ilustrasi: famele.com

Oleh: Wan Nurlaila Putri*

Zahra adalah seorang santriwati yang cerdas, ceria, dan memiliki perangai yang baik hati. Dia memiliki dua adik yang sangat lucu dan keluarga yang cemara. Apapun yang diinginkan Zahra selalu menjadi perioritas kedua orang tuanya.

Pada suatu sore, Zahra ingin memberi tahu kedua orang tuanya bahwa ia akan mengikuti tasmi’ 30 juz sekali duduk besok pagi. Sebuah proses menuju panggung kramat yang selama ini ia perjuangkan untuk membuktikan kepada kedua orang tuanya, bahwa Zahra mampu menjadi seseorang hafidzoh 30 juz.

Sore itu di dalam kamar pengurus Zahra menelfon kedua orang tuanya. “Assalamualaikum, ibu kulo purun sanjang besok pagi minta doanya bu semoga lancar.” pesan Zahra dengan kalimat yang sudah tertata rapi.

“Iya kak Zahra ibuk selalu mendoakan agar lancar dan diberi kemudahan.” jawab ibu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Jadi pulang hari apa kak.” lanjut ibuk.

“Hari kamis bu tanggal 20.”

“Oh iya besok ibuk susul sama aayah juga.”

“Janji ya bu.” tagih Zahra.

“Nggeh onsyallah janji kak.” Perbincangan ditutup oleh jawaban salam yang di berikan oleh Zahra ke ibunya.

Hari kepulangan tiba Zahra sangat tidak sabar untuk bergegas menuju kerumah.halaman pondok pesantren sangat ramai dan riuh membuat kemacetan dimana mana. Zahra pun tetap menunggu dan setia menunggu orang tuanya yang tak kunjung datang. Perasaan tidak enak dan cemas mulai merasuki pikiran Zahra. Hari menjelang sore, suasana pondok mulai sepi dari kepadatan santri.

“Zahra ayo pulang…” ucap seseoranh yang merupakan tetangganya.

“Nggeh bu, ini Zahra masih nunggu orang tua Zahra aja bu.” jawab Zahra sopan.

“Pulang abreng aja Zahra soalnya ibuk nggak bisa jemput.” Zahra terdiam, ajakan itu memang menggetarkan hatinya. Akhitnya Zahra pun ikut pulang sama tetangganya.

Sesamapainya didepan tanah rumahnya Zahra terkejut, matanya panas. Hati dan badannya lemas. Jalannya begitu lunglai mendekati bongkahan sisa sisa bangunan yang hangus terbakar. Zahra mennagis sejadi jadinya hatinya hancur tak tersisa saat melihat kejadian yang ada di depan matanya.

“Zahra kamu yang sabar ya.” ucap salah satu tetangganya yang berjalan mendekati dirinya.

“Kemaren ibumu habis telfon mau masak air ternyta gas nya bocor dan meledak. Api kala itu benar benar besar Zahra kami tak bisa menolong dengan cepat, damkar pun datang terlambat al hasil semua di ratakan habis oleh api.” ucap tetangga tersebut.

Mendengar penjelasn tersebut hati Zahra makin hancur lebur, ia sperti tidak memiliki harapan hidup kembali setelah kejadian ini.

Dari kejadian tersebut mulai detik itu Zahra tinggal bersama saudaranya. Dan saudara nya tersebut yang akan melanjutkan untuk menghidupi Zahra setelah orang tuanya tiada.

Setlah kejadin tersebut Zahra kini menjadi anak yang pendiam dan suka menyendiri. Zahra benar benar bungkam atas apa yang terjadi di kehidupannya.

Waktu wisuda semakin dekat, kesehatan Zahra semakin hari semakin menurun. Hingga pembimbing Zahra pun akhirnya mengetahui hal apa yang emmbuat Zahra sangat berubah akhir akhir ini. sebagai pembimbing senior tersebut terus memberikan semangat dan menghibur Zahra untuk terus sehat agar bisa mengikuti acara wisuda hingga selesai.

Bebrapa hari kemudian Zahra mulai bangkit kembali dan mencoba untuk fokus dan semanagt untuk nderes kembali. Zahra menyadari bahwa ujian ini kisah hidup erberat dalam hidupnya.

Kesokan harinya adalah jadwal gladi kotor acara wisuda bil ghoib.

“Zahra selamat ya akhirnya kamu mencaipai titik ini, titik dimana awal perjalanan mu dimulai, semoga barokah ya hafalanya Zahra.” ucap dian.

“Iya dian terimakasih.” ucap Zahra lalu pergi. Keesokan paginya acara wisuda pun berjalan sangat lancar dan khidmah. Sampai lah di waktu pemanggilan wisudawati terbaik

“Zahra Abida Khanza binti almarhum Hajiyono.” Isak tangis Zahra sangat pecah dan membuat teman-temannya pun ikut menangis.

Akhirnya apa yang di impikan ibu bapaknya terwujud tapi disaat kedua orang tua Zahra tiada. Zahra pun naik panggung di dampingi panitia.

Zahra pun memperlihatkan senyum yang indah menandakan bahwa ia telah baik baik saja dan sangat menerima. Dari kejadian tersebut Zahra tahu hidup harus terus berjalan meski kehilangan orang tersayang. Boleh menangis tapi jangan sampai berlarut-larut karena yang Allah ciptakan akan kembali ke pangkuan.

*Santri Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.