Sumber foto: http://www.nu.or.id/post/read/84172/syarat-dan-urutan-yang-berhak-jadi-wali-nikah

Oleh: Ustadzah Nailia Maghfiroh dan Ustadz M. Idris

Assalamu’alaikum Wr Wb

Saya berencana menikah dalam waktu dekat ini, namun saya bingung dengan perwaliannya, ayah saya sudah meninggal, kakek juga sudah meninggal, saya memiliki dua saudara laki-laki yang seayah, tetapi kami dalam perselisihan dan keluarga saya menginginkan wali hakim saja yang menjadi wali nikah saya. Apakah pernikahan saya sah atau batal nantinya?

Joko Siswanto, Semarang

Waalaikumussalam Wr Wb

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terimakasih kepada penanya, saudara Joko Siswanto. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan taufikNya kepada kita semua. Amiin yaa rabbal ‘alamiin. Adapun jawaban pertanyaannya sebagai berikut.

Pernikahan merupakan salah satu ibadah sunnah yang disyari’atkan dalam Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya dintaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS. Ar Rum (30):21]

Melalui jalinan/ikatan suci pernikahan, dua insan yang awalnya tidak memiliki hubungan apapun menjadi memiliki ikatan yang cukup erat yang menghubungkan antara dua pasang orang tua  dan dua pihak keluarga menjadi satu keluarga utuh. Orang tua yang telah membesarkan anaknya sejak masih di dalam kandungan pun dengan cukup berat hati harus berkenan melepaskan anaknya untuk hidup bersama orang lain yang menjadi suami/istrinya.

Besarnya peran dan jasa orang tua terkait dengan proses hidup seorang anak hingga akhirnya dia sampai pada jenjang kehidupannya yang baru yakni pernikahan, meyebabkan adanya suatu hubungan yang tidak dapat ditiadakan antara anak dan orang tua. Karenanya, dalam proses pernikahan pun, seorang anak tidak serta merta lepas dari peran orang tua, melainkan orang tua memiliki peran besar terkait dengan disahkannya suatu pernikahan atau tidak. Hal ini yang kemudian dalam Islam disebut dengan wali nikah yakni orang tua yang keberadaannya menjadi salah satu syarat sah dan tidaknya pernikahan menurut sudut pandang syari’at Islam.

Namun, menengok pada realita yang ada, tidak selamanya keberadaan orang tua dapat dipastikan, munculnya situasi di mana orang tua tidak dapat dihadirkan dalam proses pernikahan baik karena meninggal atau sedang dalam perjalanan yang cukup jauh dan sebab-sebab lainnya. Keadaan itu menuntut adanya solusi. Karenanya dalam Islam peran wali tidak hanya dapat diambil oleh orang tua, melainkan juga kerabat dekat bahkan wali hakim yang biasa disebut dengan wali ab’ad tentunya dengan izin wali asal yakni orang tua sebagai wujud solusi dari situasi yang dimaksudkan.

Terkait dengan pertanyaaan, “Lalu bagaimana jika kondisi orang tua sudah meninggal sementara hanya terdapat saudara laki-laki selalu kerabat dekat yang memiliki hak, namun terjadi perselisihan di antara pihak mempelai dan wali terdekat. Apakah boleh seketika mengambil opsi wali hakim? Ataukah tetap harus menunggu redanya perselisihan?

Jawabannya, berdasarkan pendapat beberapa ulama yang ada, maka pernikahan dianggap tidak sah, sebab wali hakim hanya dapat menikahkan atas seizin wali terdekat. Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Al Fiqh ‘ala al Madzahib al Arba’ah Juz 4 halaman 26.

Ulama Syafi’iyah berpendapat, tartib dalam beberapa wali itu menjadi syarat yang harus ada dalam pernikahan, dan hak (menikahkan) wali yang dekat tidak bisa dipindah pada wali yang jauh kecuali dalam beberapa keadaan:

Hak wali itu bisa secara langsung berpindah menuju sulthon (penguasa) atau hakim dalam beberapa perkara;

  • Wali sedang melakukan Ihram dalam ibadah haji.
  • Wali dalam keadaan
  • Wali menikahkan perempuan tanpa sepadan (sekufu)
  • Wali berada dalam

Ulama Hanafiyah berpendapat: Tartib dalam beberapa wali nikah itu merupakan hokum pasti, akan tetapi akad nikah itu tetap sah ketika yang menikahkan wali yang jauh bersamaan masih ada wali yang dekat berdasarkan adanya izin dari wali yang dekat. Apabila wali yag terdekat tidak mengizinkan maka akad dianggap tidak sah.

Ulama Hanabilah berpendapat, tartib dalam beberapa wali itu wajib, akan tetapi haknya wali nikah bisa gugur dalam beberapa kasus:

  • Wali melarang perempuan itu untuk
  • Wali itu bepergian di atas jarak bolehnya mengqoshor sholat atau perginya tidak diketahui.
  • Wali itu bukan orang yang ahli untuk menjadi wali dengan sebab dia masih kecil, kafir ataupun budak.

Pada dasarnya, ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab gugurnya hak seorang wali, namun berdasarkan deskripsi masalah di atas, kondisi yang ada tidak masuk dalam situasi di mana hak seorang wali dapat digugurkan. Jadi sebaiknya dirundingkan dengan pihak keluarga besar agar mendapatkan solusi yang terbaik, termasuk meredam konflik yang ada. Wallahu a’lam bisshowab.

Sekian jawaban singkat dari kami. Semoga dengan jawaban ini dapat menambah keilmuan kita tentang pemahaman syari’at islam, sesuai dengan Al Quran, Hadis, dan para ulama salaf as shalih, sehingga akan membentuk insan yang ilmiah dan amaliah.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari dan anggota tim tanya jawab Tebuireng Online