Oleh: Anang Firdaus*
Dua bulan lalu, Alhamdulillah kami berkesempatan sowan ke Habib Muhammad bin Salim bin Muhsin Assegaf Jombang. Jika Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari dan beberapa Masyayikh Tebuireng lainnya turut serta meramaikan (Imarah) Masjid Ar Raudhah Jombang dengan pengajian kitab kuning, saya sudah dengar sebelumnya dari Allah Yarham Habib Alwi Tugu. Namun ada cerita menarik yang belum pernah saya dengar tentang Hadratussyaikh dari Habib Muhammad bin Salim.
Dikisahkan oleh Habib Muhammad bin Salim, bahwa kakek beliau yang bernama Habib Muhsin bin Hasan Assegaf merupakan habib sepuh Jombang yang sangat dihormati di Zaman Hadratussyaikh. Seringkali Hadratussyaikh sowan ke Habib Muhsin untuk sekedar istifadah dan minta nasihat.
Tiap kali menerima nasehat dari Habib Muhsin, Hadratussyaikh selalu saja menimpalinya dengan jawaban “Na’am-na’am”, dengan bersunggut penuh takzim. Saking seringnya Hadratussyaikh bersikap demikian, hingga Habib Muhsin memanggil Hadratussyaikh dengan sebutan “Kiai Na’am”.
Saya belum pernah mendengar jika Hadratussyaikh pernah berguru kepada Habib Muhsin. Tapi yang jelas, Hadratussyaikh selalu menaruh hormat kepada para Habaib. Meski tidak pernah mulazamah berguru kepada beliau, namun nyatanya Hadratussyaikh seringkali sowan kepada beliau, sebagai junior.
Sesimpel pengamatan saya, belum pernah saya menjumpai seorang alim allamah yang tidak hormat kepada gurunya. Kalau melihat yang “Ndak Patek” alim (bima’na al-kalimah) acuh dan tidak salaman cium tangan, atau bahkan tidak menyapa, tentu sering saya jumpai.
Setidaknya, meski kita “ndak patek” alim, mbok ya saat berjumpa guru, kita menyapa, menaruh hormat, salaman cium tangan, lebih-lebih mendoakan selepas shalat. Karena itu semua adalah tanda kealiman seseorang. Semoga kita yang “Ndak Patek” alim, bisa benar-benar jadi alim lantaran hormat pada guru kita. Aamiin…