Ilustrasi: dunia kesehatan di Indonesia (Ist)

Kesehatan menjadi suatu hal penting bagi masyarakat, terlebih biaya kesehatan yang tidak cukup murah. Hal ini timbul masalah, lantaran masyarakat lebih memilih untuk berobat ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia dan negara sekitar yang lainnya.

Presiden Jokowi mengaku bahwa, Indonesia rugi 180 Triliun akibat warganya yang pilih berobat di luar negeri. Menurut Presiden Jokowi hal tersebut dikarenakan dipengaruhi kemampuan produksi bahan baku farmasi di dalam negeri yang perlu di tingkatan. Melalui data yang dilaporkan, pelayanan kesehatan banyak dimanfaatkan adalah pemeriksaan kesehatan rutin (MCU), dan layanan kesehatan yang lain seperti layanan terkait penyakit kanker, bedah atau operasi, kesehatan reproduksi, kesehatan ibu anak, dan kesehatan tradisional.

Lalu mengapa masyarakat lebih memilih berobat di luar negeri?

Pertama, beberapa masyarakat mengaku bahwa dokter di Indonesia salah diagnosa pasiennya. Salah satunya kasus dari Kiki Saputri mengaku bahwa mertuanya didiagnosa mengalami stroke kuping, padahal ketika ia berobat di Singapura dan mengatakan diagnosanya hanya mengalami flu jadi hanya bindeng di telinga. Perbedaan diagnosa di dalam negeri dan luar negeri ini seringkali menjadi ketidakpercayaan masyarakat. Apa jangan-jangan dokter di Indonesia belum benar benar menguasai keilmuan mereka?

Kedua, pelayanan administrasi yang rumit dan dipersulit, masyarakat mengaku ada perbedaan administrasi antara layanan pengguna BPJS dan layanan masyarakat umum. Dimana masyarakat umum jauh lebih didahulukan dibandingkan pengguna layanan BPJS. Masyarakat umum cenderung setelah periksa langsung bayar berbeda dengan sistem BPJS. Biaya yang dikeluarkan oleh BPJS kepada pihak rumah sakit terbilang sedikit dan sering telat bayar hal ini menjadi sebab adanya perbedaan dalam pelayanan kepada masyarakat. Selain itu juga pengguna BPJS yang cukup besar sehingga harus antrian yang cukup panjang, dan ketika harus berobat ke tempat pelayanan kesehatan yang lebih baik atau bagus seperti dokter spesialis harus memiliki surat rujukan terlebih dahulu. Padahal pasien BPJS atau umum sama sama membayar lalu mengapa harus dibedakan?

Biaya transportasi berobat di luar negeri lebih hemat, misalnya melihat penerbangan dari Indonesia ke luar negeri dan sebelumnya harganya cukup terjangkau. Dibandingkan dengan penerbangan dalam negeri yang harganya lumayan mahal. Survei yang dilakukan oleh Bigalpha.id mengatakan bahwa 60-70% responden merasa layanan medis di luar negeri jauh lebih lengkap dengan paket wisata menarik. Terlebih 94% responden juga puas dan mau merekomendasikan keluarga atau orang di sekitarnya untuk berobat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Selain beberapa masalah teknis di masyarakat, jumlah tenaga medis di Indonesia terbilang masih sedikit. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono pernah mengungkapkan bahwa hampir seluruh provinsi di Indonesia kekurangan jumlah dokter spesialis. Bahkan, lebih dari setengah jumlah dokter spesialis Indonesia hanya terpusat di Pulau Jawa.

Menurut World Health Organization (WHO) menyebutkan setiap negara memiliki rasio dokter 1:1000, artinya seorang dokter di sebuah negara melayani 1.000 penduduk. Sedangkan saat ini 279,22 juta jiwa seharusnya Indonesia mempunya 279 ribu dokter. Kenyataanya dokter di Indonesia masih di angka 183,69 ribu di tahun 2023.

Beberapa masyarakat dan mahasiswa juga mengeluhkan bahwa sistem pendidikan tenaga medis masih terlalu lama. Mulai dari sarjana  kedokteran yang kurang lebih empat tahun dimana disini belum boleh melakukan praktek. Kemudian dilanjutkan koas atau pendidikan profesi yang dilakukan oleh mahasiswa jurusan kedokteran untuk mendapatkan gelar dokter dan pengambilan sumpah dokter selama kurun waktu dua tahun, di fase ini statusnya masih belum praktek dengan bebas.

Lalu masa Internship dengan durasi enam bulan di rumah sakit dan enam bulan di puskesmas. Setelah magang selesai, barulah boleh menangani pasien dengan bebas. Namun lagi-lagi untuk menjadi dokter sejati juga tidak mudah, kurangnya privilege dari keluarga dokter, akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan profesi dokter.

Saya sepakat bahwa sejauh ini memang ada upaya pemerintah  mencoba mengatasi masalah kesehatan, salah satunya dengan memberikan kesempatan beasiswa dokter spesialis kepada tenaga medis untuk menambah jumlah kuota dokter di Indonesia melalui beasiswa LPDP.

Menjelang akhir masa jabatannya Presiden Jokowi fokus untuk menyelesaikan beberapa proyek dengan pembangunan Rumah Sakit dengan berstandar 5 di sejumlah provinsi dengan harapan bisa mengurangi 180 Triliun setiap tahun dikarenakan beberapa masyarakat Indonesia yang lebih memilih untuk berobat ke luar negeri.

Meskipun begitu pemerintah harus terus berupaya untuk meningkatkan fasilitas kesehatan di berbagai sektor yang lainnya mulai dari pelayanan administrasi, dokter dan obat yang memadai, hingga sistem pendidikan kesehatan untuk upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah mengenai jaminan kesehatan.



Penulis: Maulida Fadhilah Firdaus