Oleh: Ustadz Zaenal Karomi*

Pertanyaan:

Assalamualaikum. Seandainya orang luka parah di tangan kanan lalu dia tidak bisa wudu/tayamum, boleh tidak tangan kanan itu tidak terbasuhi air/debu saat wudu/tayamum? Berdasasrkan kaidah adorurotu tubihul mahdzurot/almasaqotu tajlibu taisir?

Dede Dendi Bandung

Jawaban:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Wa’alaikumsalam Wr WB., Mas Dendi. Salah satu fardu wudu adalah membasuh kedua tangan sampai siku-siku. Selain itu, juga harus membasuh sedikit bagian tangan yang melewati siku-siku agar mantap kesempurnaan dalam basuhan pada siku-siku. Tak terkecuali bagi orang yang mengalami musibah seperti terdapat luka pada bagian tangan yang wajib dibasuh tersebut, bahkan sampai diperban (Shohibul Jabair) guna mempercepat proses penyembuhan atau menghindari dampak penyakit lainnya, yaitu infeksi dan semakin tambah parah lukanya. Sesuai dengan keterangan kitab Mughni al Muhtaj ila Ma’rifarti Alfadhi al Manhaj dan Kitab Hasyiyah Qalyubi wa ‘Amirah di bawah ini.

فَإِنْ كَانَ) عَلَى الْعُضْوِ الَّذِي امْتَنَعَ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ فِيهِ سَاتِرٌ ( كَجَبِيرَةٍ لَا يُمْكِنُ نَزْعُهَا ) لِخَوْفِ مَحْذُورٍ مِمَّا تَقَدَّمَ بَيَانُهُ ، وَكَذَا اللَّصُوقُ بِفَتْحِ اللَّامِ وَالشُّقُوقُ الَّتِي فِي الرِّجْلِ إذَا احْتَاجَ إلَى تَقْطِيرِ شَيْءٍ فِيهَا يَمْنَعُ مِنْ وُصُولِ الْمَاءِ . وَالْجَبِيرَةُ بِفَتْحِ الْجِيمِ وَالْجِبَارَةُ بِكَسْرِهَا خَشْبٌ أَوْ قَصَبٌ يُسَوَّى وَيُشَدُّ عَلَى مَوْضِعِ الْكَسْرِ أَوْ الْخَلْعِ لِيَنْجَبِرَ . وَقَالَ الْمَاوَرْدِيُّ : الْجَبِيرَةُ مَا كَانَ عَلَى كَسْرٍ ، وَاللَّصُوقُ مَا كَانَ عَلَى جَرْحٍ ، وَمِنْهُ عِصَابَةُ الْفَصْدِ ، وَنَحْوِهَا . وَلِهَذَا عَبَّرَ الْمُصَنِّفُ بِالسَّاتِرِ لِعُمُومِهِ وَمَثَّلَ بِالْجَبِيرَةِ ، وَإِذَا عَسُرَ عَلَيْهِ نَزْعُ مَا ذُكِرَ ( غَسَلَ الصَّحِيحَ ) عَلَى الْمَذْهَبِ ؛ لِأَنَّهَا طَهَارَةٌ ضَرُورَةٌ فَاعْتُبِرَ الْإِتْيَانُ فِيهَا بِأَقْصَى الْمُمْكِنِ

مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج 1/ 448

 وَإِنْ كَانَ بِالْعُضْوِ سَاتِرٌ ( كَجَبِيرَةٍ لَا يُمْكِنُ نَزْعُهَا ) بِأَنْ يَخَافَ مِنْهُ ، مَحْذُورٌ مِمَّا سَبَقَ  غَسَلَ الصَّحِيحَ وَتَيَمَّمَ كَمَا سَبَقَ ) ( وَيَجِبُ مَعَ ذَلِكَ مَسْحُ كُلِّ جَبِيرَتِهِ بِمَاءٍ ) اسْتِعْمَالًا لِلْمَاءِ مَا أَمْكَنَ  وَقِيلَ بَعْضُهَا ) كَالْخُفِّ ، وَلَا يَتَأَقَّتُ مَسْحُهَا ، وَيَمْسَحُ الْجُنُبَ مَتَى شَاءَ وَالْمُحْدِثُ وَقْتَ غَسْلِ الْعَلِيلِ ، وَاحْتَرَزَ بِمَاءٍ عَنْ التُّرَابِ فَلَا يَجِبُ مَسْحُهَا بِهِ إذَا كَانَتْ فِي مَحَلِّ التَّيَمُّمِ ، وَيُشْتَرَطُ فِيهَا لِيَكْتَفِيَ بِالْأُمُورِ الثَّلَاثَةِ الْمَذْكُورَةِ أَنْ لَا تَأْخُذَ مِنْ الصَّحِيحِ إلَّا مَا لَا بُدَّ مِنْهُ لِلِاسْتِمْسَاكِ ، وَلَوْ قَدَرَ عَلَى غَسْلِهِ وَجَبَ بِأَنْ يَضَعَ خِرْقَةً مَبْلُولَةً عَلَيْهِ وَيَعْصِرُهَا لِيَنْغَسِلَ بِالْمُتَقَاطَرِ مِنْهَا ، وَسَيَأْتِي أَنَّ الْجَبِيرَةَ إنْ وُضِعَتْ عَلَى طُهْرٍ لَمْ يَجِبْ الْقَضَاءُ أَوْ عَلَى حَدَثٍ وَجَبَ

435/1 كتاب حاشيتا قليوبي و عميرة

Dalam berwudu, ada penjelasan mengenai tata cara yang harus dilakukan sebagai berikut:

Posisi luka seseorang, akan memberikan pengaruh terhadap tata cara berwudu yang harus dilakukannnya.

  1. Apabila luka berada di selain anggota wudu seperti perut, dada. Punggung dan sebagainya, maka keberadaan luka itu tidak mempengaruhi. Dalam artian, wudu yang dilalukan oleh orang itu sama persis dalam kondisi normal, tidak perlu menyempurnakannya dengan tayammum.
  2. Apabila luka berada pada anggota wudu seperti kaki, wajah, dan tangan, yang dikhawatirkan luka itu akan menimbulkan bertambahnya penyakit, lamanya proses penyembuhan dan sebagainya, maka cara berwudunya adalah dengan membasuh atau mengusap anggota wudu yang sehat sesuai urutan. Kemudian disaat giliran membasuh atau mengusap anggota wudu yang terluka diganti dengan bertayammum. Jadi, misalkan seorang memiliki luka pada tangannya, maka tayammum dilakukan setelah membasuh wajah dan sebelum mengusap sebagian kepala.

Tata cara berwudhu’ bagi orang yang memiliki luka yang tidak diperban sebagai berikut:

  1. Lakukanlah basuhan atau usapan pada anggota wudu yang sehat sesuai dengan urutannya (tartib).
  2. Apabila ingin membasuh/mengusap anggota wudu yang terdapat luka, maka lakukanlah tayammum sesuai ketentuan-ketentuan dalam tayammum. Selain itu, apabila luka berada dalam pada anggota tayammum, maka luka tersebut harus diusap dengan debu yang suci selagi bisa. Apabila tidak bisa, dalam artian akan menimbulkan madlarat yang lebih dahsyat, maka cukup mengusap bagian yang tidak terluka dengan debu. Namun, dia harus mengulangi shalatnya karena wudhu’ dan tayammumnya tidak sempurna. (walaupun dia harus mengulangi shalatnya, dia tetap wajib melaksanakan shalat untuk menghormati waktunya shalat fardu (shalat lihurmatil wakti) pada saat itu juga, dalam artian ketika dia meninggal sebelum mengqodonya, maka dia tidak mendapat dosa.
  3. Setelah selesai bertayammum, maka basuhlah bagian kulit yang sehat disekitar luka dengan hati-hati. Dengan cara menekan kain yang telah dibasahi dengan air pada bagian sekitar luka, dengan demikian air yang menyentuh bagian tersebut adalah air yang mengalir.

Tata cara bagi orang yang memilik luka yang diperban sebagai berikut:

  1. Lakukanlah basuhan atau usapan pada anggota wudu yang sehat sesuai dengan urutannya.
  2. Pada saat ingin membasuh anggota wudu yang terluka (diperban), maka lakukanlah tayammum.
  3. Setelah selesai melakukan tayammum, maka orang tersebut harus melakukan hal sebagai berikut:
  4. Apabila orang tersebut memungkinkan untuk melepas perban, maka lepaslah perban itu agar dapat membasuh daerah pada sekitar luka yang tertutup perban. (membuka perban hukumnya wajib, apabila luka itu dirasa aman, perban berada pada anggota tayammum, atau selain anggota tayammum, tetapi kondisi perban melebar sampai menutupi bagian yang sehat.
  5. Selanjutnya, usapkan air di atas perban secara merata. (dalam konteks anggota wudu wajib dibasuh atau diusap memiliki tiga keharusan. Maksudnya perban tidak wajib dibuka, yaitu bertayammum, membasuh bagian-bagian yang sehat, dan mengusap perban dengan air, jika kondisi perban melebar sampai menutupi bagian yang sehat dan tidak mampu mengusap bagian sehat itu dengan air).

Demikian tata cara mengusap anggota wudu yang sedang mengalami luka. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng dan penggerak Bahtsul Masail di Pesantren Tebuireng