Di sebuah Pondok Pesantren Jazmun Katsir terdapat sebuah lembaga tahfidz yang bernama Madrasah Hifdzil Qur’an (MHQ). Lembaga ini adalah lembaga yang menaungi seluruh santri yang menghafal al qur’an. Suatu hari lembaga MHQ pun mengadakan lomba Musabaqoh Fahmil Qur’an. Dan setiap kamar yang ada di lembaga tersebut harus mendelegasikan satu kelompok yang terdiri dari tiga santri untuk mewakili kamar tersebut.
Suatu hari ustadzah Syifana, pembimbing kamar anfasut taroiq memilih tiga santri yang akan menjadi perwakilan dalam perlombaan Musabaqoh fahmil qur’an tersebut.Sebagai peserta gelombang terakhir, kamar anfasut taroiq mendelegasikan tiga santri yang menginjak kelas satu aliyah. Terdiri dari Aida, manna, dan robiah. Ketiganya adalah lulusan mts dengan yayasan yang sama dengan pondok tersebut.
Sebagai santri baru mereka menerima tugas ini dengan penuh rasa semangat dan bangga, tetapi salah satu dari mereka ada yang memiliki sebuah masalah yang memang akan selalu hadir secara tiba tiba, yakni sebuah ketakukan akan kegagalan, entah karna tidak bisa menjawab, lupa, atau nervous. Aida, adalah orang yang paling takut karena di masa lalunya ia pernah mengalami kegagalan dalam lomba yang sama kala ia masih sekolah di jenjang tsanawiyah.
Hari demi hari ketiga santri tersebut terus menghafal dan saling menyimak hafalan satu sama lain, terkadang mereka pun di bantu oleh mbak mbak kamar untuk mengetes seberapa kuat hafalan mereka. Aida tahu, bahwa ini hanya perlombaan antar kamar, tapi ia merasa harus sempurna agar tidak mengecewakan teman teman, mbak mbak kamar dan bahkan pembimbing kamar. Namun, rasa takut dan gugupnya sukses menambah beban pikirannya seiring berjalan nya waktu.
Melihat Aida semakin bingung dan terus mengeluh takut, Manna dan Robiah sebagai teman yang bijaksana dan memiliki positif vibes pun merasa sangat perlu memberikan semangat kepada teman nya yang satu ini.
“Asli Man, Bi, aku takut banget tau, aku takut aku gak bisa jawab, aku lupa dan aku takut aku kalah, bayangin semua sekamar udah berekspektasi tinggi ke kita. Aku gak mau ikut lah.” ucap Aida kepada kedua teman nya sambil menunduk dan menangis.
“Aida, kamu harus ingat, gak semua itu harus sempurna, apa salah nya kita mencoba, toh kalah menang itu wajar, gak ada perlombaan yang selalu memihak kita untuk menang di awal, terkadang perlombaan memberikan kegagalan agar kita tahu, bahwa kita harus lebih giat dan lebih belajar”
Aida hanya menatap lemah kepada manna.
“Wes to da, pokok kita tampil, gak bisa jawab ya udah, toh gak dimasukan penjara kan. Pokoknya kita harus man jadda wa jadda seperti yang di bilangi sama ustadzah Syifana kemaren pas kita lagi latihan terkahir…”
Mendengar kedua temannya Aida pun mulai menerima apapun yang akan ia hadapi kedepannya, toh ini hanya perlombaan antar kamar, benar kata manna menang kalah itu hal biasa dalam perlombaan yang penting adalah mereka tampil di depan memakili kamar adalah sebuah kabangga bahwa mereka bisa di bilang mampu dan mumpuni.
Menuju H-1 perlombaan ketiga santri tersebut terus berlatih dan saling menyimak hafalan bahkan sampai ketiduran dan bahkan kertas tersebut sudah lecek karena sangking sering nya di baca dan di ulang ulang.
Malam Kamis, pukul 20: 00
Malam ini ketiganya akan berlomba melawan empat kamar, kamar AI, AZ, AG, AS. Setelah bersiap siap dengan outfit jaz merah dan kerudung abu abu, ketiganya pun siap menuju mushola tempat perlombaan.
“Adik adik, semangat yaa, menang kalah itu biasa, tapi percaya lah kalian semua sudah menang di hati saya, di hati mbak mbak dan teman teman kamar,” ucap Ustadzah Syifana sambil tersenyum menatap Aida dan kedua temannya.
“Sebelum berangkat, mari kita bersholawat dan berdoa untuk memohon kelancaran dan kemudahan kalian lomba nanti,” sambung Ustadzah Syifana.
Kemudian meraka semua berdoa bareng bareng yang di pimpin oleh Ustadzah Syifana tersebut. Berdoa pun selesai dan mereka pun berangkat
Sesampainya di mushola, acara pun langsung di mulai. Perlombaan benar benar sengit, lawan dari kamar Anfasut taroiq benar benar lawan yang sangat lancer dan memiliki hafalan yang sama kuat nya dengan regu A yakni kamar Anfasut taroiq.
Setelah babak perebutan ternyata Aida dan teman teman benar benar sangat gercep dalam menjawab soal hingga pada akhirnya regu A, memiliki nilai 1500 dan resmi memingkuti final di bulan depan.
Mendengar itu sontak seluruh supporter regu A, yakni kamar Anfasut taroiq berteriak girang dan gembira. Melihat mereka berhasil membuat Ustadzah Syifana dan teman temannya merasa puas dan bangga. Ustadzah Syifana langsung memberikan selamat dan menyalami Aida dan teman temanya.
Kemudia mereka pun melakukan foto bersama sekamar dan pulang dengan perasaan bangga dan gemuruh di iringi oleh ucapan selamar dan kamar lain yang melihat kamar Anfasut Taroiq menang.
Kini Aida tahu, bahwa dengan percaya diri dan man jadda wa jada serta doa yang penuh dengan keyakinan membuat diri nya bisa bangkit dari keterpurukan atas kegagalan di masa lalu.
Penulis: Wan Nurlaila Putri, Santri Walisongo Jombang.