci ini. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Bahkan ada sekelompok pemuda atau remaja yang mengadakan perlombaan siapa yang paling banyak mengkhatamkan al-Qur’an. Menjadi sebuah prestise tinggi jika bisa mengatakan “Alhamdulillah saya sudah khatam dua kali, Ramadhan ini”. Begitulah kira-kiranya. Terjadi perubahan spiritual yang sangat drastis bila dibandingkan dengan hari-hari di luar Ramadhan. Karena untuk mencapai target khatam al-Qur’an pada bulan Ramadhan mereka harus membaca satu juz setiap harinya, bila diasumsikan 1 bulan ramadhan itu ada 30 hari. Dan satu juz al-Qur’an itu terdiri dari sepuluh lembar mushaf Madani (cetakan Arab Saudi) yang sama dengan 20 halaman Mushaf. Berarti mau tidak mau, kita harus membaca 20 halaman mushaf setiap harinya.
Tetapi semangat mengkhatamkan al-Qur’an di bulan Ramadhan hendaknya tidak digeneralisir untuk semua orang. Bagi mereka yang memang sudah mahir dan mengerti hukum-hukum Tajwid (kaidah membaca al-Qur’an) dan bisa membacanya dengan benar, tidak akan menjadi masalah bagi mereka untuk mengkhatamkan al-Qur’an. Tapi bagi mereka yang belum mahir membaca al-Qur’an atau bahkan belum mengerti hukum-hukum tajwid maka program mengkhatamkan al-Quran ini sungguh sulit dilakukan. Karena sebenarnya membaca Al-Quran dengan tajwid itu –sesuai Ijma’ Ulama- hukumnya fardhu ‘ain.
Menurut pengamatan penulis, pada umumya orang yang memang sudah mahir membaca al-Qur’an dan tentu saja mereka sangat mengerti hukum tajwid, membaca 1 juz atau 20 halaman mushaf Al-Qur’an itu membutuhkan waktu 60-90 menit (1 sampai 1,5 jam). Itu bagi mereka yang lancar membacanya. Tapi bagi mereka yang belum lancar dan mungkin belum mengerti hukum-hukum tajwid, tentunya akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Tetapi karena memang keinginan besarnya dan sudah menjadi target Ramadhan dari jauh-jauh hari, ia paksakan untuk bisa mengkhatamkan al-Qur’an di bulan suci ini. Akhirnya ia membaca sesukanya, tanpa peduli dengan kaidah-kaidah hukum tajwid, tergesa-gesa dan terus membaca walaupun salah, karena memang belum mengerti, yang penting bisa memenuhi target baca satu hari satu juz bahkan lebih. Yang terjadi akhirnya mereka bukan membaca al-Qur’an, tapi justru malah mengurangi kehormatan al-Qur’an itu sendiri karena telah dibaca seenaknya, sesukanya, padahal ada kaidah yang harus diikuti. Alih-alih ingin menghargai dan menghormati al-Qur’an dengan mengkhatamkannya, tapi mereka malah menghinakannya.
Padahal Allah telah memerintahkan dalam surat Al-Muzammil ayat 4: “….. dan bacalah al-Qur’an dengan perlahan-lahan (tartil)”, dan juga pada surat al-Qiyamah ayat 16: “ jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca al-Qur’an) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya”. Sekalipun dalam hadits nabi telah dijelaskan bahwa siapapun yang membaca al-Qur’an pasti mendapat pahala walaupun ia tidak mengerti artinya atau tidak paham kaidahnya, bahkan mendapat dua pahala. Tapi itu bagi mereka yang mau terus belajar mempelajari kaidah-kaidahnya, bukan untuk kejar target khatam al-Qur’an tanpa mau belajar sebelum atau sesudah bulan Ramadhan seperti kebanyakan yang orang kerjakan belakangan ini.
Lalu Bagaimana?
Semangat beribadah di bulan Ramadhan ini harusnya juga di implementasikan dengan melakukan ibadah sesuai kaidah yang telah ditetapkan oleh syari’ah itu sendiri. Dan di bulan Ramadhan ini, baiknya kita konversi semangat mengkhatamkan al-Qur’an itu menjadi semangat “Belajar Tajwid”. Jadi bulan Ramadhan ini sebutan barunya ialah “Bulan Tajwid”.
Tidak ada lagi cara kita untuk bisa lancar membaca al-Qur’an dan mengerti hukum serta kaidah-kaidahnya kecuali dengan kita mempelajari Tajwid itu sendiri. Karena ulama sejagad raya ini telah bersepakat bahwa mambaca al-Quran dengan tajwid itu hukumnya fardhu ‘ain. Artinya kewajiban itu sama seperti kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan secara personal masing-masing muslim. Tidak ada tawar-tawaran lagi.
Waktu-waktu yang awalnya telah kita jadwalkan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an (tapi dengan bacaan salah), kita rubah dengan belajar tajwid. Entah itu dengan mendatangi kawan yang mengerti guna memintanya mengajarkan kita tajwid, atau mendatangi seorang ustadz/kyai. Bisa juga kita mengikuti halaqah-halaqah tajwid yang biasa banyak digelar di masjid-masjid sekitar rumah kita masing-masing.
Satu bulan ini kita khatamkan ilmu tajwid itu, sehingga nantinya ketika keluar bulan Ramadhan ini kita sudah mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar (InsyaAllah). Akhirnya bulan Ramadhan yang akan datang kita sudah siap dengan segudang target, baik itu mengkhatamkan al-Qur’an ataupun yang lainnya.
Jika seseorang telah mahir dalam membaca al-Qur’an namun belum mampu membaca satu juz setiap harinya, maka bisa disiasati dengan membaca Al-Qur’an 15 juz dalam 1 bulan sebelum Ramadhan. Jadi saat Ramadhan tiba kita tinggal menyelesaikan 15 juz saja, kemudian dengan tenang menantikan detik-detik pembacaan do’a khotmil Qur’an.
Tidak salah memang orang membaca al-Qur’an. Namun target-target yang demikian sebaiknya dibarengi dengan kemampuan yang mumpuni, dalam hal ini mengerti hukum dan kaidah bacaan al-Qur’an. Membaca sendiri dengan dibimbing oleh guru atau ustadz tentu berbeda hasilnya. Karantina diri dalam Ramadhan tahun ini dengan belajar Tajwid dan kaidah bacaan al-Qur’an lain. Ramadhan tahun depan kita sudah siap lahir dan batin bersahabat dengan al-Qur’an dengan target-target tertentu sesuai dengan kemampuan. Tentunya menjadi kesan tersendiri membaca kitab suci dengan ilmu mumpuni, akan semakin khusu’ dan qalbun muthmainnun. Wallahu a’lam bisshowaab.
*Mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari dan aktif di komunitas penulis muda Tebuireng, Sanggar Kepoedang