sumber foto: tebuireng.online/rr

Oleh: Ibnu Ubaidillah*

Makna pegon adalah makna jawa yang ditulis dengan huruf hijaiyah. Memaknai pegon merupakan kearifan santri yang menjadi tradisi turun temurun dan masih dilestarikan hingga saat ini. Munculnya role model makna pegon jika kita telusuri merupakan kebiasaan orang-orang jawa zaman dahulu, untuk mencatat nasihat-nasihat atau ilmu dari seorang guru yang ditulis dangan diksi huruf tradisional.

Namun dengan seiring bertumbuhnya pesantren di jawa maka penggunaan diksi huruf tradisional diganti dengan huruf hijaiyah. Hal ini bukan bertujuan untuk menghilangkan tradisi sebelumnya, namun lebih condong kepada pengenalan dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an.

Jawa pegon sebenarnya hanya merupakan ungkapan yang digunakan oleh orang jawa, sedangkan untuk orang Sumatera dan Malaysia, disebut dengan aksara Arab-Melayu. yang mana tulisan ditulis dengan bahasa lokal, karena bukan bahasa Jawa saja, tetapi juga bahasa Sunda, bahasa Bugis, dan bahasa Melayu.

Keberadaan Jawa Pegon di Nusantara sangat erat kaitannya dengan syiar agama Islam, yang mana upaya yang dilakukan oleh ulama dalam menyebarkan agama Islam.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Penerapan penerjemahan kitab kuning dengan menggunakan Jawa Pegon dalam pengajarnya, dipaparkan melalui contoh sebagai berikut: “(alhamdu utawi sakabehane  jinise puji iku li-lláhi tetep kagungane allah)”

Meski pakem asli dari huruf pegon tak pernah ditemukan, namun dalam beberapa buku daerah klasik dapat ditemukan huruf pegon dengan karakter yang hampir  sama satu sama lain.

Dari beberapa kategori penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa produktivitas kiai atau ulama, semestinya merasuk dalam kehidupan keilmuan masyarakat. Makna pegon, makna melayu, bugis, dan makna bahasa lokal lainnya, bukan hanya warisan masa lalu, akan tetapi itu semua merupakan kekayaan non materi dan bukti produktivitas kiai.

*Santri Tebuireng.