Sumber gambar: http://islamidia.com

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pada malam Jumat itukan para ahli kubur pulang ke rumah untuk minta doa, dan mungkin ada yang mendoakan dan tidak, saya ingin bertanya bolehkah perempuan yang sedang haid untuk mengirimkan doa dan membaca surat-surat untuk yang sudah meninggal?

Selfi, Ngawi

Wa’alaikumsalam Wr. Wb

Terima kasih kepada penanya, saudari Selfi di Ngawi. Semoga Allah senantiasa memberikan kita nikmat iman dan Islam dalam menjalankan segala aktivitas sehari-hari. Amiin yaa rabbal ‘alamiin. Adapun ulasan jawabannya sebagai berikut:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Datangnya ajal merupakan suatu kepastian yang tidak ada seorangpun yang mengetahuinya dan salah satu rahasia Tuhan yang Maha Agung. Oleh karena itu, amat wajar apabila seorang muslim selalu dianjurkan agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan mengingat-ingat akan datangnya malaikat yang menjemputnya. Saat datangnya ajal di mana semua orang dibalut dalam kesedihan yang mendalam, baik si mayit maupun sanak keluarga yang ditinggalkan.

Kesedihan mayit disebabkan saat ajal menjemput pada itulah semua amal terputus dan tiba waktu di mana ia harus mempertanggung jawabkan segala yang telah ia lakukan. Segala pertaubatan dan penyesalan yang dilakukan setelah ajal menjemput tidak akan memberikan manfaat sama sekali. Sebagaimana yang tertera dalam Al Quran surat al Haqqoh ayat 27, yang artinya: “(Wahai kiranya kematian itulah) kematian di dunia (yang menyelesaikan segala sesuatu.) Yang memutuskan hidupku dan tidak akan dibangkitkan lagi.”

Sebagian masyarakat tertentu memiliki tradisi di mana setiap terdapat sanak keluarga yang meninggal dunia pihak keluarga yang ditinggalkan akan mengadakan acara tahlil dan doa bersama. Dalam kegiatan ini semua hadirin baik laki-laki maupun perempuan yang hadir di majelis membaca surat-surat Al Quran dan zikir tertentu yang ditujukan khusus bagi si mayit.

Lalu, bagaimana hukum perempuan haid yang turut serta membacakan surat-surat dan zikir?

Menurut ulama perempuan haid membaca tahlil yang isinya bacaan tasbih, tahmid, dan doa-doa diperbolehkan. Keterangan terdapat dalam kitab al Majmu Syarh al Muhadzab juz 2 halaman 356 di bawah ini:

وأجمع العلماء علي جواز التسبيح والتهليل وسائر الاذكار غير القرآن للحائض والنفساء وقد تقدم ايضاح هذا مع جمل من الفروع المتعلقة به في باب ما يوجب الغسل والله أعلم

“Para ulama sepakat bahwasanya boleh bagi wanita haid dan nifas membaca tasbih, tahlil, dan zikir yang selain Al Quran. Sebagaimana keterangan/penjelasan awal dari cabang yang berhubungan di dalam perkara yang mewajibkan mandi.”

Dalam redaksi lain juga dijelaskan bahwa perempuan haid diperbolehkan membaca surat-surat surat dari Al Quran selagi ia bertujuan zikir saja atau berdoa, menjaga hafalan bahkan ngalap berakah. Keterangan ini berdasarkan pendapat ulama madzhab Syafi’i dalam kitab I’anah at Thalibin juz 1 halaman 69.

وإن قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو التحفظ أو أطلق فلا تحرم لأنه عند وجود قرينة لا يكون قرآنا إلا بالقصد ولو بما لا يوجد نظمه في غير القرآن كسورة الإخلاص

“Apabila ada tujuan berzikir saja atau berdoa, atau ngalap berkah, atau menjaga hafalan, atau tanpa tujuan apapun (selama tidak berniat membaca Al Quran) maka (membaca Al Quran bagi perempuan haid) tidak diharamkan. Kerena ketika dijumpai suatu qarinah, maka yang dibacanya itu bukanlah Al Quran kecuali jika memang dia sengaja berniat membaca Al Quran. Walaupun bacaan itu seseungguhnya adalah bagian dari Al Quran, semisal surat al Ikhlas.”

Selain itu juga ulama madzhab Hanafiyyah dalam kitab al Mausuah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah mengatakan jika wanita itu tidak niat membaca Al Quran akan tetapi niat memuji atau zikir maka diperbolehkan. Berbeda jika wanita tersebut membaca dengan niat (menyengaja) membaca Al Quran maka haram baginya meskipun kurang dari satu ayat dari dua kalimat (murokkabat) bukan satu kalimat (mufrodat).

Demikian jawaban singkat dari kami. Semoga dengan jawaban ini dapat menambah khazanah keilmuan kita dan menjadikan kita sebagai insan yang dalam menjalankan ibadah sesuai dengan Al Quran, al Hadis, dan ijtihad para ulama salaf as shalih. Wallahu ‘alam bisshowab.


Dijawab oleh Nailia Maghfirah dan Muhammad Idris, Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.