Problem lingkungan menjadi sorot utama dunia belakang ini. Manusia menyerap dan memanfaatkan energi dari alam untuk kebutuhan hidupnya, tanpa mengembalikan dan melestarikannya. Manusia bahkan membuat alam dan lingkungan sekitar menjadi rusak.
Di Indonesia, sampah, perusakan alam, polusi, terakhir kabut asap, dan lain sebagainya terus menjadi sorotan publik. Kabar baiknya, meski nyaris mendekati kata ‘terlambat’, isu-isu lingkungan mulai banyak mendapat perhatian. Masyarakat mulai tergerak untuk peduli terhadap alam sekitarnya. Berawal dari komunitas-komunitas kecil, hingga pemangku kebijakan pun turut andil dalam menangani problem serius ini.
September 2015 lalu misalnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menyepakati agenda tujuan pembangunan berkelanjutan, atau Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai kesepakatan pembangunan global. Kurang lebih 193 kepala negara hadir, termasuk Indonesia yang diwakili oleh Jusuf Kalla, wakil presiden kala itu.
SDGs merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030), guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Lingkungan itulah yang menjadi sorot tulisan ini.
Mengutip dari laman sdgs.bappenas.id, pilar pembangunan lingkungan SDGs adalah tercapainya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan sebagai penyangga seluruh kehidupan. Inilah yang menjadi tujuan utama agenda global ini yang bersinggungan dengan isu lingkungan.
Hadis Menjawab
Jika kita mengulik jauh ke belakang, bagaimana Rasulullah Saw telah memberikan contoh tentang konsep pembangunan berkelanjutan ini. Dalam satu wawancara tim tebuireng.online bersama tokoh hadis Indonesia, Dr. Ahmad ‘Ubaidy Hasbillah, mengatakan bagaimana Rasulullah Saw mengajarkan pola hidup sederhana, berkelanjutan, dan mendaur ulang. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa hadis.
Untuk itu, beliau mengutip hadis yang diriwayatkan oleh imam yang empat (Abu Daud, Ibn Majah, At-Tirmidzi, dan An-Nasai)
وعن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَد طَهُرَ
Dari Ibn ‘Abbad Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: Kulit hewan apapun, ketika disamak maka akan suci.
Akademis yang bergelar doktor di bidang hadis dan tradisi kenabian tersebut berpendapat bahwa makna suci dalam hadis di atas bukan hanya sebatas suci begitu saja.
“Suci disini bukan sekedar suci saja, tetapi maksudnya, karena suci maka boleh dimanfaatkan ulang, termasuk dimanfaatkan untuk pakaian, alas beribadah, dan lain-lain,” ungkapnya.
Beliau juga menyatakan bahwa perilaku Rasulullah tersebut menunjukkan satu pertanda, bahwa kulit hewan yang masuk dalam kategori sampah organik dan dapat dimanfaatkan kembali, maka perlu didaur ulang. Rasulullah tidak mengajarkan membuang hal-hal yang masih bisa digunakan, sehingga tidak menjadi penyebab kerusakan alam.
Sosok yang sempat belajar hadis di Pesantren Darus-Sunnah Tangerang Selatan ini, menegaskan bahwa Rasulullah Saw memiliki gaya hidup yang sederhana.
“Dalam suatu riwayat disebutkan, Rasulullah bahkan menyambung kembali tali sandalnya yang sudah putus, hingga menjahit sendiri bajunya. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah memiliki prinsip hidup yang berkelanjutan,” terangnya.
Di sisi lain, pola hidup Rasulullah ini dapat diartikan bahwa Rasulullah itu tidak mudah nyampah dan tidak gampang me-nyampah-kan apa yang sudah beliau miliki.
“Ini merupakan pola hidup berkelanjutan, berpikir maju ke depan. Seandainya Rasulullah itu berpikir seperti orang hari ini yang gengsi-an, gonta-ganti pakaian, maka alam bisa rusak,” terusnya.
Pria kelahiran Jombang, Jawa Timur tersebut bahkan sedikit menambahkan bahwa, “Andai saja Rasulullah mau, pakaian itu bisa saja dibuang kapan saja dan di mana saja, wong tanah Arab itu luas sekali, ditambah penduduk tidak sepadat sekarang.”
Demikian, bagaimana Rasulullah telah mengajarkan kita tentang prinsip hidup yang sustainable development. Jika PBB baru menyadari pentingnya prinsip berkelanjutan, maka Rasulullah Saw telah lebih dahulu mencontohkan prinsip hidup ini. Wallahu’alam.
Ditulis oleh Al Fahrizal, alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari