Foto: Deka Pranata, desain: Iqbal

Oleh: KH. Fahmi Amrullah Hadzik

الْحَمْدُ لِلهِ، نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ، وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّابَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ، اِتَّقُوْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Haqqo tuqotihi, dengan sebenar-benar takwa. Dalam artian menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Dan janganlah sekali-kali kita meninggalkan dunia ini, kecuali dalam keadaan beragama Islam dan khusnul khatimah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Baru saja kita, Bangsa Indonesia, merayakan tujuh puluh dua tahun kemerdekaan. Usia tujuh puluh dua tahun seandainya dikonversi menjadi umur manusia, tentu umur sudah lebih dari cukup, untuk menentukan manusia itu baik atau tidak baik.

Karena, batasan umur manusia itu empat puluh tahun. Kalau dia sudah melewati umur empat puluh tahun, maka sudah bisa dilihat. Sukses tidaknya, baik tidaknya. Demikian pula tentu umur suatu bangsa. Seperti Indonesia ini tujuh puluh dua tahun. Sesungguhnya itu adalah umur yang cukup untuk menjadikan Indonesia ini baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Negeri yang aman, sejahtera, yang damai, dan dilimpah maghfiroh oleh Allah SWT. Tapi, barangkali kenyataan masih belum sesuai dengan harapan. Ya tetap harus berproses.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Kemerdekaan adalah anugerah Allah. Di dalam pembukaan undang-undang dasar disebutkan “atas berkat rahmat Allah”. Anugerah Allah melalui perjuangan para ulama’, para syuhada’, para pahlawan. Sebagai sebuah anugerah Allah, maka wajib bagi kita untuk menyukuri anugerah berupa kemerdekaan ini.

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ أَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ

”Yaitu ketika orang-orang yang kami kukuhkan kedudukanya di muka bumi, mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, mereka berbuat baik, menyuruh kepada kebaikan, makruf, dan mencegah kepada kemungkaran. Dan kepada Allahlah kembali segala urusan.” (QS. al Hajj; 41)

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Kemerdekaan adalah salah satu bentuk dari dikukuhkan kedudukan di muka bumi. Bangsa yang merdeka artinya bangsa yang dikukuhkan kedudukanya di muka bumi. Ia bebas dari penjajahan.

Maka ketika sebuah kaum, sebuah bangsa, ataupun seseorang dikukuhkan kedudukanya di muka bumi. Sebagai bentuk syukur itu adalah aqomush sholah wa atawuz zakah wa amru bil ma’ruf wa nahau ‘anil munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan beramal ma’ruf nahi munkar. Artinya, ketika kita dikukuhkan kedudukan di muka bumi, apa yang dibangun? Bukan hanya membangun fisik tapi membangun jiwa.

Shalat itu membangun jiwa. Karena dengan shalat itu tanha ‘anil fakhsya’i wal munkar., mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.

Di dalam lagu Indonesia raya, ada bait yang berbunyi “Bangunlah jiwanya, bangunlah badanya”. Pengarang lagu ini, WR Supratman, tentu tidak sembarangan meletakan kalimat bangunlah jiwanya lebih dahulu dibandingan dengan membangun badan, bangunlah badanya.

Kenapa? Karena membangun jiwa itu jauh lebih sulit dari pada membangun badan. Membangun badan itu membangun fisik, membangun infrastruktur, membangun jalan, mudah, membangun gedung mudah. Sebentar lagi, anggota DPR mungkin punya gedung baru, yang menurut berita anggaranya lebih dari lima triliun untuk membangun gedung parlemen. Mungkin, satu dua tahun segera terwujud itu gedung.

Tetapi bagaimana membangun jiwa penghuni gedung tersebut, agar menjadi wakil-wakil rakyat yang amanah, yang jujur, yang iklash, yang tidak korup, yang tidak suka suap-suapan, tentu bukan perkara gampang. Tidak semudah membangun gedungnya. Maka jangan heran kalau banyak yang tertangkap. Membangun gedung pengadilan, gampang. Tapi membangun jiwa para pengadil, orang yang seharusnya berbuat adil, malah ketangkap. Ini tentu yang rusak bukan gedungnya. Tapi yang rusak adalah jiwanya.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Karena itu, untuk membangun Indonesia ini, mau tidak mau kita harus cinta dengan NKRI. Harus mencintai tanah air. Maka kemudian kita masyarakatkan jargon hubbul wathon minal iman, cinta tanah air bagian daripada iman.

Ada sebagian orang bertanya, “Hubbul wathon minal iman itu kan bukan dawuhnya Kanjeng Nabi. Jadi mencintai negara itu tidak disyari’atkan dalam Islam”.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Mungkin, atau bisa jadi, Nabi tidak pernah dawuh hubbul wathon minal iman. Tapi nabi sangat mencintai tanah kelahiranya. Beliau sangat mencintai Makkah.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

“Dari Ibn Abbas ra, Rasulullah bersabda, ‘Wahai Makkah, alangkah indahnya engkau sebagai negeri dan aku sangat mencintaimu, seandainya kaumku tidak mengusirku darimu, maka aku tidak akan tinggal di negeri selainmu’” (HR. Ibn Hibban)

Seandainya nabi tidak diusir oleh kafir Quraisy, niscaya beliau tidak akan pindah dari Makkah, karena beliau sangat mencintai tanah kelahiranya, yaitu Makkah.

Nabi memang mungkin tidak pernah mengucapkan ‘Hubbul Waton Minal Iman’ tetapi sikap beliau mencerminkan bahwa beliau mencintai negaranya, dan inilah yang bisa kita jadikan pegangan.

Mengapa negeri-negeri di Timur Tengah sekarang ini kacau balau, perang sesama warga negara. Karena mereka hanya dididik untuk mencintai agama, bukan dididik untuk mencintai negara.

Maka, bersyukurlah kita di Indonesia ini, karena kita tetap dapat rukun, kita tetap bisa bersatu, walaupun mungkin terdapat sedikit perbedaan – perbedaan dengan yang lain, tapi tetap kita mengutamakan kepentingan negara, sampai sekarang alhamdulillah, dan semoga bisa berlanjut hingga yaumil qiyamah.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Maka di penghujung tahun 1438 H ini, mari, saya mengajak khususnya untuk diri saya sendiri, dan juga umumnya untuk para hadirin, untuk kembali menghisab selama satu tahun ini, apa yang telah kita perbuat. Jika ada yang kurang baik maka mari segera kita perbaiki.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang – orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaknya setiap diri itu melihat apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah diamalkan, untuk bekal hari esok dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kita kerjakan” (QS al Hasyar: 18)

Semoga kita dijadikan oleh Allah sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa taat yang senantiasa beruntung di dunia dan beruntung pula di akhirat kelak.

إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ،  كَلَامُ اللهِ الْمَلِكِ الْمَنَّانِ، وَبِالْقَوْلِ يَهْتَدُ الْمُرْتَضُوْنَ. مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ، وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا، وَمَارَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلآيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ