Quote Tere Liye

Oleh: Umdatul Fadilah*

Di zaman yang semakin canggih ini banyak orang berlomba-lomba untuk bisa tampil sesuai dengan trend yang ada. Memakai sesuatu yang mewah hanya demi status sosial. Memang nyatanya yang berpenampilan ‘wah’ dipandang begitu tinggi di masyarakat kita. Tak jarang adapula yang selalu memaksakan kehendak. Mencoba berpenampilan serba mewah meski harus minta duit emak. Sedang emak susah payah mencari sebutir beras. Inilah mirisnya kidz jaman now yang katanya kekinian. Namun dibalik fenomena tersebut, adapula orang-orang yang masih dengan setia pada kesederhanaannya meski telah memiliki segalanya.

Tengok saja Tere Liye, seorang penulis asal Sumatera tetap berpenampilan apa adanya meski telah memiliki banyak karya novel best seller dengan beberapa yang sudah diangkat ke layar lebar. Ia tetap menjadi dirinya sendiri, berpenampilan apa adanya meski jika ia mau bisa saja berpenampilan layaknya serba terlihat mewah.

Seperti pada acara seminar yang pernah diadakan di kabupaten Brebes dalam rangka memperingati hari jadi di salah satu sekolah faforit di Brebes. Tere Liye dengan santai menceritakan segala pengalamannya mulai dari kali pertama ia menulis novel hingga sekarang ini, karya-karyanya sudah menjadi best seller. Ia hanya memakai sweater yang dan celana jeans. Kemudian saat menyampaikan materi hanya memakai kaos oblong. Di mana sangat sederhana sekali ia dalam berpenampilan.

Dari Tere Liye sang penulis novel Rindu ada banyak sekali hal yang menunjukan kesederhanaan yang dimiliki oleh dirinya. Meski hanya melihat dari penampilan saja. Tentu penampilan memengaruhi karakteristik si pemakainya. Begitu pula yang melekat pada Tere Liye.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dan begitu pula pada tulisannya yang selalu menggunakan bahasa yang unik namun sederhana dan mudah dipahami serta sangat mengena bagi siapa yang membaca tulisannya. Seakan-akan kita terbawa oleh cerita yang Tere Liye buat. Juga pada salah satu tulisannya dalam bentuk kumpulan sajak yang diambil dari buku dengan judul “Dikatakan atau tidak dikatakan, itu tetap cinta.”

Angin, Hujan, dan Sakit Hati

Kenapa ada angin?

Agar orang-orang tahu ada udara di sekitarnya.

Tiap detik kita menghirup udara, kadang lupa sedang bernapas.

Tiap detik kita berada dalam udara, lebih sering tidak menyadarinya.

Angin memberi kabar bagi para pemikir

Wahai, sungguh ada sesuatu disekitar kita.

Meski tidak terlihat, tidak bisa dipegang.

Kenapa ada hujan?

Agar orang-orang paham ada langit diatas sana.

Tiap detik kita melintas di bawahnya, lebih sering mengeluh.

Tiap detik kita bernaung di bawahnya, lebih sering mengabaikan.

Hujan memberi kabar bagi para pujangga.

Aduhai, sungguh ada yang menaungi diatas.

Meski tidak tahu batasnya, tidak ada wujudnya.

Begitulah kehidupan.

Ada banyak pertanda bagi orang yang mau memikirkannya.

Kenapa kita sakit hati?

Agar orang-orang paham dia adalah manusia.

Tiap saat kita melalui hidup, lebih sering tidak peduli

Tiap saat kita menjalani hidup, mungkin tidak merasa sedang hidup.

Sakit hati memberi kabar bagi manusia bahwa kita adalah manusia.

Sungguh, tidak ada binatang yang bisa sakit hati.

Apalagi batu, kayu, tanah.

Tiada pernah mereka sakit hati.

Maka berdirilah sejenak, rasakan angin menerpa wajah.

Lantas tersenyum, ada udara di sekitar kita.

Maka mendongaklah menatap ke atas, tatap bulan gemintang atau

Langit biru bersaput awan

Lantas mengangguk takzim, ada langit di sana.

Maka berhentilah sejenak saat sakit hati itu tiba, rasakan segenap sensasinya.

Lantas tertawa kecil atau terkekeh juga boleh, kita adalah manusia.


*Penulis adalah mahasiswa Unhasy Tebuireng Jombang.