Pelaksanaan praktik merawat jenazah, Selasa (14/8/2018) di aula Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. (Ahmadi)

Hidup dan mati adalah ketentuan Allah. Orang yang hidup, tidak bisa lari dari kematian. Kalau sudah waktunya, maka tidak bisa diundur lagi. Konsep ini kiranya sudah jamak diketahui.

Dalam berbagai kesempatan, banyak dari ulama salaf kita yang menganjurkan untuk senantiasa ingat akan kematian. Ini perlu kiranya. Supaya kehidupan kita senantiasa terbayang-bayang akan wajah Allah yang mengawasi kita setiap saat.

Berbicara seputar kematian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya, apa yang disampaikan oleh beberapa ulama, mengenai harta peninggalan mayit. Bagaimana kita mengalokasikan harta peninggalan mayit, khususnya untuk pemenuhan hak yang berhubungan dengannya?

Imam Muhammad bin Salim al-Tarimi hendak menjelaskan mengenai pertanyaan sederhaan di atas. Di dalam kitab Takmilah Zubdatil al-Hadis fi Fiqh al-Mawaris, beliau menjelaskan:

يَتَعَلَّقُ بِتِرْكَةِ المَيْتِ خَمْسَة حُقُوْقِ مَرْتَبَةً

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ada lima hak yang berkaitan dengan harta peninggalan mayit. Dan ini sifatnya adalah urut (mulai dari awal hingga akhir).”

Jadi, pemahaman sekilas dari pernyataan di atas adalah, bahwa harta yang ditinggalkan oleh seseorang ketika meninggal, harus dialokasikan sesuai dengan ketentuan syariat. Ketentuan tersebut akan dijelaskan sebagaimana berikut:

أَوَّلُهَا الحَقُّ المُتَعَلِّقُ بِعَيْنِ التِّرْكَةِ كَالزَّكَاةِ وَالرَّهْنِ وَالجِنَايَةِ

Pertama, hak-hak yang harus dipenuhi dan diambil dari fisik harta peninggalan mayit. Misalnya, dalam masalah zakat, transaksi gadai dan hukum Islam. Penulis akan memberikan satu contoh berikut. Semoga pembaca bisa memahami.

Si-A, sebelum meninggal, memiliki kewajiban membayar zakat berupa kambing sebanyak dua ekor. Namun, sebelum dia memenuhi kewajiban tersebut, takdir berkata lain. Dia meninggal dunia. Namun, meski meninggal dunia, kewajiban zakat tersebut harus tetap dilaksanakan.

Oleh karena itu, ketika dua ekor kambing yang dimiliki oleh si-A masih hidup dan layak, maka zakat bisa langsung dibayarkan dengan fisik harta berupa dua ekor kambing itu. Namun, ketika dua ekor kambing itu tidak layak, misal karena terkena penyakit, maka hal tersebut menjadi tanggungan dan diambilkan dari harta peninggalan mayit yang lain.

ثَانِيْهَا مُؤْنُ التَّجْهِيْزِ بِالمَعْرُوْفِ إِلَّا تَجْهِيْزَ زَوْجَةِ المُوْسِرِ فَإِنَّهُ عَلَى زَوْجِهَا المُوْسِرِ إِنْ كَانَ غَيْرَ نَاشِزَةٍ

Kedua, hak yang berhubungan dengan biaya mengurusi mayit. Misalnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk pemandian, mengafani mayit, dan lain sebagainya sampai terkubur secara sempurna. Maka itu semua diambilkan dari harta peninggalan mayit.

Perlu diketahui, ketika mayit adalah perempuan, lalu dia memiliki suami yang kaya raya, maka biaya untuk mengurusi mayit dibebankan kepada suami. Namun, hal ini berlaku ketika status istri memang sosok yang taat kepada suami. Ketika tidak (nusyuz), maka bukan tanggungan dari suami.

ثاَلِثُهَا الدُّيُوْنُ المُرْسَلَةُ فِي الذِّمَةِ

Ketiga, hak-hak pada harta peninggalan mayit, yang berhubungan dengan tanggungan-tanggungan yang belum dipenuhi. Penulis akan memberikan contoh yang masih berhubungan dengan nomor pertama di atas.

Misalnya ada si-A memiliki kewajiban zakat sapi sebanyak satu ekor. Selang beberapa waktu, dia meninggal dunia. Sekali lagi, meski meninggal, kewajiban tersebut harus tetap dilaksanakan.

Namun, tiba-tiba satu ekor sapi yang hendak dizakatkan itu mati. Oleh sebab itu, kewajiban tersebut menjadi tanggungan si-A. Dalam arti, kewajiban tersebut harus dibayarkan dari harta peninggalan si-A yang lain. Dan tetap, zakat harus dilaksanakan sesuai dengan kewajiban yang ada.

رَابِعُهَا الوَصَايَا بِالثُّلُثِ فَمَا دُوْنَهَا لِأَجْنَبِيٍّ

Keempat, hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan mayit berupa wasiat yang harus dipenuhi. Biasanya, seorang yang hendak meninggal memberikan wasiat kepada ahli waris atau orang lain. Misalnya wasiat untuk membangun madrasah bagi rakya miskin.

Maka, wasiat tersebut harus dilaksanakan. Namun, dengan catatan bahwa kalkulasi untuk membangun madrasah tersebut berjumlah sepertiga dari total harta peninggalan mayit sisa dari pemenuhan tiga hak yang sudah disebutkan sebelumnya. Penulis akan memberikan gambaran sebagaimana berikut.

Misalnya ada si-A meninggal dunia. Total harta yang ditinggalkan adalah satu juta lima ratus. Lalu, untuk pemenuhan kewajiban zakat membutuhkan seratus lima puluh ribu. Setelah itu, pemenuhan merawat mayit membutuhkan biaya seratus lima puluh ribu. Maka harta peninggalan mayit tersisa satu juta dua ratus ribu.

Maka, untuk pengalokasian wasiat yang disampaikan oleh si-A harus tidak boleh lebih dari sepertiga dari satu juta dua ratus ribu, yakni empat ratus ribu. Dalam arti, pemenuhan wasiat tersebut diambil dari empat ratus ribu tersebut.

خَامِسُهَا الإِرْثُ

Kelima, setelah pemenuhan hak-hak berjumlah empat di atas, maka harta peninggalan mayit selanjutnya dialokasikan untuk pemenuhan hak waris bagi ahli waris si mayit. Dibagi secara merata sesuai dengan aturan agama Islam, yang sudah dijelaskan di berbagai karya ulama salaf.

Demikianlah catatan sederhana seputar hak-hak yang harus diperhatikan dan dialokasikan perihal harta peninggalan mayit. Semoga apa yang sudah disampaikan bisa memberikan manfaat bagi kita semua.

Baca Juga: Pembagian Harta Waris


Ditulis oleh Moch. Vicky Shahrul H, Mahasantri Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang.