tebuireng.online– Pengajian tafsir Jalalain di PesantrenTebuireng ba’da isya akhirnya resmi dimulai rabu (21/20) pukul 20.00 WIB. Pengajian ini diasuh langsung oleh Dr. KH Musta’in SyAfi’ie, M.Ag., (Kyai Tain), ahli tafsir yang juga merupakan alumni Pesantren Tebuireng sendiri. Pengajian ini akan menjadi rutinan satu minggu sekali, setiap rabu malam kamis ba’da isya, sebagai ganti dari pengajian yang vakum karena wafatnya KH Ishaq Latief.
Sepeninggal KH Ishaq Latief Jum’at (27/2) lalu, pengajian ba’da isya’ sempat vakum. Namun seiring dengan berjalannya waktu, segenap pengurus pondok melakukan sejumlah penataan. Pada awalnya KH Fahmi Amrullah (Gus Fahmi), pengasuh Pesantren Putri Tebuireng didapuk untuk melanjutkannya. Beliau pun bersedia namun hanya dua hari yakni malam senin, dan malam kamis (sekarang malam sabtu). Beliau membawakan kitab Qomi’ al-Tughyan. Selanjutnya, KH Taufiqurrahman, pengasuh PP Sunan Ampel Jombang, juga bersedia mengisi pada hari selasa malam rabu. Kini, ditambah lagi dengan pengajian tafsir yang diasuh oleh Kiai Tain.
Dalam pembukaannya, sebelum pengajian dimulai, Kyai Tain menyampaikan, pengajian tafsir ini diadakan agar santri tidak hanya dapat membaca. Namun juga dapat mengetahui kandungan arti dan makna dari al-Qur’an itu sendiri. Pada pengajian tafsir tersebut, beliau akan memulai pengajian dengan mengkaji surat-surat yang ada pada juz 30 (Juz Amma).
Dalam pembukaan ini beliau juga menjelaskan mengenai biografi sang pengarang. Kyai Tain menjelaskan, tafsir Jalalain merupakan kitab paling aneh. Mengapa demikian? Karena letak surat al-Fatihah sebagai pembuka justru terletak dibagian paling belakang. Hal itu mengingat sejarah dari penyusunan kitab tersebut. Menjelang wafatnya, Imam Jalaluddin al-Mahalli diminta para muridnya untuk mengarang kitab tafsir. Beliau pun bersedia mengarang. Namun karena beliau sudah merasakan apabila mengarang tafsir perkata dari awal hingga akhir, maka tidak akan selesai. Akhirnya beliau mengarang dari surat al-Fatihah kemudian meloncat, langsung surat al-Kahfi (juz 16) hingga al-Naas (juz 15).
Benar saja, setelah selesai, beliau langsung wafat. Tetapi, sebelum beliau wafat, beliau sudah berpesan kepada muridnya al-Suyuti, yang juga bergelar Jalaluddin untuk melanjutkan mengarang kitab. Oleh karenanya, Imam Jalaludin al-Suyuti mengarang dari al-Baqarah hingga pertengahan al-Qur’an sebagaimana yang diamanahkan gurunya tersebut. Dengan demikian, kitab tafsir tersebut dikarang oleh dua orang imam yang sama-sama bergelar Jalaluddin. Kemudian kitab tersebut mashur dengan nama kitab Tafsir Jalalain. Sedangkan peletakan surat al-Fatihah diakhir adalah untuk menggolongkan, mana karangan imam Jalaluddin al-Mahalli dan mana yang karangan imam Jalaluddin al-Suyuti.
Uniknya, berbeda dengan yang lain, agar tidak monoton, setelah pengajian, beliau juga menyediakan kesempatan kepada santri untuk bertanya seputar permasalahan keagamaan. Dengan pembawaan yang khas beliau mengisi dengan santai dengan sesekali bergurau, namun tetap dengan penyampaian ilmu yang mendalam. (Hafidh/abror)