Santri Ngaji Kitab bersama KH. Fahmi Amrullah (Gus Fahmi) di Masjid Tebuireng. (Foto : Masnun)

Pondok berasal dari Bahasa Arab funduq yang berarti hotel, asrama, atau penginapan. Kata itu di alih bahasakan ke Indonesia yang tertuju kepada sebuah lembaga pendidikan islam yang dipimpin seseorang bergelar kyai. Di Indonesia banyak sekali jumlah pondok yang tersebar di seluruh penjuru negeri, data dari kemenag mencatat bahwa jumlah pondok pesantren di Indonesia berjumlah sekitar 36.000, sedangkan jumlah santri sekitar 3,4 juta, dan untuk tenaga pengajar (kiai/ustadz) ada sekitar 370 ribu[1].

Pondok pesantren pada awalnya adalah tempat yang sangat sederhana yang dipergunakan untuk menimba ilmu agama khususnya, sistem pendidikan di pondok pesantren juga sangat apa adanya tanpa adanya kurikulum resmi yang mengatur hanya sebatas pengalaman dari pengajar di pondok pesantren tersebut yang dipergunakan tolak ukur sistem pengajaran yang diberlakukan.

Seiring berjalannya waktu pendidikan di pondok pesantren terus mengalami perubahan dan perkembangan, contoh misalnya adalah pesantren Tebuireng yang mendirikan sistem salafiyah pada tahun 1916, dalam madrasah ini, yang diajarkan bukan hanya pendidikan agama, tapi juga beberapa pelajaran umum seperti berhitung, bahasa Melayu, ilmu bumi, dan menulis dengan huruf latin ke dalam kurikulumnya. Di pesantren inilah Wahid Hasyim banyak melakukan pembaruan terhadap pesantren. Pengalaman hidup di lingkungan pesantren selama bertahun- tahun. disertai dengan pengetahuan yang luas memantik semangat Wahid Hasyim untuk senantiasa menghadirkan pembaruan di pesantrennya demi perbaikan dan peningkatan kualitas lulusan[2].

Sedangkan pada masa ini pondok pesantren dibagi menjadi dua jenis yaitu pondok pesantren salaf dan pondok pesantren modern. Pondok pesantren modern muncul karena memang ada tuntutan yang harus dipenuhi di era modern terutama adanya integrasi ilmu pengetahuan umum kedalam kurikulum pesantren yang pada awalnya cenderung ada dikotomi. Selain itu juga pondok pesantren modern muncul dikarenakan keberadaaan pondok pesantren yang mengadadopsi kurikulum mata pelajaran umum karena memang tuntutan zaman. Sedangkan pondok pesantren salaf merupakan jenis pondok pesantren yang tetap memegang teguh tradisi lama dalam proses belajar bahkan cenderung menutup diri terhadap perkembangan zaman bahkan pada tuntutan zaman di era modern ini.

Walaupun sudah banyak pesantren yang mengubah sistem pembelajarannya menjadi modern tetapi masih banyak orang yang tetap memilih pondok pesantren salaf untuk menjadi tempatnya mancari ilmu, hal ini dikarenakan dirasanya pondok pesantren salaf masih mampu bagi lulusannya mengahdapi tuntutan zaman di era modern ini, dan juga metode pembelajaran sistem salaf ini sudah terbukti bahwa banyak lulusannya menjadi orang yang sukses.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tetapi sebenarnya pondok pesantren salaf tetaplah punya tantangan seperti instansi pendidikan lainnya dikarenakan berkembanganya zaman akan menuntut semua hal untuk mengikutinya karena siapapun yang tidak fleksibel terhadap zaman akan tertinggal dan tidak akan diminati, lantas bagaimana semestinya bagi pondok pesantren salaf menyikapi perkembangan zaman di era modern ini agar masyarakat tetap percaya kepada sistem salaf yang digariskan oleh ulama terdahulu.

Pondok pesantren salaf memiliki beberapa keunikan yang tidak dimiliki pondok pesantren modern, yaitu: pertama, kobong sebagai tempat untuk santri tinggal (asrama). Kedua, masjid sebagai tempat ibadah dan belajar santri. Ketiga, santri, baik santri yang berada di dalam pesantren maupun santri yang tinggal di luar pesantren. Keempat, kiai sebagai tokoh sentral di pesantren, guru bagi para santri, sekaligus sebagai pemilik pesantren. Kelima, kitab kuning karya ulama- ulama terdahulu. Keenam, metode sorogan dan wetonan (bandongan) sebagai metode pembelajaran[3].

Kemapanan pendidikan pesantren salafi dari satu sisi penting untuk mempertahankan eksistensi pesantren itu sendiri tetapi pada sisi yang lain menjadikan pesantren ini tidak mampu menyesuaikan dengan perkembangan modernisasi pendidikan. Pesantren salafi saat ini berada dalam persimpangan jalan untuk memilih menjadi pesantren modern dengan mengikuti kurikulum nasional dengan adanya pendidikan formal atau tetap menjadi pesantren salafi yang mengajarkan ilmu agama dengan bentuknya sebagai lembaga pendidikan nonformal.

Berhubungan dengan zaman era globalisasi, maka madrasah dan pesantren perlu menerapkan hal-hal sebagai berikut untuk menghadapi era globalisasi, yaitu:

  1. Pesantren harus mampu meningkatkan daya saing dengan sungguh-sungguh sehingga lulusan dari madrasah dan pesantren mampu bersaing dalam pergaulan global.
  2. Pesantren harus bisa mempunyai keahlian yang bermacam-macam mengingat luasnya lapangan kerja di era globalisasi sekarang.
  3. Pesantren harus tetap memperhatikan dan memepertahankan identitasnya dan tidak boleh menghilangkan nilai-nilai dasarnya.
  4. Pesantren harus melakukan evaluasi secara terus-menerus dan berkelanjutan supaya jaminan kualitas dapat dipertanggungjawabkan[4].

Para pimpinan pondok pesantren seyogyanya fleksibel mengadapi tuntutan zaman dikarenakan pasti para alumni pesantrennya mau tidak mau merekalah yang terjun ke lapangan jadi pasti alumni itu tertuntut pada aspek yang dibutuhkan dalam lingkungannya yang baru setelah lulus, jadi tidak seharusnya pondok pesantren kaku terhadap ke moderenan zaman, karena tidaklah semua hal tentang modern itu konotasinya jelek tinggal kita yang memilah mana yang baik mana yang buruk.


[1] Website Kemenag, https://kemenag.go.id/opini/pesantren-dulu-kini-dan-mendatang-ft7l9d

[2] Muhammad Nihwan dan Paisun , TIPOLOGI PESANTREN (MENGKAJI SISTEM SALAF DAN MODERN), Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep, Jurnal, tanpa tahun

[3] Hanafi, M. S. (2018). Budaya Pesantren Salafi (Studi Ketahanan Pesantren Salafi di Provinsi Banten)

[4] Ariski Nuril Indah, TANTANGAN DAN SOLUSI BAGI MADRASAH DAN PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI, IAIN Samarinda 2018


Nurdiansyah fikri a, Santri Tebuireng