Seorang ibu dan anak dalam sebuah ruangan.

Ketika seorang anak jarang tersenyum atau tampak murung di rumah, reaksi pertama yang seringkali muncul dari orang tua adalah menyalahkan anak tersebut. Orang tua mungkin bertanya, “Kenapa kamu nggak bisa lebih ceria?” atau “Kenapa kamu begitu sulit untuk bahagia?”

Dalam banyak kasus, anak yang terlihat tidak tersenyum sering dianggap sebagai anak yang bermasalah atau terlalu sensitif. Padahal, kebahagiaan atau ekspresi positif seorang anak sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak selalu terletak pada sikap mereka. Salah satu faktor utama yang sering kali diabaikan adalah dinamika dalam lingkungan rumah itu sendiri.

Seringkali, orang tua tidak menyadari bahwa perilaku mereka baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memengaruhi suasana hati anak. Misalnya, jika anak terbiasa mendengar orang tuanya bertengkar, melihat ketegangan di rumah, atau merasakan ketidakpastian dalam hubungan keluarga, mereka akan merasa tidak aman dan cemas.

Ketidakamanan ini dapat menghambat kemampuan anak untuk merasa bahagia atau nyaman, karena mereka lebih terfokus pada ketegangan atau masalah yang ada di sekitar mereka. Namun, bukannya melihat masalah ini secara menyeluruh, banyak orang tua justru memilih untuk menyalahkan anak karena mereka merasa anak tersebut terlalu tertutup, atau tidak mampu “menikmati hidup” sebagaimana mestinya.

Pada banyak kasus, orang tua cenderung enggan untuk berintrospeksi diri, untuk menyadari bahwa mereka mungkin menjadi bagian dari masalah yang ada. Terkadang, orang tua merasa bahwa mereka sudah melakukan yang terbaik dan memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan anak, baik dari segi materi maupun perhatian.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Baca Juga: Menyelamatkan Masa Depan Anak, Tidak di Tangan Teknologi

Namun, kenyataannya, perhatian emosional dan kasih sayang yang konsisten jauh lebih penting daripada sekadar memenuhi kebutuhan fisik anak. Ketika orang tua tidak menyadari pentingnya menciptakan atmosfer rumah yang stabil dan penuh kasih, mereka mungkin menganggap masalah emosional yang dialami anak sebagai “masalah pribadi” anak itu sendiri, bukan akibat dari keadaan di rumah.

Beberapa faktor yang membuat orang tua enggan berintrospeksi diri antara lain adalah kebiasaan atau norma yang sudah terbentuk dalam keluarga. Banyak orang tua yang terbiasa dengan pola pikir bahwa mereka sudah bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan anak dan itu seharusnya cukup. Mereka mungkin juga merasa tidak tahu bagaimana cara mengatasi masalah emosional yang muncul, atau bahkan merasa takut bahwa jika mereka mengakui masalah, mereka akan dianggap gagal sebagai orang tua.

Ada juga orang tua yang tidak menyadari bahwa ketegangan dalam hubungan mereka, baik dalam bentuk pertengkaran atau kurangnya komunikasi yang sehat, berpengaruh besar pada kondisi emosional anak.

Sebagian besar orang tua mungkin merasa malu atau merasa bahwa mereka akan dipandang negatif jika mereka mengakui adanya masalah dalam keluarga mereka. Mereka mungkin khawatir bahwa jika mereka mencari bantuan atau berintrospeksi terlalu dalam, itu akan menunjukkan kelemahan atau ketidaksempurnaan. Padahal, mengakui adanya masalah dan mencari solusi adalah langkah pertama yang penting untuk memperbaiki dinamika keluarga dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung perkembangan emosional anak.

Namun, penting untuk diingat perasaan anak sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari, terutama di rumah. Anak-anak adalah peniru ulung mereka belajar tentang cara berinteraksi dengan dunia dari orang tua mereka. Jika orang tua menunjukkan ketegangan emosional yang tinggi atau sering terlibat dalam konflik, anak akan melihat hal itu sebagai norma dan merasakan ketidaknyamanan yang sama. Dalam banyak kasus, anak yang kurang ekspresif atau lebih sering murung sebenarnya adalah mereka yang mencoba untuk menanggapi ketegangan yang mereka rasakan di rumah.

Jika anak merasa tidak aman atau tidak dihargai, mereka akan kesulitan menunjukkan kebahagiaan atau ekspresi positif lainnya. Anak-anak membutuhkan tempat yang aman, di mana mereka merasa dihargai dan diterima tanpa syarat. Tanpa adanya rasa aman ini, mereka cenderung menutup diri dan kesulitan untuk merasa senang atau percaya diri. Apalagi di zaman sekarang, ketika banyak anak yang terpapar pada media sosial dan dunia maya, perasaan terasing atau terisolasi bisa semakin diperburuk, karena mereka tidak memiliki outlet yang sehat untuk melampiaskan perasaan mereka.

Baca Juga: Psikolog Keluarga, Nurmey Nurulchaq Ungkap Cara Hadapi Emosi Anak

Bagi orang tua, penting untuk lebih peka terhadap keadaan emosional anak dan berusaha untuk melihat masalah dari sudut pandang mereka. Alih-alih menyalahkan anak atas sikap atau ekspresi mereka yang tampak suram, orang tua sebaiknya berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya sedang dirasakan anak. Apa yang mungkin terjadi di rumah atau dalam kehidupan mereka yang menyebabkan perasaan seperti itu? Apakah ada konflik yang berlangsung tanpa penyelesaian? Apakah anak merasa tidak aman atau terabaikan?

Berintrospeksi bukanlah tanda kegagalan, melainkan langkah penting untuk meningkatkan hubungan keluarga dan memberikan dukungan yang lebih baik bagi anak. Orang tua perlu menyadari bahwa anak membutuhkan lebih dari sekadar penyediaan materi atau kebutuhan fisik. Anak-anak membutuhkan perhatian emosional yang penuh, pengertian, dan rasa aman dalam lingkungan rumah mereka. Jika ada masalah dalam hubungan orang tua, itu harus dihadapi dan diselesaikan dengan cara yang sehat, misalnya melalui komunikasi yang lebih baik atau bahkan melalui konseling keluarga.

Orang tua perlu menyadari bahwa rumah adalah tempat pertama dan utama bagi anak untuk belajar tentang dunia dan tentang dirinya sendiri. Jika rumah dipenuhi dengan ketegangan, konflik, atau kurangnya komunikasi yang baik, maka anak-anak akan tumbuh dengan perasaan tertekan, cemas, dan bahkan mungkin depresi. Dalam jangka panjang, ini bisa mengganggu perkembangan mereka, baik secara emosional maupun sosial.

Jadi, ketika anak jarang tersenyum atau tampak murung, itu adalah tanda bahwa mereka membutuhkan perhatian lebih dari orang tua, dan bukan sekadar menyalahkannya. Orang tua harus berani untuk melihat diri mereka sendiri, mengevaluasi dinamika rumah tangga, dan mencari cara untuk menciptakan lingkungan yang penuh kasih, aman, dan mendukung bagi anak. Jika orang tua mau berintrospeksi dan memperbaiki hubungan mereka, maka itu akan menciptakan ruang yang lebih sehat bagi anak untuk berkembang dan mengekspresikan kebahagiaan mereka.



Penulis: Albii