“Coba kayak kakak kamu, udah rajin, pinter, sering juara sangat membanggakan orang tua, lah kamu?” atau “Cobalah seperti adik kamu, walau dia lebih muda tapi tahu caranya membahagiakan orang tua, selalu beruntung dapat ranking kelas, blab la blaaa…”
Salah satu hal yang biasa dihadapi saudara kakak beradik adalah kondisi dibandingkan oleh orang tuanya sendiri. Bisa jadi seorang kakak lebih hebat akhirnya seorang adik diminta seperti kakaknya, atau sebaliknya seorang kakak yang setiap saat selalu mendapat tuntutan menjadi teladan adiknya. Dan banyak sekali contoh lain.
Dalam hal ini, keseimbangan dan keadilan dalam memahami keberadaan anak-anak dalam sebuah keluarga adalah hal yang sangat penting bagi perkembangan psikologis dan emosional mereka. Terlebih lagi dalam keluarga yang memiliki lebih dari satu anak, dinamika ini sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua.
Salah satu aspek yang sering dipertanyakan adalah bagaimana orang tua seharusnya memperlakukan setiap anak dengan cara yang adil, tanpa membandingkan satu anak dengan yang lain, baik dalam hal prestasi maupun kemampuan. Menjaga keseimbangan dan keadilan seperti ini tidak hanya menciptakan lingkungan yang harmonis di dalam keluarga, tetapi juga mendukung perkembangan karakter dan mental anak-anak itu sendiri.
Sebagai makhluk yang memiliki kepribadian dan potensi yang berbeda-beda, setiap anak memiliki cara belajar, minat, dan kemampuan yang unik. Jika orang tua terus-menerus membandingkan anak-anaknya berdasarkan prestasi atau kemampuan, baik itu dalam akademik, olahraga, atau kegiatan lainnya, maka bisa muncul rasa ketidakpuasan yang mendalam pada salah satu atau kedua belah pihak.
Anak yang merasa selalu dibayangi oleh prestasi kakaknya, misalnya, bisa merasa rendah diri, tidak dihargai, atau bahkan merasa bahwa usaha mereka tidak cukup berarti. Sebaliknya, anak yang lebih sering dipuji karena prestasinya mungkin merasa terbebani oleh ekspektasi tinggi, bahkan bisa terjebak dalam kecemasan yang berlebihan.
Fenomena perbandingan antar saudara dalam keluarga sering kali berakar pada harapan dan cita-cita orang tua. Orang tua yang ingin melihat anak-anaknya sukses kadang tidak sadar bahwa cara mereka memuji atau menilai satu anak lebih dari yang lain dapat menciptakan ketegangan. Mungkin mereka berpikir bahwa dengan memberikan apresiasi yang lebih pada satu anak yang berprestasi, mereka dapat mendorong anak yang lain untuk berusaha lebih keras. Namun, pendekatan semacam ini justru dapat berisiko menciptakan perasaan ketidakadilan di mata anak-anak yang merasa tidak dihargai.
Keberadaan keseimbangan dalam mendidik anak-anak bukan berarti mengabaikan perbedaan kemampuan dan prestasi yang ada, tetapi lebih pada cara orang tua memandang dan merespons perbedaan tersebut. Setiap anak perlu diperlakukan sesuai dengan kebutuhan dan potensinya, tanpa perlu membandingkannya dengan anak lainnya.
Misalnya, anak yang memiliki bakat dalam bidang musik mungkin tidak memiliki kemampuan yang sama dalam olahraga, namun itu tidak berarti bahwa anak tersebut kurang berharga. Begitu pula sebaliknya, anak yang unggul dalam bidang akademis mungkin tidak berbakat dalam seni atau kreativitas. Oleh karena itu, orang tua harus lebih bijak dalam memberikan perhatian, apresiasi, dan dukungan tanpa terjebak dalam perbandingan.
Orang tua yang bijak akan memahami bahwa setiap anak memerlukan pendekatan yang berbeda sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan mereka. Anak pertama, misalnya, mungkin lebih matang dalam hal tanggung jawab, sementara anak kedua bisa lebih emosional atau membutuhkan perhatian lebih. Perbedaan ini bukanlah sebuah kelemahan, tetapi merupakan kekayaan yang dapat membentuk keunikan masing-masing individu. Keadilan dalam keluarga tidak berarti perlakuan yang sama terhadap setiap anak dalam segala hal, tetapi perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka.
Lebih jauh lagi, penting bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai empati, kerja keras, dan ketekunan tanpa menilai anak berdasarkan hasil yang terukur seperti nilai ujian atau penghargaan. Terkadang, proses belajar itu sendiri jauh lebih berharga daripada hasil akhirnya. Dengan memberikan dukungan yang adil kepada masing-masing anak, orang tua memberi kesempatan kepada mereka untuk berkembang sesuai dengan kecepatan dan cara masing-masing. Dalam konteks ini, keadilan bukanlah tentang memberi perlakuan yang sama, tetapi tentang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anak untuk menunjukkan potensi terbaik mereka.
Menghindari perbandingan antara anak juga membantu menciptakan ikatan yang lebih kuat di antara saudara-saudara. Ketika anak-anak merasa bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa harus bersaing untuk mendapatkan perhatian orang tua, hubungan mereka dengan saudara-saudara mereka cenderung lebih harmonis. Mereka akan belajar untuk saling mendukung dan merayakan pencapaian masing-masing, tanpa merasa terancam atau iri.
Dalam hal ini, peran orang tua sangat besar dalam menciptakan suasana keluarga yang mendukung, penuh kasih, dan adil. Seorang orang tua yang bijaksana akan melihat setiap anak sebagai individu yang unik, dengan potensi dan tantangan yang berbeda-beda. Mereka akan memahami bahwa keberhasilan seorang anak tidak dapat diukur dengan cara yang sama untuk setiap anak. Dengan demikian, orang tua akan lebih fokus pada cara terbaik untuk mendukung perkembangan setiap anak, sesuai dengan kekuatan dan minat mereka, tanpa terjebak dalam perbandingan yang bisa merusak rasa percaya diri dan hubungan antara saudara-saudara.
Pandangan kesetaraan dan berkeadilan dalam keluarga bukan hanya tentang menghindari perbandingan yang merugikan, tetapi juga tentang menciptakan ruang bagi setiap anak untuk tumbuh dan berkembang dengan cara yang mereka inginkan. Dengan pendekatan ini, orang tua dapat memastikan bahwa setiap anak merasa dihargai, diterima, dan didukung dengan cara yang sesuai dengan keunikan mereka masing-masing.
Pewarta: Albii