Tebuireng.online– Buku berjudul “Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Pemersatu Umat Islam Indonesia” merupakan inisiasi pemikiran Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz yang kemudian ditulis oleh tiga orang alumni Tebuireng; Mohamad Anang Firdaus, M. Rizki Syahrul Ramadhan, dan Ilham Zidal Haq.
Dalam sambutannya, KH. Abdul Hakim Mahfudz menuturkan awal mula ditulisnya buku ini dari tulisan-tulisan ikhtisar (rangkuman) beliau terhadap perjalanan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam mengampu Pondok Pesantren Tebuireng dimulai dari cerita ketika beliau belajar di Makkah pada usia sekitar 21-22 tahun baru kembali ke Indonesia pada umur 28 tahun dan mendirikan Pesantren Tebuireng.
Dalam sejarahnya, Pesantren Tebuireng dibangun di lokasi yang sekarang ini adalah karena semangat perjuangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang sangat luar biasa, sejak di Makkah Hadratussyaikh mengikuti perkembangan politik dunia dibuktikan dengan melemahnya kekuatan Islam yakni Turki Utsmani.
“Dari kejadian itu banyak diskusi-diskusi di Makkah tentang perjuangan untuk mempertahankan Islam supaya tidak tumbang, hal ini juga dilakukan oleh Hadratussyaikh sebelum kembali ke Indonesia beliau bersama enam orang sahabatnya, mereka bertujuh berikrar di depan Multazam untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi negaranya masing-masing, jadi Inilah semangat pemuda pada saat usia diantara 26-27 tahun,” cerita Gus Kikin di hadapan ratusan hadirin.
Menurut Cicit Kiai Hasyim Asy’ari itu, sebenarnya ada sesuatu yang besar yang ditinggalkan oleh Hadratussyaikh, beliau sendiri mengaku tidak tahu apa itu tapi beliau yakin kalau ini adalah sesuatu yang besar.
Selain itu, Yai Kikin juga bercerita kalau suatu waktu ada salah satu pengasuh pondok pesantren yang menelpon beliau pengasuh pondok itu bertanya kepada Yai Kikin, “Pondok Tebuireng itu mau dibawa kemana?” Yai Kikin menjawab, “Tebuireng tidak kemana-mana,” lalu beliau memahami kalau Pesantren Tebuireng itu sudah mulai ditunggu oleh orang-orang maksudnya ada sesuatu di Tebuireng yang ditinggalkan oleh Hadratussyaikh yang ditunggu orang banyak.
Pada kesempatan itu juga, Yai Kikin berbagi pengalaman ketika beliau membaca karya-karya dari Hadratussyaikh, beliau memahami jika kitab-kitab karya Hadratussyaikh bukanlah kitab yang tujuannya untuk pengembangan ilmu melainkan untuk memotivasi sebuah pergerakan dan karena ada kondisi dimana Hadratussyaikh harus menulis kitab tersebut, contoh saja kitab dhou al-Misbah kitab yang membahas tentang pernikahan yang singkat.
“Dalam muqoddimahnya Hadratussyaikh menuliskan kalau kitab ini ditulis karena banyak masyarakat yang tidak paham dengan hukum perkawinan, tujuan Hadratussyaikh menuliskan kitab ini untuk menyederhanakan dan mudah dipelajari dan juga bertujuan untuk respon Hadratussyaikh terhadap ordonansi perkawinan di zaman kolonial pada tahun 1925,” terang Yai Kikin.
Beliau berpesan bahwa ada perubahan yang mendasar bagi seluruh umat manusia khususnya Islam yang terjad juga di beberapa negara dengan melemahnya umat Islam secara sistematik, “inilah yang perlu kita pikirkan dan merekonstruksi sejarah kemudian menjadikan landasan apa yang akan kita lakukan ke depannya karena kita tidak hanya menghadapi perubahan budaya saja tetapi serangan yang muncul dari gadget juga termasuk sesuatu yang sangat luar biasa yang kita harus mampu mencari solusi agar tidak kehilangan pijakan kita,” pesannya.
Untuk diketahui, buku terbitan Pustaka Tebuireng ini dibedah oleh Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (Ikapete) pada Kamis (19/10/2023) di gedung Yusuf Hasyim Tebuireng. Turut hadir Ketua Umum Presidium Nasional Ikapete, Prof. Dr. H. Masykuri Bakri, KH. Ahmad Musta’in Syafi’i, Prof. Dr. Nur Kholis Setiawan, Ketua Lembaga Kajian Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari, Ashari, penulis buku Pandangan KH. M. Hasyim Asy’ari Terhadap Sarekat Islam, dan Drs. Latiful Khuluq penulis buku Kebangunan Ulama, Biografi KH. M. Hasyim Asy’ari.
Pewarta: Nurdiansyah