Sumber gambar: https://catatanseorangofs.wordpress.com/tag/tuan-kebun-anggur/

Oleh: Rizky Hanivan*

Pemimpin dan hakim negeri Marwa bernama Nuh bin Maryam. Ia seorang yang kaya dan berkecukupan. Nuh mempunyai seorang anak perempuan yang cantik dan sempurna. Beberapa orang penguasa yang kaya raya pernah meminangnya, akan tetapi Nuh bin Maryam tidak merasa nyaman untuk menerimanya. Akhirnya ia bingung, ia tidak tahu kepada siapa ia akan menikahkan putrinya, ia berkata,”Jika kau nikahkan dengan si fulan maka si fulan akan marah.”

Nuh bin Maryam memiliki seorang hamba sahaya laki-laki di India, seorang taat beragama dan takwa, bernama Mubarak. Nuh bin Maryam memiliki kebun yang luas dan subur., pepohonan dan buah-buahannya banyak. Nuh bin Maryam berkata kepada hamba sahayanya itu,”Aku ingin agar engkau mengurus dan menjaga kebun ini.” Akhirnya hamba sahaya itu mengurus kebunnya selama dua bulan. Kemudian Nuh bin Maryam datang ke kebun tersebut, ia berkata,” Wahai Mubarak, berikanlah setangkai anggur untukku.”

Lalu, Mubarak mengulurkan setangkai anggur. Nuh bin Maryam merasakan anggurnya asam, maka ia berkata, “Berikanlah yang lain.” Kemudian Mubarak mengulurkan setangkai lagi, ternyata anggurnya masih asam sama dengan yang sebelumnya. Nuh bin Maryam berkata, “Mengapa semua anggur yang engkau berikan dari kebun yang besar ini semuanya asam?.”

Mubarak menjawab, “Karena aku tidak tahu mana yang manis dan mana yang asam.” Nuh bin Maryam berkata, “Subhanallah, dua bulan engkau tinggal disini, engkau tidak tahu mana yang manis dan mana yang asam?” Mubarak menjawab, “ Demi Allah wahai Tuanku, aku tidak pernah mencicipinya, oleh sebab itu aku tidak tahu mana yang asam dan mana yang manis.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Nuh bin Maryam bertanya, “Mengapa engkau tidak memakannya?” Ia menjawab, “ karena engkau perintahkan aku agar menjaganya. Engkau tidak perintahkan aku untuk memakannya. Aku tidak ingin megkhianatimu.”

Nuh bin Maryam merasa kagum seraya berkata, “Wahai hamba sahayaku, aku menyukai sikapmu, oleh sebab itu engkau harus melakukan perintahku.” Mubarak berkata, “Aku hanya taat kepada Allah, kemudian kepadamu.”

Nuh kemudian melanjutkan, “Ketahuilah, aku mempunyai seorang anak perempuan, banyak pembesar dan orang terkemuka yang telah meminangnya, aku tidak tahu kepada siapa aku akan menikahkannya. Berilah pendapat kepadaku.” Mubarak berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya pada zaman jahiliah mereka menginginkan kemuliaan dan nasab.” Sedangkan orang Yahudi dan Nashrani mencari kecantikan. Pada masa Rasulullah mereka mencari agama dan ketaqwaan. Pada zaman sekarang ini mencari harta. Sekarang pilihlah diantara empat perkara ini.”

Nuh bin Maryam berkata, “Wahai hamba sahaya, aku memilih agama dan ketakwaan. Aku ingin menikahkanmu dengan putriku. Karena aku telah menemukan agama dan kebaikan pada dirimu. Aku telah menguji ketakwaan dan sikah amanahmu.” Hamba sahaya itu berkata, “Wahai Tuanku, aku seorang hamba sahaya, engkau membeliku dengan hartamu, bagaimana mungkin engkau menikahkan aku dengan putrimu? Bagaimana mungkin engkau memilih aku untuk putrimu?.”

Nuh bin Maryam berkata, “Marilah kita kerumahku  untuk mengatur masalah ini.” Ketika mereka berdua sampai di rumah Nuh, ia berkata kepada istrinya, “Ketahuila sesungguhnya hamba sahaya ini adalah seseorang yang taat beragama dan bertakwa. Aku suka pada kebaikannya. Aku ingin menikahkannya dengan putriku. Apa pendapatmu?.”

Istrinya menjawab, “Keputusan ada di tanganmu. akan tetapi aku ingin memberitahukannya kepada anak kita, aku akan kembali memberikan jawabannya.”

Istri Nuh bin Maryam pun menemui putrinya menyampaikan pesan ayahandanya. Putrinya menjawab, “Apa yang kamu perintahkan, aku mematuhinya. Aku tidak akan keluar dari hukum Allah dan hukum ayah-ibu dan aku tidak ingin durhaka kepada ayah-ibu dengan menentang perintah kamu.”

Nuh bin Maryam akhirnya menikahkan putrinya dengan Mubarak, kemudian ia berikan hartanya. Buah dari pernikahan yang penuh berkah ini adalah Abdullah bin Mubarak seorang ulama yang berilmu tinggi, memiliki sifat zuhud dan periwayat hadis. Kalau Abdullah bin Mubarok, pastinya kita lebih mengenalnya bukan? Wallahu a’lam bishshawab.


*Tim redaksi Tebuireng Online*


*Disarikan dari kitab: Sa’atu as Sa’ah karya Syaikh Mahmud al Mishri