Dewi Yukha Nida ketika di Yordania untuk mengikuti MTQ Internasional

Nama               : Dewi Yukha Nida
TTL                : Trenggalek, 25 Desember 1997
Alamat             : Ngadisuko, Durenan, Trenggalek, Jatim
Hobi               : Membaca
Cita-cita          : Ingin membumikan Al Quran di masyarakat
Pendidikan         : SDN 1 Ngadisuko
SMP Islam Durenan
MA Perguruan Mu’allimat
Mahasiswi Fak. Tarbiyah Universitas Hasyim Asy’ari
Pesan              : Hasil yang luar biasa itu tidak akan diperoleh kecuali dengan usaha yang luar biasa pula
Prestasi        :
Bintang Tahfid di MHQ PPP. Walisongo tahun 2014
Wisudawati terbaik tahun 2015
Bintang Tahfid MA Perguruan Mu’allimat 2015/ 2016
Juara II 30 Juz CCQ BKMA se-Jombang tahun 2014
Juara III MTQ 30 Juz Tafsir Bhs. Arab tingkat Provinsi di Banyuwangi tahun 2015
Juara II MTQ 30 Juz tingkat Provinsi di Banten 2016
Juara III MTQ 30 Juz tingkat Provinsi di Papua Barat tahun 2016
Juara II MTQ 30 Juz tingkat Nasional di NTB mewakili Banten tahun 2016
Juara harapan III MTQ 30 Juz tingkat Internasional Yordania tahun 2017

Dewi Yukha Nida, santri Walisongo sekaligus pembimbing mabna Tsani’, yang telah menorehkan berbagai prestasi dalam bidang Al Quran. Beliau Istiqomah menyempatkan waktu untuk murajaah hafalannya. Dan pada akhirnya santri yang biasa dipanggil Ustadzah Nida ini berhasil meraih prestasi diberbagai kategori lomba Al Quran sampai tingkat Internasional. Santri yang sempat mewakili Indonesia dalam lomba MTQ Internasional di Yordania ini patut menjadi figur para santri. Untuk mengenal lebih dalam, simak wawancara Roja dan Fani dari tim redaksi Uswah berikut ini:

  1. Apa kegiatan yang ustadzah lakukan saat ini?

Kegiatan saya sekarang kuliah, selain itu saya juga menerima setoran Al Quran di Pondok Pesantren Putri Walisongo.

  1. Sejak kapan ustadzah mulai menghafal Al Quran?

Sebenarnya saya mulai menghafal sejak saya masih MTs, saat itu saya baru dapat 7 Juz. Kemudian saya di sini satu setengah tahun khatam. Jadi total saya menghafal kira-kira dua tahun.

  1. Bagaimana metode ustadzah dalam menghafal Al Quran?

Sebenarnya saya menghafal secara manual, sama seperti teman-teman. Menurut saya lebih bagus cara menghafal anak-anak PQ (Program Quran) santri Walisongo dari pada saya.  Sehari saya muraja’ah 10 halaman (pojok), jadi satu bulannya saya dapat 8 Juz. Kalau tambahannya satu hari 1 pojok, jadi satu bulan saya dapat 2 Juz.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  1. Bagaimana cara ustadzah menjaga hafalan agar tidak mudah hilang?

Yang pertama pastinya istiqomah, saya juga tidak pernah tahu dulu itu juga proses, dari yang tidak lancar sampai lancar juga proses, dan saya dulu sempat berpikir “bisa lancar gak ya?” tapi saya jalani. Dan setelah khatam, nderesnya sehari biasanya dapat 3 Juz (Juz 1, 11, 21) begitu seterusnya sampai satu bulan saya khatam 3 kali. Karena saking seringnya di muraja’ah, saya mulai bisa baca dua hari sekali khatam. Alhamdulillah dari situ saya mulai merasa menghafal itu ringan.

  1. Bagaimana cara ustadzah menjaga keistiqomahan dalam menghafal?

Pastinya dengan niat yang kuat. Dan setiap minggu orang tua selalu menelpon, dan berpesan “kamu harus yakin, dengan Al Quran kamu akan mulia dan ingat  mengejar sesuatu itu harus nekat kalau gak nekat sampean gak akan bisa sampek lancar,” saya sering dapat motivasi dari orang tua juga.

  1. Terkadang santri mengatakan “ngantuk disaat ngaji” bagaimana menurut ustadzah?

Saya juga pernah tapi biasanya saya wudlu, kemudian kalau masih mengantuk ngajinya sambil berdiri, kalau tidak mengajak teman ngaji bareng atau semak-semakan.

  1. Halangan apa yang pernah ustadzah alami saat menghafal?

Kalau anak-anak bilang lawan jenis, saya tidak pernah, mungkin sakit jadi ngajinya agak terkurangi. Kalau malas pernah, tapi karena tekad jadi malasnya 1-2 hari, nanti hari ke-3 bangkit lagi. Alhamdulillah selama saya menghafal target saya pasti terpenuhi dan tidak pernah meleset, seumpama target saya khatam Desember tahun 2014, saya khatam tepat waktu, waktu itu usia saya 17 tahun bulan Desember 2014 saya khatam, dan saya juga punya target satu bulan tambahan 2 Juz. Alhamdulillah sekali lagi karena tekad yang kuat dan doa orang tua yang tidak pernah terelakkan.

  1. Bagaimana target atau harapan ustadzah ke depannya?

Setelah Al Quran lancar sebenarnya saya mau belajar kitab, sebenernya kelas 3 saya ingin masuk ke kitab tapi karena saya diminta tolong untuk nyimak anak-anak, jadi saya nyimak dan insyaallah nanti ke depannya kalau MHQ 30 Juz tuntas, saya mau belajar kitab.

  1. Bisa diceritakan bagaimana proses ustadzah bisa mengikuti lomba MTQ Nasional?

Perjalanan saya untuk mengikuti lomba ke tingkat nasional itu awalnya dari Banten, sebenarnya banyak tawaran dari Bengkulu, Papua Barat, dan Banten hanya saya merasa lebih enak di Banten jadi saya memilih di Banten.

  1. Apakah ustadzah mempunyai ritual khusus sebelum mengikuti lomba?

Hanya baca-baca doa seperti surat Al-Insyirah, Ayat Kursi, robbisy-rohlii, dan amalan sehari-hari. Tapi yang terpenting latihan yang tekun, tidak pantang menyerah, dan ridho orang tua serta guru yang membuat saya yakin akan semuanya.

  1. Apa yang ustadzah rasakan ketika mendapat juara nasional?

Alhamdulillah, bersyukur saya bisa menjadi juara nasional hadza min fadli rabbi (ini adalah anugerah dari Tuhanku), dan yang saya pikirkan ketika juara nasional saya yakin suatu saat saya bisa mewakili Indonesia di tingkat internasional. Alhamdulillah saya juga senang bisa membawa nama baik Walisongo, saya ini made in Walisongo, Qurannya ala pondok Walisongo, jadi saya bisa mengenalkan “ini lo Walisongo” di MTQ Nasional.

  1. Apa pesan ustadzah untuk teman-teman santri?

Kebetulan saya punya kata-kata ada di bait Alfiyah yang ke -110 kalau tidak salah, yang artinya “Sesuatu yang mengiringi mudhof (kyai) yakni mudhofilaih (santri) akan menjadi pengganti mudhof dalam i’rab-nya saat mudhof terbuang. Untuk para penghafal Al Quran Openono Qur’anmu lek pengen di openi gust Allah. Ustadz saya juga pernah mengatakan “Sejauh mana kita memperhatikan Al Quran, sejauh itu pula Allah memperhatikan kita.”


Wawancara ini pernah dimuat di Majalah Uswah Pesantren Walisongo Cukir Jombang