sumber ilustrasi: bedug.net

Oleh: Ma’muri Santoso*

Dalam beberapa hari ke depan umat Islam akan melaksanakan hari raya Idul Adha 1442 H. Pelaksanaan Idul Adha kali ini masih sama dengan tahun lalu, dimana kita masih dihadapkan pada persoalan pandemi Covid-19. Lebih-lebih saat ini pemerintah sedang menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk beberapa wilayah guna menekan terus bertambahnya jumlah penderita Covid-19 di negeri ini.

Dalam tradisi masyarakat tanah air, dua hari raya, yakni Idul Adha dan Idul Fitri memiliki nuansa tersendiri. Animo jamaah untuk mengikutinya demikian besar, meskipun hal ini sebatas ibadah sunah. Bahkan pelaksanaan dua ibadah ini mampu melebihi ibadah yang wajib, baik salat lima waktu maupun ibadah Jumat.

Dalam situasi dan kondisi dimana bangsa ini masih terus berjuang mengatasi persoalan pandemi Covid-19 diperlukan sikap kerja sama dan bahu membahu agar pandemi ini cepat teratasi. Masyarakat juga hendaknya dapat menyadari bahwa apa yang diatur bukanlah hal yang menyangkut substansi ibadahnya, namun pada aspek berkerumunnya.

Dalam hal berkerumun ini tidak sebatas ditujukan untuk salah satu agama saja, melainkan berlaku untuk semua agama, dimana pemeluknya dianjurkan dapat melakukan peribadatan dari rumah maasing-masing. Hal tersebut juga berlaku untuk kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Hari raya Idul Adha erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah kurban dan ibadah haji. Ibadah kurban mengingatkan kembali kepada kita tentang Nabi Ibrahim as yang memiliki kedudukan mulia dalam agama samawi.

Ibadah kurban yang disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW menegaskan kembali akan nikmat Allah SWT kepada Nabi Ibrahim as, karena begitu besar ketaatan dan kepatuhannya pada Allah SWT.

Ibadah kurban tidak saja memiliki dimensi ketaatan kepada Allah SWT, namun juga memiliki dimensi sosial kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan tersebut dapat berupa mengasah kepekaan dan rasa kepedulian kita untuk dapat berbagi dengan sesama.

Disamping itu, kita juga diharapkan dapat menyembelih (menghilangkan) sifat-sifat negatif maupun ego-ego kita yang terkadang cenderung mengikuti hawa nafsu. Dalam kehidupan sehari-hari, disamping seseorang dituntut dapat saleh secara vertikal, ia juga dituntut saleh secara sosial.

Dalam beribadah seseorang mesti memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia. Salah satu wujud saleh secara sosial adalah sikap menerima dengan bijak untuk dapat melaksanakan ibadah dari rumah.

Salat Idul Adha merupakan ibadah sunah, sedangkan upaya setiap orang dalam menjaga keselamatan jiwa merupakan hal yang wajib. Menjaga keselamatan dan melindungi jiwa dari bahaya Covid-19 termasuk salah satu dari kaidah pokok tujuan syariat agama (maqashid al syariah), yakni mewujudkan kemaslahatan serta menolak kemadharatan.

Maqashid al syariah juga sering dikenal dengan istilah lain, dharuriyyatul khams, lima kebutuhan penting yang harus dijaga oleh setiap manusia. Hal penting tersebut meliputi hifdzu addin (menjaga agama), hifdzu an nafsi (menjaga jiwa), hifdzu al ’aqli (menjaga akal), hifdzu an nasli (menjaga keturunan), serta hifdzu al mali (menjaga harta).

Spirit ibadah kurban adalah sikap rela untuk berkorban demi kepentingan yang lebih luas. Mampu menanggalkan kepentingan pribadi untuk lebih peduli terhadap kepentingan orang lain, lebih-lebih hal yang menyangkut persoalan orang banyak (kemaslahatan umum).

Kita mesti memahami bahwa mengikuti aturan dalam masa PPKM Darurat ini dengan melaksanakan ibadah dari rumah termasuk perwujudan ibadah pula. Ketaatan terhadap ulil amri (pemerintah) tentang suatu hal yang menyangkut terciptanya kemaslahatan publik adalah bentuk ibadah setelah ketaatan terhadap Allah SWT dan rasul-Nya.

Di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, spirit berkurban dapat diwujudkan dengan terus mematuhi protokol kesehatan maupun aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tentu saja dengan tujuan agar penyebaran virus ini tidak semakin meluas.

Dengan disiplin melaksanakan 5 M: memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilitas dan interaksi.

Maka sebenarnya kita juga mengamalkan perintah agama sekaligus melindungi hal yang menyangkut persoalan kemanusiaan. Pengorbanan seperti ini juga merupakan wujud dari pengamalan spirit berkurban.

*Dai Instruktur Nasional Jatman PBNU, alumnus PP. Al Aqobah & PP. Tebuireng Jombang.