Usai Rejoso, pusat terekat Qodiriyah dan Naqsabandia di Jombang, berpindah ke Cukir. Perkembangan itu berpusat di Pesantren Putri Walisongo yang didirikan oleh seorang kiai kharismatik dan alim, yaitu KH. Adlan Aly. Santri sekaligus menantu keponakan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari itu juga dikenal sebagai kiai ahli Al Quran, banyak kiai dan ulama yang pernah belajar kepada kiai asal Maskumambang Gresik itu.
Sebagai mana ahli terekat dan mursyid, KH. Adlan Aly memiliki banyak karomah yang khariqul ‘adah (tidak biasa). Salah satunya, beberapa kali ditunjukkan ketika beliau sedang melakukan perjanan. Dalam buku “Karomah Sang Wali, Biografi KH. Adlan Aly”, Anang Firdaus, penulis buku tersebut, menjelaskan setidaknya tiga peristiwa yang menunjukkan karomah Mbah Delan (panggilan akrab beliau) yang berhubungan dengan kendaraan, dalam hal ini mobil. Menariknya dari ketiga mobil tersebut bukan milik Kiai Adlan, melainkan milik orang lain.
- Mobil Cerola milik H. Faqih, juragan sate
Pertama, mobil milik H. Faqih, salah satu tetangga dekat beliau di Cukir yang hingga sekarang memiliki warung sate yang cukup terkenal di Jombang. Mobil Cerola merah itu pernah dipakai Kiai Adlan untuk bepergian ke Jawa Tengah dalam rangka menghadiri suatu acara. Yang bertindak sebagai sopir saat itu seorang bernama Ma’mun, putra Pak Tohir.
Selesai acara, Kiai Adlan langsung pulang, padahal saat itu menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Tiba-tiba di tengah jalan, mobil itu kehabisan bensin. Praktis, sang sopir khawatir, karena pada jam selarut itu, tidak ada yang berjualan bensin eceran, sedangkan kondisinya jauh dari SPBU. Sang sopir lapor kepada Kiai Adlan, “Mbah Yai, bensinnya habis. Lalu beli di mana? Kalau sudah jam sekian, tidak ada penjual bensin yang buka, Yai”.
Mendengar itu, Kiai Adlan pun keluar dari mobil dan berjalan kaki. Di jalan beliau menemukan pedagang degan (kelapa muda). Lalu beliau membeli dua plastik, yang satu diberikan sopir untuk diminum, sedangkan satunya ditaruh di dekat mesin mobil. Setelah itu, Kiai Adlan berkata, “Ya sudah, ayo naik”. Tak disangka, ternyata bensin mobil itu menjadi full. Perjalanan dapat dilanjutkan dan sampai di rumah dengan selamat.
- Mobil sedan milik KH. Yusuf Hasyim
Kedua, mobil sedan , milik KH. M. Yusuf Hasyim atau Pak Ud yang saat itu menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng. Kiai Adlan meminjam mobil itu untuk menghadiri acara di Jawa Tengah. Saat perjalanan pulang di daerah Mantingan, oli mesinnya habis. Sang sopir yang bernama Pak Bari melaporkan kepada Kiai Adlan terkait hal itu.
Lalu, Kiai Adlan menjawab, “Teruskan saja tidak apa-apa”. Sontak membuat Pak Bari bingung, oli habis malah diminta meneruskan perjalanan. Ternyata, walau tanpa oli, mobil tetap bisa berjalan sampai rumah.
- Mobil milik Pesantren Tebuireng
Mobil ketiga yang menjadi saksi karomah Sang Wali Cukir, yaitu mobil milik Pesantren Tebuireng pada zaman itu. Saat itu Nyai Halimah, istri kedua Kiai Adlan, masih sugeng (hidup). Seorang bernama Aji pernah diminta mengantar Kiai Adlan Aly menghadiri undangan ke Bojonegoro menggunakan mobil milik Pesantren Tebuireng. Saat musim hujan, di tengah perjalanan mobil yang dikendarai Kiai Adlan dan Aji terperosok ke lubang jalan dan mogok alias tidak bisa nyala. Kiai Adlan bertanya, “Ada apa?”. “Mobilnya tidak bisa jalan, Yai,” jawab Aji. Kiai Adlan malah menjawab, “Ya sudah kamu di atas saja, saya turun”.
Sang Sopir mengira Kiai Adlan akan mendorong mobilnya. Ternyata bukan. Kiai Adlan Aly tidak mendorong mobil itu, tetapi justru mengangkat mobil tersebut, sehingga bagian yang masuk ke lubang bisa keluar. Perjalanan bisa dilanjutkan dan menyisakan keheranan di hati Aji.
Begitulah sedikit ulasan tentang karomah Sang Wali Cukir, Mursyid Terekat Qodiriyah wa Naqsabadiyah itu. Masih banyak karomah dan cerita unik tentang kiai yang juga semasa hidupnya memiliki sejumlah usaha di bidang perdagangan dan pertanian itu. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
*Disarikan dari buku “Karomah Sang Wali, Biografi KH. Adlan Aly” karya Anang Firdaus, diterbitkan Pustaka Tebuireng, tahun 2014.