Dalam kehidupan sehari-hari, barangkali kita sering mendengar cerita atau dongeng dari guru dan kiai bahkan dari buyut kita tentang kehidupan ruh yang sudah berpisah dari jasadnya. Menurut mereka seseorang yang baru meninggal ruhnya masih berkeliaran di rumahnya bahkan cerita yang berkembang di zaman modern seperti sekarang ini bahwa ruh-ruh orang yang sudah meninggal akan kembali ke rumahnya pada malam jum’at untuk melihat anak keturunannya dan juga untuk mengetahui apakah mereka masih ingat dan mendoakan ruh tersebut.
Tentang persoalan kembalinya ruh ke tengah-tengah keluarganya, Ibnu Abbas meriwayatkan, “Setiap hari raya, hari Asyura’, hari jum’at pertama dari bulan Rajab, malam pertengahan bulan Sya’ban (Nishfu Sya’ban), malam Lailatul Qadar, dan malam jum’at, arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia akan keluar dari kubur menuju ke rumahnya masing-masing (hlm.138).”
Maka tak heran jika di pedesaan-pedesaan, tradisi membakar kemenyan lengkap beserta hidangannya masih dilestarikan sampai saat ini. Mereka melakukan itu untuk menghormati ruh-ruh leluhur mereka yang dipercaya berkunjung ke rumahnya setiap malam jum’at. Jika pembaca meluangkan waktunya untuk membaca buku terjemahan ini, tentu apa yang dikisahkan oleh kakek-nenek kita dan kiai memang benar adanya, bukan fiktif belaka. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang dikabarkan di dalam buku ini yang dilengkapi dengan dalil berdasarkan al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa saat ruh mau berpisah dari jasadnya (saat naza’), itu menjadi moment yang tepat bagi setan untuk merampas keimanan seorang hamba. Berbagai tipu muslihat dikerahkan oleh setan untuk mencapai keinginannya. Adapun orang yang beruntung, ia akan selamat dari tipu muslihat setan dan meninggal dengan membawa iman. Karena pada hakikatnya, berpisahnya ruh dari jasad, bukanlah perpisahan seorang hamba dengan Tuhannya (hlm.65). Imam Abu Hanifah pernah bertutur bahwa dosa yang paling membahayakan iman adalah karena tidak mensyukuri keimanan, tidak takut pada adanya akhir hidup, dan tidak takut berbuat zalim terhadap orang lain. Seseorang yang di dalam hatinya terdapat tiga perkara itu, kebanyakan mereka meninggal dunia dalam keadaan tidak membawa iman, kecuali orang-orang yang mendapat pertolongan Allah (hlm.61).
Buku setebal 353 halaman ini secara eksplisit ingin mengajak kita untuk senantiasa menjauhi segala maksiat , dosa, dan segala perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah. Dan mendorong kita untuk memperhatikan dan memperbanyak amal kebaikan seperti bersedekah, puasa, membantu orang lain dan amal yang lain sebagai bekal nanti di kehidupan yang abadi dan tidak ada ujungnya. Dengan melakukan amal baik berarti kita sudah mempersiapkan bekal untuk menghadapi peristiwa sakaratul maut. Karena sudah menjadi ketentuan Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian, yang mana kematian merupakan peristiwa berpisahnya ruh dari jasadnya.
Setiap kali Allah swt. Menghendaki nyawa seorang hamba dicabut, Allah mengutus Malaikat Maut untuk menghampiri si hamba itu untuk mencabut nyawanya (hlm.53). Jika hamba itu senantiasa menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan amal baik maka anggota tubuhnya akan menjadi saksi baginya sehingga Malaikat Maut tidak bisa mencabut nyawanya. Setelah Malaikat Maut tidak mampu untuk mendekati hamba tersebut, ia mengadukannya kepada Allah. Mendengar pengaduan tersebut, Allah pun berfirman, “Wahai Malaikat Maut, tulislah nama-Ku di atas telapak tanganmu. Lalu tunjukkanlah kepada ruh hamba-Ku itu. Maka ketika melihat nama-Ku itu, ia akan bersedia keluar dari jasadnya.” Kemudian Malaikat Maut menjalankan perintah Allah, dan ternyata ruh itu pun mempercayai Malaikat Maut. Berkat asma Allah itu, ruh keluar sendiri dari jasad hamba itu sehingga ia tidak merasakan sakitnya sakaratul maut. (hlm.54).
Setelah manusia mati, ia tidak akan bisa melakukan amal baik. Karena semua amal baik hanya bisa dilakukan ketika masih di dunia. Banyak riwayat yang menjelaskan bahwa orang yang sudah masuk dalam kubur meminta kepada Allah untuk dikembalikan ke dunia. Mereka meminta itu tidak lain hanya untuk melakukan amal baik dan menyesali perbuatan-perbuatannya ketika masih hidup di dunia. Dalam hal ini Allah telah memerintahkan kita untuk melakukan amal baik sebelum kematian menghampiri kita. Karena ketika nyawa sudah ada di kerongkongan, kita tidak akan bisa melakukan apa-apa kecuali menghadapi sakaratul maut.
Potret yang digambarkan di dalam buku ini tidak hanya seputar kehidupan menjelang kematian manusia saja, akan tetapi segala yang berkaitan dengan alam kubur, seperti menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, malaikat Ruman datang ke kubur dan yang lainnya disajikan di dalam buku ini dengan sangat apik. Tidak hanya itu, gambaran tentang kehidupan di surga-neraka beserta kenikmatan surga dan segala bentuk siksa neraka juga dipaparkan di dalam buku ini. Maka, setelah membaca buku ini, pembaca dituntut untuk merenungi satu persatu kisah yang ada dalam buku ini sehingga nantinya dapat mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya.
Buku ini secara garis besar berisi berbagai riwayat dan kisah tentang keadaan dan penciptaan makhluk dari awal penciptaan hingga proses kematian, dilanjutkan dengan pembahasan tentang perjalanan roh manusia setelah kematiannya dan informasi mengenai wujud para malaikat, cara mereka melaksanakan tugasnya masing-masing dan diparipurnai dengan pembahasan tentang keadaan surga dan neraka.
Kisah-kisah dalam buku ini, tidak akan membuat bosan untuk dibaca. Selain bisa mempertebal iman, menelaah satu persatu kisah-kisah dalam kitab Daqaiqul Akhbar ini juga akan membawa kita pada suasana batin yang benar-benar khusyuk. Bahkan, tak jarang membangkitkan gairah kita untuk lebih bersemangat dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.Melalui buku ini, kita akan diajak berwisata rohani. Sebuah visualisasi spiritual yang bisa menggetarkan jiwa dan akal kita. Maka dari itu, salah satu “syarat” untuk membaca buku terjemahan ini adalah dengan iman yang haqqul yaqin (yakin dengan seyakin-yakinnya) bahwa hal-hal gaib tersebut adalah benar (haq) adanya, sebagaimana yang selalu diperingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an maupun Hadis.
Keunggulan buku ini dapat dilihat dari isinya yang mana kitab ini merupakan kitab yang populer di kalangan pesantren Indonesia. Karena dalam tradisi keilmuan pesantren tradisional di Indonesia, kitab ini merupakan “diktat” wajib yang diajarkan oleh para kiai untuk menempa tauhid dan akhlak para santrinya. Dan juga buku yang ada di tangan pembaca ini merupakan edisi terbaru yang sebelumnya sudah ada buku yang seperti ini. Tapi buku yang ini lebih elegan dan menggunakan hard cover yang membuat nilai lebih dari buku sebelumnya.
Maka, buku ini saya kira sangat baik untuk dibaca oleh setiap umat muslim, guna menambah keimanan kita kepada Allah swt. dan kepada hal-hal yang gaib. Meskipun kisah-kisah yang ada dalam kitab ini benar atau salah, tentu saja hanya Allah yang lebih mengetahuinya. Karena pada hakikatnya, kita hanya dituntut untuk mengimani kepada hal-hal yang gaib seperti mengimani adanya malaikat, terjadinya hari kiamat dan sebagainya.
Judul | DAQAIQUL AKHBAR Kehidupan Sebelum Dan Sesudah Kematian |
Penulis | Syekh Abdurrahman Bin Ahmad Al-Qadhi |
Penerbit | TUROS PUSTAKA |
ISBN | 978-623-7327-48-6 |
Halaman | 353 halaman |
Cetakan | I, Oktober 2020 |
Peresensi | M.Rizal (Santri Pondok Pesantren Annuqayah) |