tebuireng-org-makanan-khas-idul-adha-maroko
Sumber Gambar: https://photo.liputan6.com

Oleh:  Kusnadi El Ghezwa*

 Idul Adha 1437 H telah datang, seluruh umat Islam dari penjuru dunia merayakan Hari Raya Kurban dengan penuh hikmat dan tradisi yang berbeda-beda. Takbir berkumandang dari masjid, mushalla, hingga jalanan raya, ditambah bau daging dimana-mana menambah khas hari raya ini. Berbagai cara dan tradisi dilakukan untuk menyambut hari penuh berkah ini. Termasuk.suka cita warga Maroko menyambut Idul Adha dengan tradisi-tradisi yang unik.

Di Maroko Hari Raya  Idul Adha lebih dikenal dengan sebutan Ied Kabir (hari raya besar), seperti masyarakat jawa menyebutnya “Riyoyo Besaran” dimana ketika Idul Adha semua anggota  keluarga berkumpul menjadi satu, merayakan kebahagiaan dan kebersamaan.

Maroko, yang julukan negeri seribu benteng, memiliki tradisi khusus dalam perayaan Idul Adha. Bisa dibilang Ied Kabir lebih sakral dibanding dengan Ied Fitri pasalnya mereka memiliki tradisi khusus dalam perayaannya. Tentu ini kebalikan dari umat Islam Indonesia yang justru lebih mensakralkan Idul Fitri dari pada Idul Adha.

Berbeda dengan umat Islam di Indonesia yang melakukan penyembelihan secara kolektif, di Maroko, penyembelihan diserahkan kepada setiap keluarga sepenuhnya. Hampir setiap rumah berKurban, baik yang berupa kambing maupun domba. Bahkan sampai keluarga miskin pun berKurban. Pemerintah memberikan bantuan kepada keluarga kelas bawah dengan bank pinjaman Kurban setiap tahunnya. Tradisi yang sudah mengakar ini lah menjadikan hari raya lebih meriah buat mereka, khususnya orang- orang yang berhak menerima daging Kurban pada hari itu mereka dapat membahagiakan anak-anaknya dengan menyembelih sendiri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada hari pertama tanggal 10 Dzulhijah, setelah melaksanakan Shalat Ied berjamaah di lapang luas, dilanjutkan dengan penyembelihan hewan Kurban. Jika di tanah air setelah disembelih maka daging Kurban langsung dibagikan kepada yang berhak menerimanya, lain halnya di Maroko. Setelah disembelih daging Kurban digantung secara utuh setelah diambil bagian dalamnya dan kepalanya. Daging Kurban mereka inapkan selama semalam sebelum dipotong-potong.

Hal yang pertama kali mereka lakukan ialah mengambil hati hewan Kurban kemudian disate yang disebut dengan “kabab” biasanya mereka secara bersama-sama memakannya dengan “teh na’na” khas Maroko.

Pada waktu makan siang mereka memakan “taqliya” yakni usus dan jenis dalaman lainnya yang diambil dari daging Kurban dengan “markah” yakni jenis masaka berkuah khas Maroko. Mereka memakannya bersama-sama dalam satu meja. Pada sore hari barulah acara silaturrahim, saling berkunjungnya family, sanak saudara dan kerabat.

Kepala hewan Kurban mereka panggang, kemudian dimasak secara utuh dalam makanan khas Maroko “couscous” berupa gandum yang dikukus kemudian dihiasi dengan berbagai macam sayuran di atasnya. Dihidangkan dalam sebuah piring besar dan dimakan secara bersama-sama. “Couscous” merupakan makanan khas Maroko yang tradisinya merupakan menu makanan setiap hari Jumat. Itulah rangkaian kegiatan Ied Kabir pada hari pertama.

Pada hari berikutnya, daging Kurban yang mereka gantung selama semalam, mereka potong- potong kemudian dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Sisanya mereka simpan untuk mereka makan sehari-hari.

Pada hari kedua ini, saat makan siang semua orang berkumpul. Tradisi di Maroko dalam acara- acara besar seperti hari raya, pernikahan, dan lain sebagainya, dalam prosesi makan bersama mereka memiliki tradisi menghidangkan jenis makanan secara bertahap.

Tahap pertama, dengan menu pertama yakni “tajine lahem bil barquq” yakni daging yang dimasak dengan buah Barquq yang dihiasi dengan kacang luje dihidangkan ditempat khusus yang disebut tajine terbuat dari tanah liat berbentuk kerucut. Tajine lahem bil barquq merupakan menu favorit orang Indonesia di Maroko. Setelah hampir selesai maka digantikan dengan tahap berikutnya.

Tahap kedua, dengan menu “markah bil lahem” berupa daging yang dimasak seperti sayur dengan berbagai jenis sayur-sayuran. Tahap selanjutnya yakni “couscous”. Setelah itu digantikan lagi dengan “pastela bil lahem” daging dihaluskan dibungkus dengan kulit risoles. Baru setelah itu buah-buahan, aneka kue manisan (halawiyat) dan minuman.

Demikianlah rangkaian tradisi yang umumnya dilakukan dalam perayaan Idul Adha di Maroko. Perbedaan memang indah jika diresapi makna-maknanya. Di Indonesia penyembelihan secara kolektif adalah wujud kebersamaan antar warga masyatakat dan kepedulian sesama umat, sedangkan di Maroko, momen Idul Adha adalah kesempatan mempererat hubungan keluarga, kerabat, baru kemudian peduli pada sesama. Selamat Hari Raya Idul Adha 1437 H.


*Penulis, saat ini tengah menempuh Studi di Maroko