Dokumentasi Santri Husada Pesantren Tebuireng Jombang

Oleh: Ahmad Yusronil Haq*

Santri Husada adalah organisasi santri yang bergerak dalam bidang kebersihan dan kesehatan di lingkungan pesantren. Berbeda dengan kebanyakan organisasi santri Tebuireng, yang mana organisasi-organisasi tersebut berada di bawah naungan divisi pengurus Pengembangan Diri.

Adapun Santri Husada berada di bawah naungan divisi Unit Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Pesantren (UKKLP). Santri Husada beranggotakan minimal dua dari perwakilan setiap kamar di Pesantren Tebuireng. Kemudian mereka akan menjadi role model santri bersih dan santri sehat.

Organisasi ini sangat bermanfaat bagi khususnya kader Santri Husada itu sendiri maupun umumnya untuk Pesantren Tebuireng. Bermanfaat bagi santri karena anggota Santri Husada mendapatkan pengalaman berorganisasi maupun ilmu-ilmu dasar terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Dan bermanfaat bagi Pesantren Tebuireng karena Santri Husada akan memberikan kontribusinya untuk membantu dalam menciptakan lingkungan Pesantren Tebuireng yang bersih dan melahirkan santri-santri yang peduli kesehatan serta peduli lingkungan.

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan Santri Husada, baik sejarah berdirinya dan perkembangannya, tugas dan fungsinya, maupun program-program kerjanya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

3 Ide Besar Gus Sholah

Pada tahun 2006, tahun pertama Dr. (H.C.) Ir. KH. Salahuddin Wahid, atau yang kerap disapa Gus Sholah menjadi Pengasuh Pesantren Tebuireng, beliau memiliki 3 ide besar yang bakal menjadi fokus utama beliau dalam membangun karakter santri.

Pertama adalah kejujuran. Beliau terkenal sebagai sosok yang memegang teguh prinsip kejujuran, oleh karenanya seringkali beliau menasihati para santri tentang pentingnya memiliki sifat jujur, dan kutipan yang sangat masyhur terkait kejujuran ini adalah “Kepandaian tidak ada gunanya kalau tidak jujur. Yang ada nantinya hanya akan menjadi koruptor dan menipu bangsanya sendiri.”

Kedua adalah kebersihan. Dulu pesantren terkenal sebagai tempat yang kumuh dan kotor, juga terkenal dengan santrinya yang banyak menderita penyakit kulit, seperti gudik, bahkan ada istilah yang terkenal di kalangan santri bahwa “kalau belum gudikan belum sah jadi santri”. Semua paradigma lama ini ingin Gus Sholah hapus. Beliau ingin lingkungan Pesantren Tebuireng menjadi lingkungan yang bersih, rapi, dan indah, sehingga santri nyaman untuk menuntut ilmu dan mengaji.

Beliau juga ingin agar santrinya peduli akan kebersihan dan kesehatan, baik untuk diri sendiri maupun lingkungannya. Dari sinilah kemudian beliau membentuk divisi baru di dalam kepengurusan Pesantren Tebuireng, yaitu Unit Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Pesantren (UKKLP) pada tahun 2007, dan juga fasilitas pelayanan kesehatan untuk santri Tebuireng, yaitu Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren) pada tahun 2008.

Atas keseriusan ini, dan kekompakan seluruh elemen yang ada di pesantren, baik pengasuh, para pengurus, pembina, guru, dan santri, Pesantren Tebuireng tercatat pernah menjadi pesantren terbersih di Indonesia. Pada November 2007, Gus Sholah diundang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menerima penghargaan Pesantren Bersih tersebut.

Ketiga adalah penghapusan kekerasan, baik sesama santri maupun guru kepada santri. Latar belakang beliau yang pernah menjabat sebagai Wakil Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah bisa menjelaskan betapa concern-nya beliau pada isu kekerasan.

Oleh karena itu beliau memutuskan bahwa pelanggaran santri berupa kekerasan tergolong sebagai pelanggaran berat yang bisa menyebabkan santri langsung dipulangkan. Membangun SDM Unggul Perspektif KH. Abdul Hakim Mahfudz Pada acara Webinar Nasional Peringatan Hari Santri 2022 yang diadakan oleh Pesantren Tebuireng, Gus Kikin dalam sambutannya menyampaikan bahwasanya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan penentu kemajuan bangsa.

Untuk membangun SDM yang unggul maka diperlukan empat hal. Pertama adalah segar, yakni manusia yang sehat jiwa dan raga. Kedua adalah pintar, yakni manusia yang berpendidikan. Ketiga adalah benar, yakni manusia yang berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur. Dan yang keempat adalah tegar, yakni manusia yang tidak mudah putus asa serta berkemauan keras dalam berusaha meraih tujuan dan cita-cita.

Beliau menambahkan bahwasanya pesantren berperan untuk mencetak SDM yang unggul. Santri dididik di pesantren untuk menjadi manusia yang unggul dengan memiliki empat hal tersebut. Dan ke-segar-an adalah kunci SDM dapat pintar, benar, dan tegar.

Dengan mengikuti Santri Husada itu artinya kita sedang membiasakan diri untuk “segar”, membiasakan diri untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Dengan kita sehat, inilah kunci agar kita bisa meraih “pintar”, yakni proses belajar menjadi nyaman. Dengan kita sehat, inilah kunci agar kita bisa meraih “benar”, yakni mampu membiasakan diri berakhlakul karimah. Dengan kita sehat, inilah kunci agar kita bisa “tegar”, yakni memiliki jiwa yang ulet, tidak mudah putus asa dan gigih dalam meraih cita-cita, ini sejalan dengan adagium berbahasa latin men sana in corpore sano, yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Sekali kita sakit, tentu proses untuk meraih “segar”, “pintar”, dan “tegar” akan terhambat.

Sejarah Berdirinya Santri Husada dan Perkembangannya

Berdirinya Santri Husada Tebuireng berawal dari program Ibu Siti Fadilah Supari (Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004-2009) tentang Santri Husada pada tahun 2009. Program ini diselenggarakan agar pondok pesantren bisa berdikari dalam hal kesehatan.

Pesantren Tebuireng adalah salah satu yang diundang untuk mengikuti launching program Santri Husada di Surabaya. Maka setelah launching tersebut, mulailah diadakan pelatihan kader Santri Husada di Pesantren Tebuireng yang diselenggarakan oleh UKKLP dan Puskestren. Jadi sebenarnya Pesantren Tebuireng tidak mendirikan Santri Husada, melainkan melaksanakan program yang sudah ada dari Kementerian Kesehatan.

Dalam pelatihan kader ini, kader-kader Santri Husada diberikan pemahaman tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Dikenalkan pula segala hal terkait penyakit-penyakit yang sering terjadi di pesantren dan bagaimana pencegahannya, diantaranya adalah batuk pilek, diare, dan penyakit-penyakit menular.

Para santri juga dilatih tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K). Dan mereka juga dilatih agar bagaimana bisa melaksanakan program Survei Mawas Diri (SMD), yang mana SMD ini adalah gambaran tentang standar minimal atau tolak ukur kebersihan dan kesehatan santri.

Harapannya tentu ilmu-ilmu dan pengalaman yang mereka dapatkan dari pelatihan ini bisa dipahami dan bermanfaat, baik untuk dirinya sendiri, lebih-lebih jika mereka mampu menyebarkan kepada teman-temannya. Pada tahun itu, yakni 2009 hingga 2014, Santri Husada belum terbentuk sebagai organisasi yang independen, melainkan hanya pelatihan-pelatihan saja.

Hanya ada Pelatihan Santri Husada, tetapi belum ada organisasi Santri Husada. Oleh karena itu program kerja yang mereka lakukan pasca pelatihan hanya mengikuti komando dari pengurus UKKLP. Baru pada tahun 2015, Santri Husada memulai masa transisi menjadi organisasi yang independen, dibuktikan dengan adanya Ketua Santri Husada pada saat itu, yaitu Heri Suheri Prabu Wisesa.

Sebelumnya belum ada jabatan Ketua Santri Husada. Di angkatan Prabu ini masih belum dibentuk divisi-divisi kepengurusan, namun sudah mulai merancang masa depan Santri Husada yang independen. Dan resmi pada tahun 2016 Santri Husada terbentuk sebagai organisasi yang independen, memiliki struktur organisasi yang jelas dengan memiliki beberapa divisi, dan memiliki program kerja sendiri.

Berikut kami dokumentasikan Ketua Santri Husada dari masa ke masa, sejak 2015 sampai sekarang (2022).

Ketua Santri Husada dari Masa ke Masa

Heri Suheri Prabu Wisesa (2015-2016)

Ananda Prayogi (2016-2017)

Ahmad Yusronil Haq (2017-2018)

Shafly Arafat Ali Yaafi (2018-2019)

Ridho Dwi Anugerah (2019-2020)

Mochammad Nuriko Firdaus (2020-2021)

Dinar Maulidhan Ali (2021-2022)

Fungsi Kader Santri Husada

Santri Husada idealnya berjumlah minimal 10% dari jumlah seluruh santri. Itu berarti jika dalam satu kamar terdapat 20 santri, maka yang harus menjadi anggota Santri Husada ada 2 santri. Jika satu kamar jumlahnya 30 santri, maka yang harus menjadi anggota Santri Husada ada 3 santri. Dan yang ikut tidak harus dari ketua dan wakil ketua kamar, tetapi bagi santri yang ingin bergabung.

Sebagaimana yang sudah diketahui bersama bahwa biaya pengobatan dan kesehatan itu cukup mahal, maka untuk merealisasikan program Pesantren Sehat, semua tindakan yang dilakukan harus bersifat promotif (menganjurkan) dan preventif (mencegah).

Di sinilah fungsi Santri Husada secara organisasi, yang mana ada pada tataran promotif dan preventif, bukan kuratif (mengobati atau menyembuhkan), karena ini tugasnya para ahli kesehatan seperti perawat dan dokter.

Adapun fungsi lain dari Santri Husada dalam lingkup individu kader Santri Husada, diantaranya adalah:

1. Inovator (Pemberi gagasan baru). Setelah selesai mengikuti pelatihan, kader Santri Husada tentu saja selangkah lebih maju dibanding santri-santri lain, dan ia bisa memberi gagasan baru. Para pengurus membutuhkan ide-ide segar dari anak-anak muda atau kader-kader Santri Husada yang paham kondisi lapangan terkait PHBS di pesantren.

2. Inisiator (Pemberi contoh awal). Langkah awal yang memang harus dilakukan oleh kader Santri Husada dalam menerapkan PHBS adalah memulai dari dirinya sendiri, kader Santri Husada diharapkan menjadi pemberi contoh awal, karena bisa jadi teman-temannya tidak mendengarkan apa yang ia katakan, tetapi pasti bahwa teman-temannya akan melihat apa yang ia lakukan. Ibda’ bi nafsika.

3. Inspirator (Pemberi inspirasi). Setelah “selesai” dengan dirinya sendiri, di sinilah kader Santri Husada benar-benar menjadi role model santri bersih dan santri sehat. Dia bisa menjadi teladan santri-santri lain. Dia mampu menginspirasi teman-temannya agar bersama-sama menerapkan PHBS di pesantren.

4. Aktivator (Penggerak). Setelah berhasil menjadi teladan, kader Santri Husada diharapkan mampu menjadi penggerak bagi santri-santri lain terkait program-program PHBS di pesantren.

5. Implementator (Pelaksana). Bukan hanya menjadi penggerak, kader Santri Husada juga diharapkan agar ikut terjun ke lapangan, menjadi pelaksana bersama santri-santri lain dalam menerapkan PHBS di pesantren.

6. Motivator (Pemberi semangat). Dalam menjalankan program tentu akan ada naik turunnya, semangat yang mulai kendor, dan kejenuhan yang menimpa. Di sinilah peran kader Santri Husada untuk memberikan suntikan semangat kepada santri-santri lain.

4 Program Wajib Santri Husada

Pada rapat koordinasi yang diselenggarakan 8 Juli 2022 di Masjid Ulil Albab, yang beranggotakan formatur Santri Husada Putra dan Putri angkatan 2021-2022, Promkes Puskestren, dan UKKLP Putra dan Putri, diputuskan tentang adanya 4 program wajib Santri Husada.

Hal ini penting agar bisa menjadi acuan berhasil tidaknya Diklat Kader Santri Husada. Dan bisa menjadi jawaban yang pasti ketika para kader ditanya “Santri Husada tugasnya apa?” Jadi kader-kader Santri Husada setelah menjalankan diklat, wajib merealisasikan 4 program ini.

Adapun program-program lain, seperti Donor Darah, Peringatan Hari Bumi, Peringatan Hari Kesehatan Nasional, Penghijauan, Seminar Kesehatan atau program-program lain yang muncul atas ide kreatif pengurus, itu akan menjadi nilai plus tersendiri bagi angkatan tersebut, dengan catatan 4 program wajib ini sudah terealisasikan semua dengan baik.

Berikut 4 program wajib Santri Husada

1. Survei Mawas Diri (SMD)

Program wajib pertama yang kader Santri Husada harus lakukan adalah melakukan Survei Mawas Diri. SMD adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan, dan pengkajian masalah kesehatan yang dilakukan oleh Santri Husada dibawah bimbingan UKKLP dan Puskestren.

Dari kegiatan ini diharapkan Santri Husada mampu menganalisis masalah kebersihan dan kesehatan yang terjadi di lingkungan pesantren. Kemudian Santri Husada memiliki data terkait bagaimana PHBS para santri. SMD itu tolak ukur dan standar minimal kebersihan dan kesehatan santri.

SMD tidak dilakukan dengan menanyakan seluruh santri, melainkan hanya diambil dari perwakilan beberapa santri saja. Kenapa seperti itu? Ibarat kita ingin makan sup, dan ingin mengetahui sup itu enak atau tidak, asin atau hambar, kita cukup mencicipinya pakai satu sendok saja, tidak perlu memakan semuanya satu mangkuk. Begitu pula SMD, untuk bisa mengetahui bagaimana tingkat PHBS santri, cukup dengan menanyakan beberapa santri saja, tidak perlu seluruh santri.

Langkah selanjutnya setelah Santri Husada selesai mengumpulkan data-data, adalah Musyawarah Masyarakat Pondok Pesantren (MMPP). MMPP adalah pertemuan antara perwakilan Santri Husada, perwakilan pengurus pondok, dalam hal ini UKKLP, dan perwakilan Puskestren, untuk membahas hasil SMD, bermusyawarah, dan bersepakat untuk menanggulangi masalah yang terjadi, serta menyusun rencana program kerja terkait kebersihan dan kesehatan santri yang diperoleh dari hasil SMD.

Dan langkah terakhir dari rangkaian kegiatan SMD adalah Rencana Tindak Lanjut (RTL). Setelah selesai melakukan MMPP, dengan menyepakati banyak hal, barulah ke detail apa kegiatan yang harus dilakukan. Harus bekerja sama dengan siapa saja. Apa saja yang harus dipersiapkan. Kapan kegiatan itu akan dilaksanakan. Dimana kegiatan itu dilaksanakan. Dan segala hal teknis untuk tercapainya suatu program tersebut dibahas bersama di RTL ini.

Inilah gambaran umum tentang program wajib pertama yang harus Santri Husada lakukan. Wawasan tentang bagaimana melakukan SMD, MMPP, dan RTL, akan kader Santri Husada dapatkan ketika menjalani diklat.

2. Pasukan Kesehatan

Program wajib kedua yang kader Santri Husada harus lakukan adalah menjadi pasukan kesehatan ketika ada event-event besar pesantren. Seperti Upacara 17 Agustus, Upacara Hari Santri, dan acara-acara lain yang sekiranya dari acara tersebut sangat dibutuhkan tenaga kesehatan.

Santri Husada melakukan pertolongan pertama jika ada yang sakit, lemas, atau tiba-tiba pingsan. Dan wawasan terkait pertolongan pertama, bagaimana menggunakan tandu yang benar, akan kader Santri Husada dapatkan ketika diklat.

3. Ro’an Akbar

Program wajib ketiga yang kader Santri Husada harus lakukan adalah melaksanakan ro’an akbar atau kerja bakti massal di pesantren. Santri Husada harus menjadi penggerak demi terselenggaranya bersih-bersih total di seluruh kamar di pesantren. Mengumpulkan semua barang yang terlihat berantakan, seperti lemari rusak, baju-baju yang tidak terpakai, buku-buku yang tidak ada pemiliknya, dan sebagainya.

Dari sini diumumkan juga bahwasanya akan diadakan kegiatan bakti sosial. Yang mana baju-baju bekas yang masih layak untuk dipakai, akan di-laundry, dan buku-buku yang masih bagus, akan dikumpulkan oleh Santri Husada. Untuk kemudian disumbangkan ke yang membutuhkan. Dalam kegiatan ini, Santri Husada diharapkan mampu memberikan sedikit kontribusinya untuk menciptakan lingkungan yang bersih di pesantren.

4. Bakti Sosial

Program wajib keempat yang kader Santri Husada harus lakukan adalah bakti sosial. Setelah mendapatkan barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan dari hasil ro’an akbar, yang masih harus dilakukan selanjutnya adalah menyumbangkan barang-barang tersebut ke yang membutuhkan. Bisa itu di daerah terpencil di sekitar pesantren, di panti asuhan, atau di pesantren kecil di daerah Jombang.

Kegiatan ini diharapkan bisa memupuk jiwa-jiwa sosial para kader Santri Husada. Dan membiasakan diri menjadi pribadi yang bermanfaat bagi manusia lain. Pesan-pesan Untuk Kader Santri Husada Ini adalah refleksi dari penulis pribadi untuk kader Santri Husada. Refleksi yang terhimpun dalam pikiran sejak penulis menjadi anggota, kemudian ketua, maupun sekarang mejadi pembina Santri Husada.

Dengan bekal pengalaman yang sudah penulis lalui selama kurang lebih enam tahun yang lalu sampai sekarang mengabdi untuk Santri Husada ini semoga bisa menjadi renungan kita bersama. Menjadi Teladan Santri Bersih dan Santri Sehat.

Kesalahpahaman yang sering terjadi dikalangan kader Santri Husada sendiri adalah bahwasanya mereka itu adalah tukang bersih-bersih pondok. Bukan! Ini adalah kesalahpahaman. Jangan persempit tugas dan fungsi Santri Husada. Bacalah kembali tulisan di atas mengenai “Fungsi Kader Santri Husada”.

Kader Santri Husada itu menjadi role model atau teladan santri bersih dan santri sehat. Mulai dari Diri Sendiri Nggak perlu muluk-muluk dengan ingin merubah pesantren. Mulailah dari sendiri terlebih dahulu. Mulailah dengan membiasakan diri berperilaku hidup bersih dan sehat dengan menata tempat tidurnya sendiri, lemari pakaian, lemari buku, dan lingkungan sekitar kamarnya.

Jika kader Santri Husada mampu merubah dirinya dan kamarnya, naikkan levelnya ke merubah wisma unitnya, sampai kemudian baru berpikir bagaimana caranya membuat program untuk bisa merubah pesantren. Santri Husada yang disalahpahami Mindset bahwa sistem organisasi yang ada di Santri Husada itu seperti organisasi bakat minat, atau organisasi daerah yang mana menuntut para pengurusnya menyejahterakan anggotanya adalah salah satu hal yang sering disalahpahami oleh kader Santri Husada sendiri.

Kader Santri Husada itu semuanya mengurus, baik itu kelas satu atau kelas dua, baik itu tingkat SLTP atau SLTA. Semuanya berkontribusi untuk Pesantren Tebuireng. Mungkin gambaran yang cocok untuk sistem organisasi Santri Husada itu seperti layaknya OSIS di sekolah. Tetapi yang diurus oleh Santri Husada spesifik dalam hal kebersihan dan kesehatan di pesantren.

Pengabdian untuk Pesantren Tebuireng

Luruskan niat ketika berproses di Santri Husada dengan niat mengabdi untuk Pesantren Tebuireng. Agar hubungan kita kepada Pesantren Tebuireng tidak hanya menerima, melainkan juga memberi.

Mengutip historic word yang pernah disampaikan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat ke 35, “Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country”, maka jika kalian ingin meraih kesuksesan di Pesantren Tebuireng, jangan tanya apa yang Tebuireng lakukan untukmu, tetapi tanyakanlah apa yang kamu lakukan untuk Tebuireng.

*Ketua Santri Husada (2017-2018), Pembina Santri Husada (2019-sekarang)