Tebuireng.online- Konferensi Wilayah (Konferwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur yang terselenggara di Pesantren Tebuireng berikan ruang diskusi kepada santri putri pada Sabtu (03/08/2024).
Diskusi tersebut mengkaji soal Keaswajaan dalam tajuk acara Kajian Ahlu Sunnah wal Jamaah (Kiswah) yang mengundang tiga narasumber. Pertama, Dr. KH. Afifudin Dimyati, Lc, MA yang membicarakan tentang ringkasan karangannya, yakni tafsir Hidayah al-Qur’an. Kedua, Dr. KH. M. Wafiyul Ahdi, S.H., M. Pd.I yang membicarakan kaderisasi ulama dalam kurikulum pesantren. Ketiga, KH. Ma’ruf Khozin yang membedah bukunya “100 Hujjah Ahlussunnah”.
Gus Awis panggilan akrab Kiai Afifudin Dimyati menuturkan, “Tafsir Al-Qur’an bil Qur’an itu ada dua macam; Ma’tsur dan Ra’yi. Nah, karya saya ini termasuk yang bi ra’yi.”
Bicara soal kurikulum pesantren, Kiai Wafiyul Ahdi menyebutkan bahwa latar belakang penelitiannya itu berawal dari keprihatinan. Disebutkan terdapat 14.000 pesantren hampir 50% menyelenggarakan pendidikan formal. Sedangkan yang fokus pada kajian kitab turats ada 13.000. Ini data tahun 2021. Ketika pesantren membuka madrasah-madrasah, maka pesantren akan mengikuti kurikulum Kemendikbud.
“Lama-kelamaan santri itu tidak berminat mengkaji kitab-kitab turats. Reproduksi ulama melalui pengembangan kurikulum. Ulama ada dua indikator; kepribadian dan keilmuan,” katanya.
Ia menambahkan, ulama itu penyambung agama Islam dengan umat. Sehingga ulama itu harus paham ilmu-ilmu sosial. Harapan dari masyarakat terhadap pesantren.
“Kurikulum itu kepentingan masyarakat. Pesantren itu tidak sekedar boarding school, tetapi kultur pesantren itu harus dipertahankan,” begitu kata Kiai Wafiyul Ahdi.
Kemudian Kiai Ma’ruf memaparkan alasan mengapa amaliah NU sering di-bid’ah-kan. “Pertama, amaliah NU di-bid’ah-kan karena hafis daif. Kedua, hampir semua yang dituduh bid’ah itu amaliah yang berkaitan dengan tradisi. Ketiga, qiyas fi al-Ibadah itu tidak boleh. Keempat, karena membedakan ibadah mahdah dan ghairu mahdah,” jelasnya.
Selain itu, setelah pemaparan dan diskusi, ketiga narasumber juga berbagi karya tulis mereka kepada para hadirin.
Baca Juga: Kajian Aswaja Harus Tetap Lestari di Indonesia
Pewarta: Yuniar Indra Yahya