Sumber: gezierveni.com

Oleh: Rizky Hanivan*

Terdapat sebuah bangunan unik yang pernah menjadi basilica, masjid, dan kini menjadi sebuah museum. Nama bangunan tersebut ialah Hagia Sophia aau Aya Sofya. Terletak di kota Istanbul, Republik Turki. Berubahnya bangunan ini menjadi museum, terjadi saat Presiden Turki Kemal Attartuk melengserkan Kekaisaran Turki Ottoman atau Turki Utsmani.

Aya Sofya berada di bagian kota Istanbul yang terbentang di daratan Eropa. Di sebelah baratnya terlihat Laut Marmara, yang jika ditelusuri ke arah Barat akan tersambung hingga Selat Dardanella, Laut Aegea, dan Laut Mediterania. Ke arah Timur akan terbentang Muara Tanduk Emas.  Di hadapan Aya Sofya, terdapat selat Borporus terus menjulur ke arah Timur hingga sampai di Laut Hitam.

Aya Sofya sebagai Gereja

Pada awalnya, Aya Sofia merupakan gereja Katholik Ortodoks. Saat masih menjadi gereja ia bernama “Sancta Sophia” atau “Sancta Sapienta” (bahasa Latin) yang memiliki arti “Holy Wisdom” atau “Kebijaksanaan Suci”. Aya Sofya merupakan katedral terbesar di dunia selama kurang lebih 1000 tahun. Hingga berdirinya Katedral Sevilla pada 1520,

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Gereja Aya Sofia yang bangunannya masih utuh hingga saat ini adalah gereja Aya Sofia yang ketiga yang berdiri di tempat yang sama. Gereja Aya Sofia yang pertama dan kedua telah luluh lantak karena dibakar dalam huru-hara. Namun gereja Aya Sofia yang ketiga dibangun pada tahun 532 – 537 M atas perintah dari Justinian, Kaisar Byzantimum pada masa itu. Arsiteknya adalah Isiodore dari Miletus dan Anthemius dari Tralles.

Peninggalan dari gereja pertama dan kedua hanya tinggal sedikit. Di antara yang masih tersisa  adalah tempat pembaptisan dan skeuphylakion. Skeuphylakion merupakan bangunan berbentuk bundar yang dulunya adalah tempat penyimpanan harta milik patriarch. Sedangkan tempat pembapstisan diubah menjadi makam para sultan Ottoman pada tahun 1639.

Hingga pada tahun 360 M dan 1000 tahun berikutnya, gereja Aya Sofya dijadikan kantor resmi patriarch Konstantinopel. Di dalam gereja ini pernah tersimpan ikonostatis (patung religius) perak setinggi 15 meter. Perannya sebagai pusat dunia Kristen di Timur diperkuat oleh dukungan resmi Kekaisaran Byzantium, yang menjadikan gereja ini sebagai tempat resmi pelaksanaan berbagai upacara kenegaraan.

Aya Sofia adalah bukti kebesaran arsitektur Byzantium dan dianggap telah mengubah sejarah arsitektur dunia. Keajaiban bangunan Aya Sofya adalah pada kubah raksasa yang dimilikinya.  Kubah tersebut sering dianggap sebagai simbol bagi ketakterbatasan kosmos Roh Kudus. Dibutuhkan waktu lima tahun untuk merenovasi kubah tersebut setelah pernah digoncang gempa besar pada tahun 557 M. Pada Kubah yang baru, lebih tinggi dan ditopang oleh empat puluh buah penyangga, secara bertahap ditambahkan setelah gempa terjadi lagi pada tahun 859 M dan 989 M.

Gereja Aya Sofya juga pernah menjadi sasaran penjarahan tentara Salib ketika Perang Salib IV pada tahun 1204. Setelah peristiwa itu, gereja ini dikembangkan lagi oleh Kaisar Andronicos II.

Aya Sofya sebagai Masjid

Setelah ditaklukkannya Konstantinopel oleh Sultan Muhammad II – yang masyhur dengan julukan Al-Fatih atau Sang Penakluk – Ketika Al-Fatih masuk ke dalam gereja Aya Sofia ia  memerintahkan agar bangunan itu segera diubah menjadi masjid sehingga bisa dipakai untuk shalat Jumat. Perlengkapan gereja seperti Lonceng, altar, ikonostatis, dan alat-alat pengorbanan Kristiani dibuang dan banyak mozaik (lukisan dinding) berciri Kristen ditutup. Yang patut diapresiasi adalah bahwa Sultan Muhammad Al-Fatih memerintahkan dengan tegas supaya gereja-gereja yang lain tidak diganggu dan ia tidak segan untuk menjatuhkan hukuman berat kepada siapa saja melanggar perintah itu. .

Berdasarkan suatu catatan, yang pertama kali menjadi khatib khutbah Jumat di Masjid Aya Sofia adalah Asy-Syeikh Ak Semsettin. Pada hari itu juga nama Konstantinopel diubah menjadi “Islam Bol” atau “Kota Islam” dan kemudian dijadikan sebagai ibu kota ketiga Kesulatanan Ottoman setelah Bursa dan Edirne.

Ciri khas  arsitektur Islam sangat tampak pada bangunan  Aya Sofya, seperti mihrab, mimbar, serta keempat menara yang terdapat di bagian luar masjid ini, ditambahkan selama masa kekuasaan para sultan Ottoman. Selama 500 tahun masa kejayaan kesultanan ini, Aya Sofia telah menjadi model untuk masjid-masjid Ottoman yang lain, seperti Masjid Sultan Ahmed (Masjid Biru Istanbul), Masjid Schzade, Masjid Suleymani, Masjid Ruthem Paska, dan Masjid Kilic Ali Paska.

Bangunan kembali mengalami perubahan ketika Sultan Muhammad II menambahkan sebuah menara kayu yang kemudian diganti dengan menara dari batu-bata di sisi selatan. Sang Sultan juga mendirikan  madrasah dan kantor untuk mengelola wakaf di sekitar kompleks Masjid Aya Sofya. Sultan Salim II memerintahkan restorasi besar-besaran yang dilakukan oleh arsitek Mimar Sinan. Pada periode inilah ditambahkan sebuah ruangan khusus untuk Sultan dan menara kedua yang terbuat dari batu. Mimar Sinan juga membangun Makam Sultan Salim II di sisi tenggara masjid ini pada tahun 1577. Makam Sultan Murad III dan Muhammad III juga dibangun di sebelah makam tersebut pada tahun 1600-an.

Pada tahun 1739, Sultan Mahmud juga mendirikan pembangunan tempat wudhu besar, tempat pengajaran Al-Quran, dapur dan perpustakaan, membuat Aya Sofya menjadi pusat kompleks sosial. Sementara itu, Sultan Muradd II menambahkan dua buah menara batu, sehingga menara Aya Sofia menjadi empat – yang masih dapat dilihat sampai sekarang.

Renovasi besar-besaran yang paling terkenal di dunia Barat adalah restorasi yang dilaksanakan pada masa kepemimpinan Sultan Abdulmajid II. Beliau mengundang sepasang kakak-adik arsitek yang berasal dari Swiss, Gaspare dan Giuseppe Fossatti untuk melakukan renovasi. Selain untuk mengokohkan kubah, penopang dan pilar-pilar, kedua arsitek tersebut mendekorasi ulang eksterior dan interior. Kakak-beradik ini juga mencatat mozaik-mozaik figural yang telah ditutup atas perintah Sultan Muhammad Al-Fatih. Catatan mereka inilah yang menjadi panduan untuk merestorasi mozaik-mozaik tersebut setelah Aya Sofia diubah menjadi museum oleh pemerintahan Kemal Attaturk.

Aya Sofya sebagai Museum

Hingga tibalah masa kemunduruan itu, bukan hanya bagi warga turki, tapi bagi seluruh umat muslim dunia. Tepatnya pada tahun 1934, pemerintah Republik Turki yang berpaham sekularisme dan bersikap keras terhadap Islam mengubah fungsi bangunan ini yang tadinya adalah masjid menjadi sebuah museum. Sampai sekarang, masjid ini tetap menjadi museum dan merupakan salah satu lanskap kebanggaan Istanbul.

Restorasi Aya Sofia menjadi sebuah museum dipelopori oleh Byzantine Institute of the United States dan Dumbortan Oaks Field Committe pada tahun 1940-an, yang masih berlanjut hingga sekarang. Riset arkeologis juga mengungkapkan kembali aspek-aspek bangunan ini yang terkait dengan sejarah, struktur, dan dekorasi bangunan ini ketika masih menjadi gereja.

Proses restorasi pada masa modern antara lain telah membuka kembali mozaik-mozaik Kristen yang telah ditutup selama ratusan tahun. Hasilnya, mzoaik-mozaik Kristen tersebut kini dapat terlihat, tampil bersebelahan dengan simbol-simbol Islam. Yang paling mengejutkan, mihrab Masjid Aya Sofi kini terletak hampir tepat berada di bawah sebuah mozaik tentang Bunda Maria dan Yesus!

Aya Sofia kini merupakan salah satu dari 100 monumen yang terancam kepunahan. Daftar ini dkeluarkan oleh World Monuments Fund pada tahun 1996 dan 1998. Karena pentingnya pengaruh konsepsi arsitektur klasik Ottoman, Aya Sofia telah dibuka untuk pengunjung sebagai museum untuk umum.

Walaupun telah menjadi museum, dan tidak ada lagi umat muslimin yang menunaikan shalat di dalam gedung megah ini, kaum Muslimin di dunia akan tetap mengingatnya sebagai salah satu kegemilangan dalam sejarah Islam.


Disarikan dari berbagai sumber.

*Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari