Husain Basyaiban saat menyampaikan obrolan mengenai santri milenial dan pesantren, Sabtu (18/2/2023)

Tebuireng.online- MIUFEST (Miladiyah UNHASY Festival) diselenggarakan di masjid Ulul Albab Pondok Putri Pesantren Tebuireng, Sabtu (18/02/2023). Dengan menghadirkan bintang tamu Mostafa Atef dan Husain Basyaiban, menjadi daya tarik banyak kalangan. Pra acara diisi oleh al-Banjari Jam’iyah Simsohing (Jam’iyah Simthutduror Seloso Pahing) di bawah binaan Gus Mirza dan Gus Ivan.

Dengan mengusung tema “Aktualisasi Nilai-nilai Kepesantrenan di Era Milenial”. Bagaimana peran pesantren bagi kita sebagai santri milenial? “Di era modern tentunya sangat dibutuhkan yang namanya generasi yang berkualiatas dan berpendididkan tinggi. Oleh karena itu, kita sebagai santri yang tentunya akan menjadi penerus para alim ulama sangat berperan penting dalam perkembangan zaman dan kemajuan teknologi sekarang ini. Lalu bagaimana peran pesantren bagi kita sebagai santri milenial?” tanya Muhammad Dzannuroin Aldivano (Gus Ivan), Cicit Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.

“Pesantren dan santri milenial sangat erat kaitannya, kenapa? Karena apa-apa yang kita dapatkan dari pesantren sangat berpengaruh bagi santri. Santri itu ibarat sebuah bangunan bagian pondasinya, karena kokohnya bangunan terdapat pada keberadaan pondasinya. Maka dari itu kita sebagai santri harus benar-benar belajar dan menekuni keilmuan,” ucap Gus Virza M. Mirza, Pengasuh Pesantren Al Masruriyah Tebuireng.

“Milenial itu sering diperbincangkan di berbagai tempat dan media. Milenial sendiri adalah orang yang lahir pada tahun 1981 sampai 1996. Setelah milenial, ada yang namanya generasi gen Z, yang menjadi minoritas masyarakat Indonesia. Generasi gen Z adalah orang yang lahir pada tahun 1997 sampai 2010. Setelah itu, ada yang namanya gen Alfa. Gen Alfa adalah orang yang lahir pada tahun 2011 sampai 2023,” ucap Husain Basyaiban.

Yang tak kalah penting, memasuki era sekarang, menurutnya, “Kita harus bisa menggunakan kecanggihan teknologi untuk hal-hal yang positif, misal berdakwah di media sosial, dan lain-lain,” ucap kreator TikTok asal Madura ini.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Banyak terdapat khilaf kalangan ulama mengenai santri. Ada yang berpendapat bahwa santri adalah dia yang mondok di pondok pesantren dan dari definisi ini saya bukan termasuk di dalamnya karena saya tidak pernah mondok tapi hidup di lingkungan pondok pesantren, dan ada juga yang berpendapat kalau santri adalah ia yang tolabul ilmi, seorang penuntut ilmu bisa disebut dengan santri dan saya harap yang benar itu pendapat ini, karena saya ingin dianggap sebagai santri,” terang pria yang juga mahasiswa di UIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Husain mengatakan, bahwa semuanya kembali pada diri masing-masing santri, karena sehebat dan sebesar apapun pondok pesantren yang ditempati jika para santri tidak belajar dan tidak ada kesadaran terhadap dirinya untuk mengubah diri maka hal itu percuma saja.

Pewarta: Inayah