tebuireng.online- Dalam rangka memperingati tujuh tahun wafatnya KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Pesantren Tebuireng Jombang menggelar acara Tahlil Akbar dan Pengajian Umum di maqbarah (makam) Pesantren Tebuireng, Sabtu (7/1/2016). Acara yang telah menjadi agenda tahunan ini dimulai pukul 19.50 sampai dengan pukul 23.00 WIB.
Acara tersebut dimulai dengan pembukaan oleh MC, yang dilanjutkan dengan pembacaan surah Yasin dipimpin oleh Mudir Ma’had Aly Tebuireng, KH. Nur Hannan, Lc. M. Hi. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pembacaan tahlil serta do’a yang dipimpin oleh KH. Masduqi Al Hafidz dengan hidmat. Kemudian, pembacaan kalam ilahi dan berlanjut penyampaian sambutan-sambutan dari berbagai pihak.
Karena masalah kesehatan, Nyai Hj. Shinta Nuriyah yang direncakan akan hadir dalam acara tersebut, tidak dapat ber-muwajahah dan memberikan sambutan atas nama keluarga Gus Dur. Sambutan keluarga, diwakilkan kepada Mbak Yenny Wahid yang juga putri kedua beliau. Mbak Yenny menyampaikan dua pesan penting dari Gus Dur kepada keluarga.
“Yang pertama, beliau mengajarkan kepada kami kunta daiman shodiqon. Always be honest. Pesan kedua, selalu bersikap lembut. Kunta daiman lathifan. Always be gentle,” tutur mantan wartawati tersebut. Beliau menjelaskan bahwa pesan kedua ini menuntut kita untuk selalu bersikap lemah lembut pada sesama dan tidak mudah mencela atas perbedaan pendapat.
Sambutan selanjutnya disampaikan oleh KH. Shalahuddin Wahid (Gus Dur) selaku Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng. Dalam sambutanya, beliau menyampaikan bahwa pertentangan antara Islam dan Indonesia tidak semestinya terjadi. Beliau mengajak hadirin mengingat kembali sejarah, bahwa Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang diwakili oleh putra beliau KH. Abdul Wahid Hasyim telah memadukan Islam dan Indonesia, sehingga beliau mengatakan bahwa Tebuireng adalah pusat untuk memadukan dua hal tersebut.
Atas nama sahabat Gus Dur, Dr. M. Habib Hirzin dan dilanjutkan oleh KH. Abdullah Syarwani tampil memberikan testimoni masing-masing tentang Guru Bangsa Tersebut. Mereka memaparkan tentang betapa agungnya karakter Gus Dus dan bercerita tentang pengalaman-pengalaman mereka ketika menjalin persahabatan dengan beliau.
“Di belakang karya yang besar, ada karakter,” ungkap Dr. Habib menggambarkan sosok Gus Dur. Dalam sambutanya, KH. Abdullah Syarwani mengajukan sebuah pernyataan kepada seluruh peserta, “Kenapa Gus Dur tidak pernah lulus secara resmi?” Kemudian beliau menjelaskan bahwa Gus Dur sebenarnya menginginkan sebuah kebebasan untuk belajar. Bukan sebuah pengekangan pembelajaran. Sambutan beliau diakhiri dengan pemaparanya tentang dua prinsip dalam sistem pendidikan yang paling cocok bagi Gus Dur yaitu pembebasan cara berpikir dan prinsip yang teguh.
Anregurutta KH. Sanusi Baco, Lc., ketika menyampaikan ceramah agama, menunjukan hikmah-hikmah yang terkandung dalam acara haul ini, di samping juga menceritakan pengalaman-pengalaman beliau bersama Gus Dur ketika menempuh pendidikan di Mesir. Beliau menegaskan bahwa hikmah haul ini adalah bisa terlaksana silaturrahim dan merupakan pembuktian dari fakta bahwa Gus Dur adalah orang besar.
Sahabat dekat Gus Dur asal Makassar ini juga mengingatkan kepada para peserta akan pesan Gus Dur tentang NU. “Saya ingin menjadikan Nahdlatul Ulama mahal,” kata beliau menirukan kata-kata Gus Dur dengan berulang-berulang. Ketua MUI dan Rais Syuriah PWNU Sulawesi Selatan ini menghimbau kepada seluruh peserta untuk selalu menjadikan NU mahal, terhormat, dan dihormati.
Turut hadir dalam acara ini, Wakil Bupati Jombang Ibu Mundjidah Wahab, Anregurutta KH. Sanusi Baco, Lc., KH. Abdullah Syarwani, Dr. M. Habib Hirzin, Mbak Yenny Wahid, Dubes Tosari Wijaya, Konjen AS, Konjen China, Konjen Jepang, dan sekitar 200 tamu penting lainya mulai dari kalangan, kiai, ulama, diplomat, politisi, pendidik, hingga pejabat pemerintahan. Ribuan pesarta dari kalangan pesantren hingga peziarah yang kebetulan bertepatan dengan acara ini pun ikut serta tumpah ruah memenuhi Pesantren teburieng dan sekitarnya, bahkan hingga meluber ke jalan raya depan pondok yang didirikan KH. Hasyim Asy’ari tersebut.
Setelah acara, para tokoh tersebut menaburkan bunga di atas pusara Gus Dur, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim. Sebelum meninggalkan Tebuireng, para undangan dijamu makan malam dan ramah tamah di Dalem Kasepuhan Tebuireng, oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng KH. Salahuddin Wahid.
Pewarta: Ananda Prayogi
Editor: M. Abror Rosyidin
Publisher: M. Abror Rosyidin