sumber foto: persisalamin.com
sumber foto: persisalamin.com

Oleh: Hilmi Abedillah*

Barangsiapa yang puasa Ramadan, kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia sama dengan puasa setahun penuh.” [HR. Muslim]

Jika dikalkulasi, puasa Ramadan berjumlah 30 hari ditambah 6 hari di Bulan Syawal menjadi 36 hari. Allah selalu melipatgandakan pahala kepada hamba-Nya yang berbuat kebaikan. Bisa berlipat dari 10 sampai 700 kali.

Berdasarkan itu, maka puasa 36 hari mendapat pahala 360 hari, jumlah hari dalam setahun. Bahkan dalam ibadah puasa, Allah bisa melipatgandakan lebih dari 700 kali. “Wa ana ajzii bihi.”

Puasa Syawal lebih afdolnya dilaksanakan pada tanggal 2-7 Syawal, segera setelah Hari Raya Idul Fitri. Namun boleh juga dilaksakan kapanpun asalkan masih di Bulan Syawal.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Apabila tidak melakukan puasa Syawal, maka pahalanya sebanding dengan 10 bulan saja, seperti yang dijelaskan dalam kitab al Bujairami alal Khatib.

من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر

Kesimpulan dari hadis ini, orang yang belum menyempurnakan puasa Ramadan karena udzur, ia tidak disunnahkan puasa Syawal. Berbeda dengan pendapat Abu Zur’ah yang menyatakan tidak demikian. Ya tetap medapatkan kesunahan puasa, namun tidak mendapatkan pahala seperti yang terdapat pada hadis tersebut, karena hubungannya dengan puasa Ramadan. Oleh karena itu, orang yang masih punya hutang puasa Ramadan harus qada dahulu, baru melakukan puasa Syawal.

Semua produk fikih adalah hasil ijtihad ulama. Oleh karena itu, ada saja ulama yang berpendapat lain tentang hal ini. Konsep taba’iyyah (subordinasi) memberikan konsekuensi bahwa puasa Syawal harus dilakukan setelah lengkap puasa Ramadan. Sebagaimana pendapat di atas tadi.

Namun, konsep taba’iyyah juga mencakup taqdiriyyah (kira-kira) yang mana boleh melaksanakan puasa Syawal dulu kemudian baru qada puasa Ramadan. Bisa juga mencakup mutaakhirah (pengakhiran) yang berarti “menganut” tidak selalu di belakang.

Terkadang ada “menganut” yang letaknya di depan, seperti shalat qabliyah yang menganut shalat fardlu. Dengan pemahaman seperti ini, maka disunnahkan melakukan puasa Syawal walaupun masih punya hutang puasa Ramadan.

Hutang puasa yang dimaksud hanyalah hutang yang disebabkan karena udzur. Mungkin karena datang bulan, sakit, atau musafir. Bila hutang puasa itu karena disengaja, tanpa ada udzur, maka puasanya Syawal tetap tidak diperbolehkan, bahkan haram hukumnya. Karena berarti ia menunda kewajiban yang harus dilakukan sesegera mungkin (qadla’ fauri), yaitu qada puasa Ramadan.

Demikianlah tinjauan fikih mengenai puasa Syawal bagi kita yang masih mempunyai tanggungan puasa Ramadan. Semoga kita bisa mendapatkan hikmah dan fadilah dari puasa Ramadan ini, dan bisa menyempurnakannya dengan puasa Syawal, sehingga kita mendapatkan limpahan pahala dari Allah sebanding dengan pahala setahun penuh. Amin.


*Alumnus Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng.