Oleh: Humaedah*
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru,
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku.
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku,
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Itulah sepenggal lirik lagu yang sering kita dengar dan nyanyikan sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasih atas jasa-jasa para guru. Guru adalah tiang pendidikan dan skala keberhasilan sebuah negara mendidik generasi penerusnya. Mengemban tugas besar tersebut, bagaimana dengan kesejahteraan para guru di negeri ini?
Berbagai program yang dicanangkan untuk kemajuan pendidikan Indonesia, salah satunya yakni sertifikasi guru. Itu merupakan salah satu program pemerintah dengan tujuan meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas jabatannya, meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan martabat dan profesionalitas guru. Dalam hal ini sertifikat guru berarti bukti suatu jabatan yang menandakan pemiliknya telah dianggap punya keahlian khusus di bidang pendidikan.
Sertifikasi guru memiliki dasar hukum yaitu UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional pada UU Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan.
Prinsip Mengajar
Menurut Hamzah B. Uno, seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar, agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara professional. Pertama, guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan. Guru dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi. Kedua, guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berfikir dan mencari pengetahuan. Ketiga, guru harus memberikan mata pelajaran sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan peserta didik.
Keempat, guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Kelima, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga peserta didik dapat merespon dengan jelas. Keenam, guru wajib memerhatikan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dengan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ketujuh, guru harus tetap menjaga konsentrasi peserta didik. Kedelapan, guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas. Kesembilan, guru harus mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut (Hamzah B. Uno, 2007: 15-16).
Tuntutan Semakin Besar, Penghargaan Semakin Sukar
Melihat kondisi sekarang, sertifikasi guru dianggap banyak menimbulkan masalah, diantaranya konflik antar guru di sekolah, mendorong guru cenderung lebih memprioritaskan administrasi mengajar dari pada metode mengajar. Sertifikasi guru juga masih belum bisa membuktikan secara nyata tentang jaminan peningkatan professionalitas setelah guru menerima sertifikat. Mengenai perdebatan status profesi guru, tentunya tidak dapat disamakan dengan profesi lain seperti pengacara atau dokter yang mandiri dan dapat membuka praktik pribadi, sedangkan pendidik harus bergantung pada institusi yang mempekerjakannya.
Meskipun jumlah penghasilan guru kurang banyak jika dibandingkan dengan profesi lainnya, tapi guru dituntut oleh masyarakat untuk memiliki karakter yang selalu baik. Karena guru bisa membantu memajukan negara dengan cara jangka panjang dalam mendidik dan mencerdaskan anak-anak bangsa yang nantinya akan menjadi pemimpin negara.
Ironisnya, terjadi ketimpangan sosial di setiap wilayah Indonesia, seperti daerah-daerah terpencil masih belum memiliki sekolah dan juga kurangnya jumlah guru. Bahkan guru-guru yang mengajar disana masih dalam kondisi yang memperihatinkan. Berbeda dengan guru-guru PNS yang juga mendapatkan sertifikasi, mereka hidup sejahtera. Sedangkan di luar sana para guru honorer mengajar dengan upah yang rendah. Ini yang menunjukan kesejahteraan guru masih belum merata.
Dalam hal ini, pemerintah seharusnya mendahulukan peningkatan taraf hidup guru tanpa mempersoalkan kualifikasi terlebih dahulu, memberi tunjangan yang lebih besar terhadap guru yang mengajar di tempat terpencil. Dengan ini dapat dipastikan profesi guru bukan lagi profesi bawahan. Beban dan tanggung jawab guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik begitu berat namun sering tidak mendapatkan balasan yang memuaskan dari Pemerintah. Kebijakan Pemerintah sering kali dinilai bertolak belakang dengan harapan guru, mulai dari pemberian tunjangan sertifikasi yang sulit dan proses kenaikan golongan yang berat bagi para guru. Inilah jawaban kondisi sekarang mengenai kesejahteraan guru di Indonesia.
Perlu Pendidikan Akhlak
Sebenarnya mutu pendidikan tidak cukup dilihat dari kecamata kecerdasan peserta didik dengan kecakapan iptek, juara dalam ajang olimpiade, atau prestasi lainnya, melainkan dari segi moral dan kepribadian perlu untuk dinilai. Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid, Pengasuh Pesantren Tebuireng, mengatakan bahwa polemik degradasi moral generasi bangsa saat ini, lebih disebabkan karena krisis spritualitas dan akhlak. Pada kenyataannya, orang cenderung melihat materi dari pada nilai-nilai moral, etika, dan norma agama.
Contohnya polemik semakin banyaknya koruptor dari kalangan pejebat kelas elit. Bahkan beberapa kasus menunjukkan kekerasan dilakukan oleh para pendidik, korupsi di sekolah, dan pelecehan seksual yang semakin marak diperdengungkan media. Sudah jelas para mereka adalah manusia berpendidikan dan berintelektual, namun kenapa mereka bisa melakukan kekejaman dan kekejihan semacam itu? Jawabannya adalah moral dan akhlak mereka yang sedang diderai gempa bumi puluhan sekala rikhter. Hal ini mengisyaratkan bahwa Sehingga perlu perubahan sistem pendidikan yang bersandar pada ideologi kita yakni Pancasila dan pondasi dari ajaran agama. Peningkatan spiritualitas, pendidikan berbasis akhlak, dan tentunya tidak secara radikal dipaksa mengikuti perkembangan yang ada tanpa adanya analisis yang kuat.
Siapa yang Bertanggungjawab?
Pemerintah memang sudah berusaha untuk memberikan program pensejahteraan guru. Dan sertifikasi salah satu buktinya. Namun, dalam kenyataannya, banyak guru yang belum mendapatkannya, terutama mereka yang berjuang dengan anak-anak rimba, pulau-pulau terpencil, daerah-daerah tertinggal. Pemerintah harus menindak tegas siapa saja yang melakukan penyelewengan terhadap dana sertifikasi guru, jika memang itu ditemukan.
Lebih dari itu, guru adalah panggilan nurani. Guru bukan profesi yang main-main. Guru menentukan arah pendidikan bangsa masa depan. Menjadi guru tentu harus penuh dengan keikhlasan, kemurahatian, dan tanpa tanda jasa. Tetapi realistis, itu wajar. Mereka perlu penghidupan, guru sudah masuk daftar profesi, jurusan pendidikan sudah menjadi favorit di semua perguruan tinggi. Bahkan jumlah guru, sudah meluber, tinggal sekolah mana yang mau menampung.
Kalau sudah begitu, apa yang harus dilakukan, selain pemerintah mensejahterahkan para guru, dan sebaliknya para guru mencoba sekuat jiwa dan raga melaksanakan tugasnya? Adil bukan? Namun susah direalisasikan.
*Mahasiswi Ilmu Pendidikan Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) Tebuireng Jombang, aktif di Komunitas Penulis Muda Tebuireng, Sanggar Kepoedang