Oleh: Ahmad Faozan*

Pada tahun 2005 silam KH. Agus M. Zaki Hadzik atau akrab di sapa Gus Zaki masih aktif sebagai Ketua Pembina Santri (BPS). Sebuah organisasi yang ada di bawah naungan Pesantren Tebuireng. Pengasuh Pesantren Tebuireng saat itu masih KH. M. Yusuf Hasyim. Tahun berikutnya pucuk pimpinan Pesantren Tebuireng diserahkan kepada KH. Salahuddin Wahid. Menyiapkan pemimpin sebelum wafat bagi seorang kiai Tebuireng terus dilakukan. Begitupun saat Gus Sholah wafat jauh-jauh hari sudah mempersiapkan penggantinya, KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin).

Dengan menjabat Ketua BPS Pesantren Tebuireng membuat Gus Zaki banyak tahu soal beragam kehidupan santri dan permasalahannya selama mondok. Sekaligus cara menyelesaikannya. Sehingga tak heran, bagi penulis melihat Gus Zaki di kemudian hari menjadi Ketua RMI. Karirnya dibangun dari bawah terus naik seiring berjalannya waktu.

Semasa Gus Zaki menjadi Ketua BPS tentu saja dari pagi hingga malam tidak hanya sibuk memantau namun terjun langsung di lapangan. Lebih-lebih jarak rumah dengan pesantren yang didirikan kakeknya sangat dekat. Tinggal menyebrang jalan raya sudah sampai di depan gerbang Pesantren Tebuireng.

Para santri seperti saya yang menempati Villa Adem Ayem atau Wisma Laskar Hizbullah khususnya di lantai bawah, di Komplek Pesantren Tebuireng pada tahun 2005 lalu jelas sangat familiar bahkan sebagian santri pendahulu dekat sekali dengan sosok KH. Muhammad Ishom Hadzik atau Gus Ishom. Kakaknya Gus Zaki. Mengapa demikian? Santri-santri khusus yang menempati asrama tersebut memang santri yang lolos seleksi dan memiliki minat khusus di bidang pendalaman kitab kuning secara intensif. Ide pengelompokan seperti ini dilakukan oleh Alm. Gus Ishom. Beliau serius ingin mengkader santri-santri Tebuireng yang kelak dipersiapkan untuk menjadi ulama. Meskipun santri menjadi apa saja memang bukan suatu masalah yang jadi ulama harus dipersiapkan. Ide dan gagasan besar Gus Ishom inilah kemudian dapat dilihat di wisma Laskar Hizbullah lantai bawah saat itu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut penuturan Gus Zaki, “Para penghuni komplek LH – Laskar Hizbullah, ketika Saya masih menjadi ketua di Badan Pembina Santri Pondok Pesantren Tebuireng, kadang Saya kontrol walau komplek tersebut berada dibawah pengawasan sekolah.” Sebagai santri tentu saja saya sering melihat beliau saat di Pesantren Tebuireng sedang menjalankan tugasnya.

Di Asrama Laskar Hizbullah atau Villa Adem Ayem lantai dasar fokus kitab kuning lantai atas yang fokus bahasa Asing. Rintisan Gus Ishom kini masih berdiri kokoh. Hanya saja tempat pengkaderan ulama ala Gus Ishom yang ingin meneruskan pendahulunya, Kiai Idris Kamali dan para Masyayikh dialihkan ke Mualimin dan Ma’had Aly. Dan komplek tersebut sempat dihuni anak-anak Mualimin. Jaman Gus Ishom masih sugeng, santri salaf ya memang dikader dan ditempatkan secara khusus. Saat ini santri salafnya Tebuireng di Mualimin dan jenjang tingkat tingginya di Ma’had Aly. Kedua lembaga ini yang kini lebih dikenal menojol salafnya. Santri Mualimin pun sebelum memiliki gedung sendiri bertempat di Wisma Laskar Hizbullah. Sedangkan Ma’had Aly memiliki asrama sendiri.

Kenangan saat masih tinggal di Wisma Adem Ayem akan terus tetap selalu ada di hati kita yang pernah tinggal beberapa tahun. Dalam hal ini, Gus Zaki dawuh. “Semoga kebanggaan Kalian kepada gurumu dan Gus Ishom, menjadikan hidup dan ilmu Kalian berkah. ” “Semoga para santri di mana saja, mendapat kebaikan karena cinta dan hormat kepada guru.”

Selama ini, Gus Zaki kita kenal sebagai kiai muda yang santun dan tidak kaku. Selalu merespon berbagai persoalan dengan arif dan bijaksana. Apalagi dalam bab politik. Santai, banget. Sebagai cucu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari ini sejak lama aktif ikut berjuang menjaga warisan kakek utamanya di Pesantren Tebuireng dan NU. Ijazah istighosah mbah Hasyim yang beliau cetak dan disalin dalam bentuk digital dan dibagikan kepada seseorang yang meminta membawa manfaat luar biasa. Belum percaya dahsyatnya istighosah pemberian Gus Zaki?

Hanya butuh dibaca rutin, Insyaallah berkat Ridho Allah apa yang menjadi hajatnya seperti ingin diberikan rasa adem dan ayem terwujud. Ya, gelombang kehidupan sering mampu mengguncang diri kita tak jarang membuat hati dan pikiran kita kacau. Penuhilah keseimbangan spiritual, biar hati dan pikiran tenang, hidup pun terasa indah. Hidup memang sebuah perjalanan singkat dan penuh gelombang, jadi jangan lupa menyiapkan bekal yang cukup. Nasihat akan beragam persoalan hidup yang njenengan sampaikan sungguh terasa sejuk, dan masih terasa. Terimakasih, Gus. Doa terbaik akan selalu dipanjatkan para santrimu dan orang terkasihmu. Semoga mendapatkan ampunan dan rahmat, serta kedudukan mulia di sisiNya. Al Fatihah.


*Pernah menjadi Penghuni Wisma Adem Ayem, Laskar Hizbullah, 03 Pesantren Tebuireng.