BUKAN SILENT IS GOLD !

Paruh akhir tahun 1970-an pesantren Tebuireng sontak mendadak sangat ramai. Maklum, tokoh tokoh gerakan mahasiswa 1977-1978 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi ternama di tanah air seperti UI, ITB, IPB, UNAIR, ITS dan lainnya “tumplek bleg” hadir dan menginap di pesantren Tebuireng. Tentu, atas ajakan dan undangan KH Yusuf Hasyim yang sekaligus politisi, vokalis Senayan dan “good politiciant” yang sangat disegani saat itu.

 Ada diskusi di helat dan orasi dari tokoh tokoh mahasiswa seperti Lukman Hakim, Herry Akhmadi, Harun al-Rasyid, Bram Zakir dan lainnya. Tiba tiba pesantren Tebuireng riuh rendah dengan slogan politik dan memang suhu politik nasional tengah memanas. Di sela sela hiruk pikuk serba berbau politik itulah, sebagian mahasiswa ada yang “nyelonong” sowan dan mengajak berbincang Yai Ka’. Kebayang, beliau yang pendiam itu ditarik dalam pusaran politik nasional dari kacamata pesantren.

Betapa kewalahan menghadapi Yai Ka’ yang hemat bicara dan selalu mengandalkan responnya dengan senyuman itu. Memanglah, jika ingin tahu di antara sosok yang begitu mirip mengekspresikan teks hadits Nabi perihal laku diam, Yai Ka’-lah orangnya. Bila tak kuasa berbincang yang baik, pilihlah sikap diam. Diam seperti itu adalah bagian dari sikap bijak dan penanda kesempurnaan iman. Menarik, justru Islam tak menggunakan istilah emas sebagai pengibaratan dari urgensi diam, melainkan menautkannya dengan iman.

Laku diam Yai Ka’ mirip pula dengan mursyid tarekat KH Muslih Abdurrahman, Mranggen Demak. Di ruang tamu beliau terpampang kaligrafi yang mencolok, “Al-muslimu man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi”. Ini pengalaman saya mendampingi Prof Dr Martin van Bruinessen melakukan safari antropologisnya untuk menyempurnakan buku “Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia”, selain di Giri Kusumo ketemu tokoh tarekat Kahlidiyah KH Nadzif Zuhri, di Mranggen bertemu kiai Muslih yang berjejuluk “abu al-mursyid”. Betapa susahya, memancing beliau “ngendiko”. Tidak jarang pula, kiai Muslih tangannya menunjuk ke arah kaligrafi yang memuat pesan “ajaran diam”.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

(Catatan:  H. Cholidy Ibhar santri Tebuireng angkatan 1970-1980. Kini menjadi Dosen di IAINU dan Direktur Local Govermen Reseach dan Consulting, tinggal di Kebumen Jawa Tengah)