Sumber foto: https://m.timesindonesia.co.id/read/132633/20160913/232613/usai-makan-daging-lakukan-olahraga-ini/

Oleh: Ustadz Miftah al Kautsar*

Assalamu’alaikum Wr Wb

Saya rencana mau kuliah di Jepang tahun depan. Dari segi makanan, bagaimanakah yang harus saya lakukan sedangkan saya kalau makan telur atau seafood sering kali mengalami alergi. lalu, apakah diperbolehkan memakan daging ayam atau sapi yang tidak diketahui halal dan haramnya, sedangkan saya sebelum memasak dan memakannya membaca basmalah.

Moch. Billy

Wa’alaikumsalam Wr Wb

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terima kasih kepada penanya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan dalam setiap pekerjaan yang kita jalankan. Amiin yaa robbal ‘alamiin. Adapun ulasan jawaban sebagai berikut

Agama Islam adalah agama yang mencakup segala aspek, tak terkecuali dari segi makanan. Dalam hal makanan bukan saja berkaitan tentang memenuhi kebutuhan jasmani, tapi juga berkaitan tentang kesehatan, keimanan, dan ibadah. Dan kita harus bijak bagaimana memilih makanan yang halal dan baik untuk dikomsumsi menurut  perintah agama. Oleh karena itu, Allah Swt memerintahkan pada manusia melalui firman-Nya untuk mengkomsumsi makanan yang halal dan baik untuk dikomsumsi.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (سورة البقرة : 168)

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langka-langka setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. Al-Baqoroh:168)”

Pada ayat di atas Allah SWT memerintakan kepada seluruh manusia untuk memakan apapun yang terdapat di bumi selama tidak melanggar batas-batas ketentua-Nya, yaitu halal dan baik. Memakan makanan yang tidak halal dan baik itu termasuk perilaku setan, oleh karena itu semua manusia diperintakan untuk menjauhi perilaku setan. Dan makanan yang tidak halal dan baik akan berdampak buruk untuk kehidupan bagi manusia, inilah yang menyebabkan agama melarang makanan yang tidak halal dan tidak baik untuk dikonsumsi.

Allah SWT juga menerangkan kepada manusia di dalam firman-Nya tentang makanan yang diharamkan untuk dikonsumsi.

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (سورة البقرة : 173)

“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena mengingikannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”)Q.S Al-Baqoroh : 173)

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ(سورة الأنعام : 121)

Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebutkan nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan.” (Q.S Al-An’am : 121)

Dalam dua ayat tersebut sangat jelas disebutkan beberapa kategori makanan yang diharamkan, seperti, bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih tanpa disebutkan nama Allah.

Bahkan dipertegas pada surat al An’am ayat 121, bahwa kita dilarang memakan daging hewan yang disembelih tanpa menyebutkan nama Allah, dan hal itu termasuk perbuatan yang fasik. Menurut ahli balaghah ayat ini tidak mengindikasikan akan wajibnya membaca tasmiyah saat menyembelih, akan tetapi menjelaskan bahwa penyembelihan yang dilakukan dengan niat karena selain Allah, semisal niat untuk dibuat sesajen bagi makhluk ghaib. Maka penyembelihan, karena selain Allah mengakibatkan keharaman hewan yang disembelih dengan dalil “Sesungguhnya memakan hewan tersebut merupakan kefasikan.’’ Ulama sepakat bahwa memakan sembelihan orang Islam yang tidak menyebut nama Allah tidak termasuk kefasikan.

Kemudian, apakah diperbolehkan memakan daging yang belum tahu ketika disembelih menyebutkan nama Allah? Cukupkah dengan membaca bismillah ketika sebelum memasaknya dan sebelum memakannya? Memang benar, terdapat hadis dalam kitab Shahih Bukhari yang diriwayatkan oleh Ummul Mu’minin Aisyah rodhiyallahu ‘anha, yang berbunyi:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ قَوْمًا قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَا بِاللَّحْمِ، لاَ نَدْرِي: أَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لاَ؟ فَقَالَ: «سَمُّوا عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوهُ» قَالَتْ: وَكَانُوا حَدِيثِي عَهْدٍ بِالكُفْرِ

Dari Aisyah radliallahu ‘anhuma, bahwa suatu kaum pernah bertanya kepada Nabi SAW, ‘Suatu kaum datang dengan membawa daging, namun kami tidak tahu apakah saat menyembelih menyebut nama Allah atau tidak?’ Beliau menjawab, ‘Kalau begitu sebutlah nama Allah, lalu makanlah oleh kalian.” Aisyah berkata. “Mereka adalah orang-orang yang baru masuk Islam.”

Sebagaimana keterangan di atas, bahwa membaca nama Allah saat melakukan penyembelihan termasuk kesunnatan dalam menyembelih. Yang terpenting dalam penyembelihan adalah orang yang menyembelihan harus orang Islam laki-laki yang berakal kemudian orang Islam perempuan, kemudian anak kecil laki-laki dari golongan Islam, sebagaimana pendapat Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ syarh Muhadzab. Hadis di atas terdapat poin penting, yaitu orang-orang yang baru masuk Islam.

Ketika tidak diketahui secara jelas, apakah daging ini penyembelihannya secara Islam atau tidak, maka dilihat dari mayoritas penduduknya di negara tersebut. Jika mayoritas penduduknya muslim maka hukumnya halal, jika sebaliknya maka hukumnya tidak boleh. Sebagaimana dijelaskan pada kitab Haasyiyatul Bujairimy.

فإن كان في البلد مجوس ومسلمون وجهل ذابح الحيوان. هل هو مسلم أو مجوسي؟ لم يحل أكله للشك في الذبح المبيح والأصل عدمه نعم إن كان المسلمون أغلب كما في بلاد الإسلام فينبغي أن يحل وفي معنى المجوسي كل من لم تحل ذبيحته

Apabila ia berada di daerah yang terdapat orang majusi (non muslim) dan orang muslim dan tidak ketahui penyembelih hewannya, apakah dia seorang muslim atau majusi (non muslim)? Maka tidak boleh memakannya karena adanya keraguan pada penyembelihan hewan yang halal, adapun dasar hukum asal itu “adamuhu (tidak ada) (artinya tidak disembelihnya). Tetapi apabila orang muslim itu menjadi mayoritas seperti di daerah mayoritas muslim maka hukumnya halal”. Makna Majusi di sini adalah orang-orang yang tidak halal dalam penyembelihannya (non muslim). (Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairomi, Hasyiyatul Bujairomi jilid 4 hal 305)

Menurut hemat kami, sebaiknya sebisa mungkin mencari restoran yang bersertifikat halal guna menghilangkan keraguan dan terjaminya makanan halal. Lebih dari itu, di sana sudah banyak dijumpai makanan yang disajikan dengan tuntunan Islam. Dan yang lebih penting lagi harus berani bertanya kepada teman guna mendapatkan informasi restoran bersertifikat halal.

Semoga jawaban ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Wallahu a’lam bisshawab.


*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asyari Tebuireng dan anggota tim tanya jawab Tebuireng Online