KH. Abdul Hakim Mahfudz saat menyampaikan sambutan di Konferwil PWNU Jawa Timur di Pesantren Tebuireng, Jumat  (02/08/2024). Foto: tebuireng.online
KH. Abdul Hakim Mahfudz saat menyampaikan sambutan di Konferwil PWNU Jawa Timur di Pesantren Tebuireng, Jumat (02/08/2024). Foto: tebuireng.online

Oleh: KH. Abdul Hakim Mahfudz*

Saya mulai tanggal 15 Januari dilantik Ketua Umum di PWNU Jawa Timur untuk mengisi kekosongan pada saat itu. Sampai sekarang alhamdulillah, kita sudah siap untuk semuanya dalam melaksanakan kegiatan pada malam hari ini (02/08/2024). Enam bulan kita siapkan semuanya, program-program kita siapkan semuanya, fasilitas-fasilitas kita siapkan semuanya, kita juga evaluasi segala sesuatu yang ada di PWNU Jawa Timur.

Bagaimana kita akan mengoptimalisasikan apa yang ada di Jawa Timur, penguatan-penguatan program, penguatan-penguatan sistem, yang mana PBNU sedang gencar penguatan-penguatan sistem, dan kita di PWNU Jawa Timur harus bisa selaras dengan apa yang sedang dibikin dan dikembangkan di PBNU pada saat sekarang ini.

Dari program-progam maupun dari sisi keaswajaan PBNU juga demikian, mulai menyusun sistem-sistem untuk tata kelola, dan kami juga akan mengikuti. Oleh karena itu, kita butuh waktu beberapa bulan, khususnya bagi saya 6 bulan dan akhirnya alhamdulillah selesai pada malam hari ini kita bisa laksanakan konferensi wilayah PWNU Jawa Timur.

Saya ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di PWNU Jawa Timur yang sudah bekerja keras menyiapkan ini semuanya. Saya ucapkan terima kasih khususnya Steering Committee (SC) Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa dan juga KH. Jazuli Nur dan kebetulan saya baru sadar dua-duanya alumni dari Tebuireng.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Saya juga ingin menyebut sebetulnya Rais Am itu juga alumni Tebuireng juga. Beliau cerita dulu pernah di Tebuireng itu 6 bulan dan dulu kenangan yang indah beliau pernah mandi di kali di seberang jalan itu, di sebrang tembok itu. Nah, kemudian saya ceritakan kepada anak-anak santri, ‘jangan ikut, yang lain boleh diikuti tapi yang satu ini mandi di kali jangan diikuti lagi’, karena kalinya sudah dangkal.

Jadi ini juga nanti ada beberapa orang yang dikirim dari PBNU. Mohon maaf saya tidak bisa sebutkan satu persatu, tetapi semua tidak mengurangi rasa hormat, semua saya muliakan, saya hormati. Apa yang kita lakukan di PWNU Jawa Timur ini, setelah 6 bulan, saya melihat banyak sekali potensi yang bisa dikembangkan, dari sisi ekonomi, pengembangan ekonomi, dari sisi tata kelola juga kita akan menselaraskan dengan PBNU. Dari sisi kebijakan-kebijakan tentunya kita kalau kebijakan akan mengikut PBNU, kita akan tegak lurus dengan PBNU sebagaimana dulu pernah disampaikan dari Ahmad Siddiq, bahwa NU itu seperti kereta api, jadi yang di depan sana ada lokomotifnya, yang di belakang sini ini hanya gerbong- gerbongnya.

Jadi kalau yang namanya duduk di gerbong ya jangan mengharap terus kemudian belok sendiri. Yang bisa menjalankan dan menghentikan itu hanya masinis kereta api yang ada di lokomotif. Dalam hal ini NU lokomotifnya itu berisi 4 orang, Rais Am, Katib Am, kemudian Ketua Umum dan satu lagi Sekjen kita yang hebat. Dan yang lain-lain tentu saja kita tidak bisa di tengah jalan kita belok sendiri, tidak bisa kemudian kita mau berhenti sendiri.

Kita mau tidak mau harus ikut dengan PBNU. Kebijakan-kebijakan apapun itulah kemudian yang kita selama ini susun dalam 6 bulan, kita susun semua program-program, kemudian kita merencanakan membuat acara ini. Kita melaksanakan ini dengan tema merajut ukhuwah memperkokoh jam’iyah dalam pendampingan ummah.

Maka kita lebih banyak berpikir, bagaimana kita di internal, di PWNU, konsolidasi di PWNU. Kemudian kita sambungkan ke PC-PC dan kita seperti kereta api, kita akan tetap ikut dengan lokomotifnya. Kita tidak bisa berpikir “wah, kita belok sini sendiri aja”. Nah, kemudian namanya kereta api itu ada palang kereta api, kalau lewat palangnya itu ditutup supaya keretanya itu tidak belok yang belakang.

Dan ini sangat logis karena saat ini kita merasakan, dulu di PBNU, ‘Gus Ketum (Gus Yahya), saya itu tidak merasakan, yang namanya ranting, kemudian saya di PWNU diundang oleh beberapa ranting, ‘Ya Allah besar sekali NU ini’. Sudah itu, ada lagi papan di sebelah sana, anak ranting. Jadi saya tidak tahu berapa jumlah organisasi yang ada mulai dari PB, PW, PC, MWC, ranting dan anak rantingnya, saya tidak tahu, mungkin Gus Sekjen juga tidak tahu, barangkali’.

Kita melihat kenyataan bahwa ini adalah sesuatu yang besar, organisasi yang sangat besar. Ini organisasi diisi anggota-anggota yang begitu ikhlasnya. Terbayang banyak tenaga, pikiran, apalagi yang di ranting-ranting itu tidak digaji, malah kalau kita membuat acara urunan.

Kita tidak habis pikir. Tetapi ini sudah berjalan puluhan tahun. Ini sudah berjalan sejak sebelum negara kesatuan Republik Indonesia ini berdiri. Kita menyadari bahwa bangsa ini yang dipimpin oleh para ulama itu sebuah bangsa yang sudah eksis sejak zaman dulu kala, walaupun juga ada pendudukan Belanda di Indonesia. Belanda, saya tidak tahu persis berapa tahun menjajah Indonesia, ada yang bilang 350 tahun, ada yang bilang mulai tahun 1930.

Tetapi begitu Belanda kembali keluar dari Indonesia, tradisi kita, budaya kita, peradaban kita, tetap utuh. Yang biasa ziarah kubur dan maqom, tetap ziarah makam, yang biasa sholawatan tetap sholawatan, yang biasa tahlilan tetap tahlilan. Dan itu adalah tradisi yang ditinggalkan dan diajarkan oleh wali songo sejak tahun 1400, sejak mungkin abad ke-15 dan sampai sekarang kita masih tetap menjalani itu.

Tidak ada kerusakan dan tradisi budaya yang ada di Indonesia ini dan itu kita harus yakin bahwa pendampingan ulama, pendampingan para masyaikh terhadap masyarakat inilah yang menjadikan bangsa ini tetap utuh, tidak ada kerusakan. Oleh karena itu, kami di PWNU Jawa Timur berpikir apa yang harus kita lakukan nanti ke depannya. Saya menyampaikan terima kasih kepada seluruh rekan rekan yang ada di PWNU Jawa Timur, kita sudah menetapkan kita akan ikut kebijakan, kita akan ikut policy dari PBNU, kita tegak lurus ke PBNU, dan kita akan menyesuaikan tetapi juga kita punya tanggung jawab, tanggung jawab untuk pembinaan ke masyarakat, pendampingan ke masyarakat. Maka itu tadi, motto kita sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawab kita merajut ukhuwah memperkokoh jam’iyah dalam pendampingan ummah.

Mudah-mudahan kita bisa menyatu seluruhnya mulai dari PB, PW, kemudian PC dan sampai kepada ranting, anak ranting. Kemudian masih ada satu lagi majelis taklim, yang biasanya ibu-ibu ini sangat rajin di dalam kegiatan-kegiatan majelis taklim ini.

Nah ini, terutama saya sering sampaikan bukan apa-apa, kadang-kadang ini untuk memotivasi bapak-bapaknya supaya enggak salah dengan ibu-ibunya ini. Itu yang  bisa disampaikan, mudah-mudahan dalam dua hari ke depan ini banyak yang bisa kita putuskan, banyak yang bisa kita lakukan untuk membuat perencanaan-perencanaan, keputusan-keputusan, mudah-mudahan bermanfaat bagi NU khususnya dan juga bagi bangsa Indonesia. Supaya kita menuju kepada Indonesia emas 2045 ini kita dari NU kita juga sudah siap untuk menyambut itu semuanya.


 *Pengasuh Pesantren Tebuirenng, Ketua PWNU Jawa Timur 2024-2029


Pentranskip: Albi