Judul                : Goresan Tinta Sang Da’i

Penulis             : Ali Mushtofa, dkk

Penerbit           : Pustaka Tebuireng

Tahun               : 2017

Tebal                : 98 halaman

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

ISBN                : 978-602-8805-53-7

Harga               : Rp. 20.000

Peresensi         : M. Nur Masduki

Salah satu kewajiban seorang muslim adalah berdakwah. Akan tetapi kegiatan dakwah tidaklah hanya sekadar menyampaikan ajaran Islam, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Penyampaian dakwah di tempat, waktu dan kondisi apapun pasti ada aturan dan tata cara yang baik dan benar sesuai dengan profesi pendakwah itu sendiri. Khususnya berdakwah dengan lisan seperti ceramah, khutbah, pidato, orasi ilmiah dan pengajian umum memiliki teknik khusus dalam penyampaiannya agar apa yang disampaikan bisa efisien, menarik dan dapat diterima oleh sasaran dakwah. Jika seorang belum sepenuhnya memiliki bekal yang cukup untuk berdakwah bisa jadi dakwahnya sulit dipahami atau bahkan apa yang disampaikan malah membuat perpecahan dan kegaduhan di masyaraka. Oleh karena itu sangatlah penting bagi umat muslim mempelajari ilmu dakwah agar dakwah nya bisa teratur dan terarah.

Buku yang berjudul “Goresan Tinta Sang Da’i” ini berisi tentang bekal dan saran bagi generasi pendakwah, seperti pembahasan terkait bagaimana seharusnya penyebutan puja dan puji syukur yang sering diucapkan oleh seorang muballigh. Padahal dua kata tersebut artinya sama maka cukup menyebutkan salah satunya. Atau pengucapan salam yang dalam buku ini dijelaskan bahwa pengucapan salam sebaiknya merupakan kalimat pembuka tanpa diawalai kalimat –kalimat lain seperti ungkapan “para bapak, para ibu hadirin sekalian yang kami hormati” baru mengucapkan “assalamualikum warahmatullah wabarokatuh”. hal ini kurang pantas dilakukan. Yang pantas, yakni mengucapkan salam dahulu sebelum kalam (berbicara apa pun). Jadi bagaiamana menyusun dan menyampaikan isi pidato sangat penting dipelajari oleh da’i. Karena kadang-kadang ada seorang da’i yang bicaranya lancar dan tegas, tetapi kurang memperhatikan tata bahasanya, sehingga kurang enak didengar. maka da’i harus pandai memilih susunan kata agar apa yang disampaikan bisa menarik dan dipahami oleh masyarakat,

Buku ini dilengkapi contoh-contoh teks MC, sambutan, dan pidato. Bahasa dan tema yang digunakan begitu menarik dan mengena sehingga pidato terasa bena-benar hidup dan menggugah. Seperti pidato dengan judul pendidikan keluarga,. Dalam teks itu, penulis menggunakan kata-kata, “Tidak ada suatu perkara yang paling baik yang diberikan orang tua kepada anak kecuali akhlak dan moral. Oleh karena itu hadirin ada sebuah kisah seorang kiai yang sedang bercakap-cakap kepada santrinya, ‘Wahai santriku, universitas apa yang paling baik didunia?” banyak jawaban ada yang mengatakan Universitas Washington. ‘bukan!,” jawab kiai. ‘Universitas Ummul Quro’ Mekkah’. ‘bukan!’ ‘Universitas Kairo’. ‘bukan!’. Atau mungkin Universitas Indonesia. ‘Apalagi’. ‘Lalu apa, Kiai?’. ‘Universitas Keluarga’. ‘iapa mahasiswanya Kyai?’. ‘Kita sebagai anak’. ‘Siapa dosennya, Kiai?’. ‘Ibu dan bapak kita’. ‘Siapa rektornya, Kiai?’. ‘Kakek dan neneknya’. ‘Apa Pelajarannya, Kiai?’. ‘Ikhlas dan Sabar’.  ‘Kapan wisudanya, Kiai?’. ‘Ketika kita menikah memakai toga Hadraturrasul Muhammad SAW’. ‘Apa kajiannya, Kiai?’ Menanamkan akhlakul karimah, kepada anak anak kita nanti’. ‘Apa kajiannya, Kiai?’. ‘Surga yang seluas langit dan bumi. Insya Allah”. (hal 91-92)

Dari contoh kutipan isi buku diatas bisa dilihat bahwa contoh teks pidato pada buku ini begitu rinci dengan susunan kalimat yang enak didengar. Mungkin sebagian da’i akan bingung bagaimana seharusnya menyampaikan ceramah bahwa pendidikan yang paling baik dimulai dari yang terkecil, yaitu lingkup keluarga. Buku ini memberi contoh bahwa untuk menyampaikannya tidak perlu susah-susah menghapalkan dalil atau menggunakan kata-kata ilmiah yang ribet cukup dengan cerita singkat saja.

Menariknya dalil yang digunakan dalam contoh teks pidato tidak hanya dari Al Quran dan hadis, tetapi juga kata-kata bijak, nadzaman, perkataan beberapa sahabat dan ulama serta beberapa sumber lainnya, lalu dicontohkan bagaimana teknik penyampaaannya. Tapi sayangnya tidak dicantumkan referensi dari setiap dalil yang digunakan. Padahal dengan dicantumkan referensinya maka pembaca akan lebih yakin dan bisa menulusuri lebih lanjut apakah benar dalil yang digunakan ada pada kitab tertentu. Khususnya contoh MC menurut peresensi masih ada beberapa kekurangan, sepertihalnya tidak adanya keterangan perbedaan antara MC formal, semi formal dan non formal.

Rincinya pada contoh MC buku ini tidak adanya teknik dan contoh lengkap bagaimana menyampaikan penghormatan kepada para hadirin. Padahal teknik ini sangat penting karena jika salah dalam susunan kata penghormatan maka akan tidak enak didengar. MC harus paham apa perbedaan kalimat yang terhormat, yang dihormati, yang kami hormati, yang kami muliakan, lalu susunan urutan orang yang dihormat. Sebenarnya dalam buku ini hal ini sudah dibahas pada halaman 15 tentang perkataan al-mukarrom, tetapi masih sebatas kata Bahasa Arabnya, tidak ada Bahasa Indonesianya.

Sebagian kelebihan dari buku ini, yakni buku ini disusun oleh beberapa da’i yang terkumpul pada sebuah organisasi Kumpulan Da’i Tebuireng (Kuda Ireng) yang mana sudah terbukti mencetak da’i-da’i handal dan sudah menjuarai lomba-lomba pidato di tingkat nasional, sehingga tips dan contoh MC, sambutan dan pidato pada buku ini adalah pengalaman-pengalaman para da’i tersebut. Maka pastinya ada banyak rahasia penting tentang trik dan contoh bagaimana menyusun dan menyampaikan  ceramah di masyarakat .

Tak pelak, buku ini patut untuk dibaca khususnya para da’i dan santri.  Buku ini bisa membantu para dai muda untuk meneksplore diri dengan contoh-contoh yang sudah disajikan oleh tim penyusun buku ini. Buku yang sangat bagus, sebagai awal pijakan Kuda Ireng dalam melebarkan sayap di dunia literasi, instrumen dakwah lain yang harus dijamah. Peresensi berharap akan ada buku selanjutnya dari Kuda Ireng dengan menggandeng Pustaka Tebuireng, guna mendakwahkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bi ash-shawab.