Tebuireng.online— Santri Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari asal Purworejo yang masih hidup dan menjadi saksi mata kehidupan beliau, KH. Abdurrahman Bajuri berkomentar tentang NU dahulu dan sekarang. Hal itu disampaikan ketika diwawancarai oleh Tebuireng Online di sela-sela acara Temu Alumni XII dan Munas V Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (Ikapete) pada Sabtu (22/07/2017) lalu.
Kiai 96 tahun itu menjelaskan bahwa tujuan Hadratussyaikh dalam mendirikan NU adalah untuk menyatukan umat dan mencapai kemerdekaan Indonesia. Artinya, menyatukan umat untuk mencapai kebaikan, baik dalam segi keagamaan, maupun sosial kemasyarakatan.
“Semua itu sudah tercantum di AD/ART yang dibuat oleh Hadratussyaikh. NU sendiri didirikan oleh Hasratussyaikh Hasyim Asyari melalui mujahadah dan istikharah bersama ulama seluruh Indonesia,” kata beliau yang nyantri di Tebuireng sejak 1938-1945 itu.
Dalam kesempatan lain, Kiai Abdurrahman pernah berujar bahwa jumlah ulama se-Indonesia yang bermujahadah di Tebuireng atas undangan Hadratussyaikh berjumlah sekitar 600-700 orang.
Selain itu, pertama kali menginjakkan kaki di Tebuireng untuk nyantri di tahun 1938, Kiai Abdurrahman mengaku sudah menemukan bendera Merah Putih berkibar di Tebuireng dan para santri sudah menyanyikan lagu Indonesia Raya karangan WR. Supratman.
Ditanya soal keadaan NU sekarang ini, beliau meminta agar berpegang dengan AD/ART yang dibuat oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan para ulama. “Dengan berpegang akan menjadi organisasi yang baik seperti zamannya Mbah Hasyim,” kata beliau di Dalem Kasepuhan Pesantren Tebuireng.
Beluau juga menjelaskan bahwa di dalam tubuh NU dahulu terdapat dua fungsi, yaitu fungsi keagamaan/pesantren yang ditangani oleh Mbah Hasyim, dan fungsi politis yang dipasrahkan kepada putra beliau, KH. Wahid Hasyim. Dua ini tidak dicampuradukkan sehinga berjalan beriringan.
“Lah, sekarang, bagian fungsi ulama dengan mudah masuk ke politik, maka sering terjadi benturan/ikut campur antara kedua kepentingan. Insyaallah kalau komitmen tidak mencampuradukan keduanya, akan baik,” pungkas Kiai yang dulu mulai nyantri di Tebuireng pada usia 17 tahun itu.
Pewarta: Zaenal Karomi
Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin