Media memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk pemahaman masyarakat tentang kekerasan seksual. Mengutip dari situs kekerasan.kemenpppa.go.id data per-tanggal 1 Januari 2024 hingga artikel ini ditulis yakni November 2024 memuat data terkait jumlah kasus kekerasan seksual di Indonesia mencapai 22.882 kasus dengan jumlah korban laki- laki mencapai 5.035 dan jumlah korban perempuan mencapai 19.837 kasus.
Hal ini menunjukkan bahwa kasus tersebut merupakan kasus yang sangat serius, dimana rata-rata korban merupakan dari kalangan perempuan dengan rentang usia 13-17 tahun. Hampir setiap hari pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual muncul diberbagai platform media, seperti televisi, media cetak, dan media online.
Penulisan judul pada artikel berita seperti media online maupun cetak terkadang menuliskan kalimat yang seolah mengundang khalayak untuk tertarik membacanya. Namun terdapat perbedaan pada keduanya, jika pada media cetak penulisan judul terbatas ruang yang memaksa harus padat dan informatif, sedangkan pada media online penulisan judul lebih panjang dan informatif. Tak jarang media online seringkali menuliskan judul yang menarik perhatian dengan menggunakan elemen sensaional untuk menarik pembaca.
Pemberitaan pada media yang memuat tentang kekerasan seksual seringkali ditulis dengan judul korban sebagai sorotan utamanya, seperti contoh “Bocah 8 tahun alami trauma usai diperkosa oleh pelaku berinisal KK”, hal ini dimaksudkan untuk menarik pambaca dan menimbulkan rasa iba pada peristiwa tersebut. Media sebagai wadah informasi kerap menyajikan pemberitaan yang dapat mempengaruhi pembaca untuk turut mengikuti peristiwa yang sedang terjadi.
Dalam topik kekerasan seksual, media menjadi sentral penyebaran informasi-informasi terkait efek yang dialami oleh korban kekerasan seksual, tak jarang media juga menuliskan hukuman bagi pelaku tindakan tersebut. Menurut (Olivia, 2020) menyebutkan bahwa kekerasan seksual yang dipublikasi pada media layaknya dua sisi mata pisau, disatu sisi media memberitakan terkait kekerasan seksual dengan maksud untuk memberikan efek jera pada pelaku dan menjadi peringatan akan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual.
Baca Juga: Media dan Perilaku Konsumtif
Namun disisi lain korban kekerasan seksual menjadi korban untuk kedua kalinya ketika diberitakan oleh media. Penulisan judul maupun isi artikel pada media terkait kasus kekerasan seksual biasanya menyebutkan identitas korban seperti usia, jenjang pendidikan, dan sebagainya yang merupakan privasi yang harusnya tidak diupublikasi.
Peran media dalam kasus ini menujukkan bahwa angka kasus tersebut masih tinggi, dan efek yang dialami oleh korban sangat serius. Sementara, pemberitaan terkait hukuman bagi pelaku kekerasan seksual masih sebatas hukuman penjara yang tak sebanding dengan trauma yang dialami oleh korban. Berkat perkembangan teknologi media yang semakin canggih, diharapakan mampu menyebarkan informasi-informasi terkait pencegahan kekerasan seksual dan hukuman bagi pelaku yang terlibat dalam tindakan tersebut.
Media dianggap sangat mampu untuk menyebarkan informasi dengan beragam konten yang menarik dan informatif. Beragam platform media sosial bisa dimanfaatkan dengan mengikuti perkembangan konten yang sedang trending untuk menarik minat pembaca maupun penonton. Peningkatan peran dari berbagai pihak baik dari pemerintah maupun publik figur, dan masyarakat diharapkan bisa saling berkolaborasi untuk memberantas kasus kekerasan seksual dengan caranya masing – masing melalui pamanfaatan media sebagai alat penyebaran informasi.
Berdasarkan hal itu, penting bagi media untuk melaporkan kasus-kasus ini dengan sensitivitas yang tinggi, menghindari sensationalisme, dan berfokus pada pemberdayaan korban serta edukasi untuk pencegahan. Di sisi lain, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak kekerasan seksual dan bagaimana mendukung perubahan sosial yang lebih baik.
Penulis: Ainun Fitri Mughiroh, S.Sos., M.I.Kom
Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Unhasy