sumber ilustrasi: google.com

Oleh: Anonim*

Hal yang luar biasa, bertemu dengan teman-teman sepesantren dulu, banyak hal yang hingga kini membuat kita mengingat kesahajaan, ketenangan, keikhlasan, saat di pesantren. Mengingat dan belajar dari salah satu ustadz pembina yang selalu mengayomi kami dan memberi pendidikan yang secara tak sadar juga membentuk sebuah karakter dalam diri kami, khususnya kami di kamar yang beliau bina.

Kami ingat betul, saat itu pagi hari sebelum berangkat sekolah ustadz kami keluar dari kamar saat persiapan sekolah dan membentak seisi kamar. “Semuanya duduk!” tidak ada yang membangunkan saya?” ucapnya dengan nada yang meninggi. Saat itu kami diceramahi hingga pukul 07.00 Wib, tentunya itu membuat kami agak terlambat ke sekolah. Beliau adalah Ustadz Sulaeman atau kami akrab memanggilnya Bang Soele, pembina kami saat waktu SLTP lebih tepatnya Wisma MTs SS, Suryo Kusumo 204.

Ceramah panjangnya waktu itu, menjadi salah satu hal yang membentuk bahkan mengubah cara pandang kami, bahwa dengan menjadi seorang tokoh central di masyarakat (dalam konteks ini pembina) kita tidak harus jaim dan menutupi hal yang harusnya bisa dikoreksi bersama. Beliau menyontohkan kearifan yang luar biasa. Sebuah kata-kata,  العلم بلا عمل كالشجر بلا ثمر ilmu tanpa amal layaknya sebuah pohon tanpa buah.

Memahami hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Kesalahan yang jelas-jelas terlihat publik seringkali malu untuk mengakuinya. Bahkan dalam kisah ini beliau marah kepada teman-teman karena sungkan membangunkannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Beliau juga mengajarkan sebuah kemandirian dan keutuhan suatu komunitas yang sukses. Saat awal beliau membina kami dibentuklah susunan pengurus kamar dan saat itu terpilihlah salah satu teman kami. Setelah disahkan beliau berpesan, “bagus tidaknya kamar ini tergantung dari ketua kamar. Kalau ketua kamar loyo semua harus mengingatkan dan acara harus tetap berjalan dengan ada atau tidak adanya saya.”

Acara kamar biasa berbentuk jam’iyah dan yang mengisi dari anggota kamar yang terjadwal setiap malam Selasa dan malam Jumat. Mulai dari MC, Qori’, dan ceramah. Sesekali kami mengadakan praktik Fiqh seperti: shalat Idul Fitri, shalat mayit, memandikan mayit dll. Selain itu juga berbagai macam amalan NU yang lain.

Begitu berjalan beberapa minggu, teman-teman mulai timbul sebuah kemalasan. Banyak teman-teman yang mulai meremehkan jam’iyah yang telah dijadwalkan. Dan terjadilah saat acara kamar tidak berjalan. Sekamar dihadapkan lagi dengan pesan dari Ustadz Sule dari habis shalat Maghrib hingga pukul 21.00 WIB.

Dari situ kami merasakan bahwa memang acara itu terlihat remeh namun itu hal yang sangat penting bagi kami. Masyarakat perlu seorang alumni pesantren yang berdedikasi tinggi, apapun kegiatan yang kita hadapi di hari itu, kegitan yang positif harus terus kita laksanakan dengan sepenuh hati, istikamah. Begitulah sosok yang membina kami dari tahun 2013 hingga 2014. Memang singkat namun sangat berarti dan yang mengubah hidup kami sekamar.

*Alumni MTs Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng.