Sumber: google.com

Oleh : Fitrianti Mariam Hakim*

Berdasarkan artikel yang membahas tentang kedudukan wanita dalam Islam, agama Islam telah memberikan kepada wanita hak-hak yang sama dengan pria, kecuali hak yang ada kaitannya dengan bentuk jasmaniah, jenis kelamin, dan kedudukan sosialnya. Hak-hak sosial wanita adalah sebagai berikut,

  1. Hak Belajar dan Mengajar

Dalam masalah ini, Islam bahkan menjadikannya sebagai kewajiban wanita, seperti halnya pria. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw.,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ

”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  1. Hak Bekerja

Islam memberi hak bekerja bagi kaum wanita sebagaimana hak bekerja bagi kaum pria. Jadi, tak ada satu pun pekerjaan yang dihalalkan agama diharamkan atas wanita dan hanya diperbolehkan bagi kaum pria saja. Sebab di dalam syariat Islam, tidak ada pekerjaan yang diharamkan atas wanita dan diperbolehkan atas pria. Islam tidak membedakan dalam pembuatan syariat (tasyri’) antara pria dan wanita.

Hanya saja –berkaitan dengan hak bekerja ini- wanita yang bersuami tidak boleh bekerja tanpa persetujuan suami. Sebab, aturan keluarga dan hak-hak perwakinan menghendaki wanita agar memelihara kehidupan rumah tangga dan mementingkan kewajiban suami-istri.

  1. Hak-hak Politik

Secara penuh, wanita diberi hak berpolitik, hanya saja tidak boleh menempati kedudukan sebagai kepala negara dan menguasai urusan hukum. Namun, wanita tetap boleh berpartisipasi dalam memilih kepala negara atau pemimpin umat. Ia boleh berperan serta dalam aktivitas politik dan sosial sebagaimana partisipasi kaum pria. Wanita juga boleh ikut berpartisipasi mengelola yayasan, organisasi, dan partai. Selain itu, ia juga tidak dilarang menempati kursi kementrian, parlemen, dan kursi politik lain.

Al-Quran telah menceritakan kepada kita tentang bay’ah kaum wanita kepada Rasulullah saw. Peristiwa ini dicatat oleh sejarah Islan dan bahwa mereka selain ber-bay’ah kepada Rasulullah saw, juga kepada khalifah setelah beliau. Allah Swt. berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَن لَّا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 60:12)

Bahkan bay’ah itu adalah wajib hukumnya atas kaum wanita, sebagaimana diwajibkan atas pria. Bay’ah yang dimaksud di sini adalah yang berkaitan dengan politik, yaitu mengakui kepemimpinan kepala negara dan pemimpin umat yang sah menurut hukum.

  1. Hak-hak Kenegaraan

Islam telah memberikan hak perundang-undangan kepada wanita. Sama seperti memberikannya kepada pria. Kaum wanita boleh menguasai hak milik, hak jual beli, hibah, mengadakan perjanjian, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa wanita –menurut Islam- dapat menikmati hakikat kewanitaannya sesuai undang-undang dan dapat memikul tanggung jawab sendiri, terlepas dari ikatan ayah, suami, atau lainnya. Demikianlah Islam memberikan hak-hak kepada wanita secara utuh dan memperlakukannya sebagaimana Islam memperlakukan kaum pria di dalam aspek-aspek tersebut.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari