sumber foto: https://pesantrennuris.net/wp-content/uploads/2017/01/pembelajaran11.jpg

Oleh: Nadia Salma*

Sekolah merupakan salah satu wadah bagi para pelajar dan pengajar untuk saling berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Selain memiliki peran untuk menyalurkan ilmu pengetahuan, sekolah juga sebagai wadah pembentukan karakter  dan juga keterampilan. Untuk memenuhi tuntutan pendidikan abad 21, sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan utama harus mampu mencetak generasi yang memiliki 4 skil, yaitu cara berpikir, cara bekerja, cara menggunakan alat untuk bekerja, dan keterampilan hidup. Berkaitan dengan aspek keterampilan berpikir, sekolah harus mampu mencetak generasi yang memiliki ketrampilan tingkat tinggi, seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan metakognisi. Namun, secara umum sekolah-sekolah di Indonesia belum mampu memenuhi tuntutan pendidikan abad 21 tersebut. Kebanyakan pembelajaran yang dilakukan masih satu arah dan guru masih sebagai satu-satunya sumber dalam kegiatan belajar-mengajar (konvensional).

Menurut  (Djamarah,1996) bahwa pembelajaran konvensional atau sering disebut pembelajaran tradisional  atau metode ceramah, merupakan pembelajaran dimana siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru dan setelah itu diberi tugas berupa latihan soal. Metode seperti ini merupakan ciri dari pembelajaran yang berlangsung satu arah. Hal ini menjadi salah satu penyebab kurang efektifnya kegiatan belajar mengajar. Selain itu para siswa juga sulit untuk memiliki keterampilan tingkat tinggi, sehingga akibatnya hasil belajar mereka kurang maksimal.

Menurut (Ghofur, 2017) bahwa berdasarkan fakta yang ditemukan di SMA Trensains Tebuireng pembelajaran dengan pola konvensional masih mendominasi, sehingga tidak jarang ditemukan siswa dengan kemampuan pemecahan masalah yang kurang baik, dan sebagian besar siswa belum memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Menurutnya, hal ini dapat diatasi dengan cara melakukan sebuah gerakan secara masif dan menyeluruh. Gerakan tersebut merupakan gerakan merubah cara pandang dalam kegiatan belajar mengajar, dimana siswa tidak lagi dianggap sebagai botol kosong yang harus diisi oleh guru. Pembelajaran tidak lagi satu arah dan menempatkan siswa sebagai subjek dalam kegiatan pembelajaran.

Selain itu guru harus betul-betul memahami bahwa setiap siswa itu memiliki keistimewaan masing-masing. Setiap siswa itu berkesempatan untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupannya, sehingga guru harus memahami kecederungan modalitas belajar dari masing-masing siswanya. Namun, untuk mencapai itu semua diperlukan ketersediaan perangkat pembelajaran yang memadahi, teruji, dan tervalidasi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bagi siswa generasi milenial pembelajaran konvensional itu monoton, membosankan, bahkan bagi para santri itu dapat menyebabkan kantuk. Pelajar SMA saat ini akan menjadi penentu arah Indonesia kedepannya. Jika para pelajar tidak maksimal mendapatkan ilmu dari pembelajaran di kelas, mau jadi apa nantinya?

Pertanyaan itu akan mengitari para guru yang menyadari betapa mirisnya pelajar masa kini. Para guru tidak bisa tinggal diam, mereka harus berbuat sesuatu, mereka harus melakukan suatu gerakan secara masif dan menyeluruh, serta mereka harus melakukan reformasi dalam kegiatan belajar mengajar. Gaya belajar masing-masing siswa harus menjadi salah satu fokusnya. Sehingga hasil belajar masing-masing siswa dapat dioptimalkan. Gerakan semacam ini sudah diawali oleh ustadz Abdul Ghofur pada kegiatan uji coba pengembangan sistem pembelajaran sekolah dan uji perangkat pembelajaran yang dilakukan pada bulan Mei lalu.

Kami berharap kegiatan semacam ini berlangsung terus dan berkelanjutan demi peningkatan kualitas sekolah di masa yang akan datang. Bagi para siswa yang telah mengikuti uji coba pengembangan sistem pembelajaran sekolah di SMA Trensains Tebuireng, menanggapi hal tersebut secara positif. Sebelumnya para siswa mengikuti tes kecenderungan gaya belajar (audio, visual, kinestetik). Kemudian setiap siswa dikelompokkan, siswa bisa memilih media yang sesuai dengan keinginanya sesuai dengan panduan dalam workbook seperti mendengar dan melihat video pembelajaran, melakukan penyelidikan (praktik), dan membaca informasi dari berbagai sumber sebagaimana yang tercantum dalam workbook.

Terlebih workbook yang disajikan diawali dengan fenomena kecil yang ternyata berkaitan pada materi dan memberi pengaruh besar pada kehidupan, didukung gambar yang menarik dan mampu menggambarkan penjelasan. Penjelasannya pun dikupas secara mendalam asal muasalnya “bisa begini begitu” agar siswa tidak miskonsepsi. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk menguraikan masalah, penyebab, antisipasi, penanggulangan yang berkaitan dengan fenomena sekitar yang telah disajikan penulis.

Dengan begitu siswa lebih mudah menangkap dan memahami materi karena sesuai dengan kecenderungan ketertarikannya dalam belajar (gaya belajar). Terbukti bagi anak visual, ia akan cenderung memusatkan diri terhadap buku panduan dan sumber-sumber lain pada teksnya akan dipahami mendalam dan mengimajinasikan gambar yang tersedia. Bagi siswa audio akan lebih mudah dengan melihat dan menonton tayangan materi yang disuguhkan. Bagi siswa kinestetik dia tidak akan tinggal diam dengan apa yang disuguhkan, akan membantah dan skeptis, dan gerak-gerik tubuhnya tidak akan tinggal diam dalam waktu yang lama.

Ada baiknya pola pembelajaran seperti ini harus terus dikembangkan tidak hanya pada topik-topik pelajaran sains tetapi juga pada mata pelajaran yang lainnya, sehingga dapat terbentuk pembelajaran yang tersistematis yang akan menjadikan SMA Trensains Tebuireng sebagai sekolah yang berkualitas dan menjadi rujukan sekolah setingkatnya di Indonesia.


*Siswi dan santri SMA Trensains Tebuireng Jombang