1653352_648019545265615_878744862_nOleh: Aulia Rahmah*

Sejauh ini kita tengah terabaikan untuk merenungkan lagi makna jihad bagi perempuan. Istilah jihad yang sering diartikan secara frontal membuat perempuan acapkali berfikir secara irasional. Mereka cenderung lebih mengutamakan urgensi dari pada esensi makna jihad untuk mereka sendiri. Dalam konteks hidup yang penuh dengan lalu lintas paham dan pemikiran, dimana pada hakikatnya perempuan tidak harus berjihad dengan angkat senjata. Banyak hal-hal kecil yang bisa menjadi mobilitas bagi perempuan untuk tetap mendapat ganjaran jihad.

Peran perempuan dalam lingkup keluarga dapat dijadikan peluang besar dalam menyeimbangkan tingkat ganjaran seorang laki-laki di medan perang. Posisi seorang istri menjadikan rumah tangga sebagai tempat yang bahagia untuk berkumpul dengan keluarga dan mewujudkan suasana islam dalam proses pendidikan dan pembesaran anak akan jauh terlihat lebih anggun. Karena perempuan sebagai remote control bagi keluarga. Meskipun peran suami sebagai kepala keluarga tetapi  pemegang settingan tertinggi ada pada istri/ibu yang juga menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dalam sabda Rosulullah: “ Dan beritahu para wanita dibelakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridlonya dan kepatuhannya terhadap keinginannya menyamai semua itu (jihad di medan perang).

Ekspresi jihad seorang perempuan juga dapat direalisasikan dengan mengajak kaum perempuan lain memahami prinsip-prinsip islam dan cara hidup yang Allah tetapkan. Memerangi perkara-perkara bid’ah, khufarat dan pemikiran yang salah serta adab-adab yang buruk yang menguasai perempuan masa kini. Juga menyertakan rancangan kemasyarakatan yang berfaedah untuk umat. Hal ini tidak akan mengubah fungsionalitas perempuan sebagai mujtahid. Oleh karena itu, kita tinggalkan asumsi masyarakat yang radikal dengan meningkatkan potensi diri dan pola pikir kita untuk berbenah merefleksi diri menjadi insan yang lebih berkualitas. Jangan berkutat pada anggapan bahwa perempuan itu lemah, tetapi justru kelebihan perempuan itu terletak pada sifat lemah lembutnya.

Sebuah penghargaan yang sangat tinggi terhadap perempuan yang sholihah, karena setiap geraknya dapat bernilai ibadah. Betapa indah dan sempurna islam, tidak ada satu noktah pun syari’at yang hanya menguntungkan sebagian kaum saja. Semoga allah melapangkan hati kita, untuk mampu menerima ilmu dan kebaikan, serta mampu menolak hawa nafsu dan keburukan dari gegap gempita dunia yang fana.

*Mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online