Ilustrasi dakwah. (sumber: Ist)

Dalam bahasa Arab kata da’wah termasuk dalam jenis isim mashdar, da’wah berarti panggilan, seruan atau ajakan. Adapun dalam bentuk kata kerja (fiil) berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan yang berarti memanggil, menyeru atau mengajak. Istilah ini sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amr ma’ruf dan nahi munkar, mau’idzoh hasanah, tabsyir, indzhar, wasiyah, tarbiyah, ta’lim.

Adapun menurut para ahli pengertian dakwah diantaranya:  Menurut Asep Muhidin, Dakwah adalah upaya kegiatan mengajak atau menyeru umat manusia agar berada di jalan Allah (sistem Islami) yang sesuai dengan fitrah dan kehanifannya secara integral, baik melalui kegiatan lisan dan tulisan atau kegiatan nalar dan perbuatan, sebagai upaya pengejawantahan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran spiritual yang universal sesuai dengan dasar Islam.

Sejak zaman Nabi Muhammad, dakwah telah menjadi inti dari penyebaran Islam. Nabi Muhammad SAW merupakan contoh seorang da’i, yang menyampaikan risalah ilahi kepada umat manusia. Dakwah beliau tidak hanya berputar atau berfokus  kepada penyampaian ajaran-ajaran agama secara lahirliah saha, tetapi juga dakwah beliau sering kali ditentankan melalui teladan dan perilaku yang mana hal itu bertujuan untuk contoh kepada umat muslim.

Baca Juga: Memahami Apa Itu Komunikasi Dakwah?

Adapun tindak laku dakwah Nabi Muhammad SAW yang baik, tidak terlepas dari ajaran Al-Qur’an itu sendiri. Sehingga wajar saja, beliau dijuluki sebagai sosok yang berahlak sebagaimana Al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri mengambarkan bagimana Nabi Muhammad di dalam surah An-Nahl ayat 125, yang berbunyi;

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِه وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Artinya; “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125).

Ayat ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang bijaksana dalam dakwah, baik melalui argumentasi rasional maupun melalui contoh moral yang baik. Sehingga pada akhirnya, dakwah yang baik dan berangkat dari sopan santun akan senantiasa bisa diterima oleh banyak orang, dan dakwah tersebut kelaknya akan dapat memberikan efek yang kuat terhadap mad’u dalam menjalankan syariat Islam.

Karena pada hakikatnya dakwah itu tidak kurang dan tidak lebih adalah perkerjaan utama para Nabi dan Rasul. Sebagaimana dijelaskan pada kitab Fiqhu Dakwah, bahwa sesungguhnya dakwah kepada Agama Allah, merupakan sebuah jalan (yang ditempuh) Rasullah dan para pengikutnya. Sebagaimana firman Allah,

قُلْ هٰذِه سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِۗ عَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْۗ وَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (seluruh manusia) kepada Allah dengan bukti yang nyata. Mahasuci Allah dan aku tidak termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)



Penulis: Dimas Setyawan